Part 5

192 14 0
                                    


Nayya masuk ke kamarnya perlahan. Takut mengusik suaminya tidur. Namun sang suami tak ada di sana. Nayya membersihkan diri. Baru saja keluar dari kamar mandi Abim masuk ke kamar dalam kondisi mabuk.

Nayya membantu suaminya berbaring di ranjang, tak tahu kalau suaminya mabuk. Hanya ada bau aneh dari mulut Abim.

"Kamu kenapa Bim? Kamu sakit?"

"Aku gak papa Nay!"

"Kamu masuk angin ya? Aku kerokin ya?" Nayya panik saat melihat Abim mau muntah.

"Aku bilang aku gak papa Nay!" Abim membentak dan mendorong tubuh Nayya pergi.

Air mata Nayya jatuh. Ada rasa marah yang rasanya ingin diledakkan. Namun tertahan di dadanya. Sesak dan sakit yang kemudian keluar menjadi air mata.

'Kemarin dia masih terlihat wajar, Tapi sekarang kenapa tampak jauh berbeda. Arogan dan tak tahu diri. Dia butuh dokter bukan istri, bagiku dia gila.'

Nayya memaki dalam hati. Jatuh terduduk di lantai, menyandarkan tubuhnya pada sofa. Kepalanya terasa pening dan tak lama dia terlelap dengan pipi basah.

***

"Bim, bangun! Sudah pagi." Nayya membangunkan Abim dengan secangkir kopi dan teh hangat. Abim tak bergerak.

Nayya berjalan ke jendela  lalu membuka kelambu. Abim merasa silau dan terganggu.

"Sayaang ... tutup kelambunya! Aku masih ngantuk." Abim menggeliat, bicara dengan mata terpejam.

Mendengar kata SAYANG jantung Nayya berdegub kencang. 'Kenapa tiba - tiba pria arogan ini begitu manja?' Pikir Nayya.

"Bangunlah! Aku sudah siapkan teh dan kopi. Aku tak tahu mana yang kamu suka untuk mengawali harimu" celoteh Nayya.

Abim langsung membuka matanya dan membalikkan tubuhnya menghadap Nayya. Dipelototin oleh suaminya Nayya menjadi bingung dan salah tingkah.

Abim diam dengan tatapan tajam pada Nayya. Seolah sedang mengumpulkan memori yang hilang.

"Gak usah sok perhatian!" Abim berseru setelah berhasil mengumpulkan ingatannya.

"Aku bukan musuhmu aku juga tidak berharap jadi istrimu. Tapi demi kakek tak bisa kah kita berteman?"

"Pandai sekali kamu bicara, ini bukan bisnis atau politik yang bisa kamu selesaikan dengan pendekatan seperti itu."

"Aku bukan politikus tapi aku memang pengusaha, jadi kamu merasa menjadi tender yang harus kumenangkan? Apa untungnya buatku?"

"Dimana - mana pengusaha ngejar uang lah!"

Jawaban Abim membuat dada Nayya sesak, tapi ini kesempatan bicara dengan Abim. Tidak boleh berhenti sampai di sini.

"Uang bukan segalanya buatku, cinta pada keluarga adalah yang utama. Sama seperti kau mencintai orang tua dan istri pertamamu."

Abim diam tak menjawab, Nayya adalah orang kedua setelah Lisa yang membuat mulutnya terdiam. Abim bangkit dari ranjang menuju kamar mandi. Meninggalkan Nayya yang masih diam di sebelah jendela.

Pintu kamar mandi ditutup, saat itu pula Nayya baru bisa merasakan udara dapat mengisi paru - parunya. Perdebatan dengan Abim membuat nafasnya sesak.

Abim keluar dari kamar mandi dengan celana dan kaos oblong. Rambutnya berantakan dan basah tanda selesai mandi dan keramas. Nayya duduk di sofa memandang suaminya.

"Kamu punya rasa cinta gak sih?" Nayya bertanya pelan, nyaris tak terdengar. Namun Abim yang tadi sibuk menyisir rambutnya berhenti melakukan aktivitasnya. Membalikkan tubuhnya memandang Nayya.

PELABUHAN CINTA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang