SUPER A; Tiga

1.2K 77 28
                                    

Sudah seminggu berlalu sejak kejadian dimana Ivana melihat cahaya, dua pria parubaya, mendengar suara, tak lupa Kevin yang mengendarai mobil dalam hitungan detik.

Sudah seminggu juga Kennedy tidak mau berbicara dengan Ivana. Rasa kesal Kennedy sungguh memuncak. Entah mengapa, laki-laki itu percaya akan ada hal buruk yang terjadi jika mereka tidak segera mengetahui apa yang terjadi.

Kennedy tidak percaya dengan jalan pikiran Ivana. Perempuan memang ribet, asumsinya.

Kini Ivano, Damian, Kevin, dan Kennedy sedang bermain playstation untuk menghabiskan akhir pekan. Namun Kennedy tidak fokus dan selalu memikirkan ada hal buruk yang akan terjadi pada mereka.

Lain mereka lain juga Devian. Dia memilih membaca buku di perpustakaan. Devian memang cenderung pendiam dan sedikit introvert, ya setidaknya itulah yang dipercayai orang-orang karena Devian kurang ingin berkomunikasi dengan orang lain.

Namun nyatanya tidak begitu. Devian hanya memiliki prinsip "Silent is golden". Ia tidak suka menghabiskan waktunya untuk sekedar mengobrol hal-hal tidak penting dengan anak perempuan di sekolah yang sering menggodanya.

Setelah selesai membaca, Devian menutup bukunya lalu berdiri menuju saklar lampu. Itu kebiasaannya setelah baca buku, menutup lampu, lalu keluar dari perpustakaan.

Saat Devian menyentuh saklar lampu, lampu di perpustakaan langsung mati. Devian terkejut, mungkin mati lampu pikirnya.

Saat Devian membuka pintu perpustakaan, ia melihat sekeliling rumah. Tidak ada lampu yang mati selain lampu di dalam perpustakaan.

Untuk memastikan, Devian menekan tombol saklar menuju mati lalu menuju hidup. Namun lampu perpustakaan tak kunjung hidup. Ada apa ini, pikirnya.

"Ada apa Devian?" tanya Ivana yang baru keluar dari toilet sebelah perpustakaan.

"Lampu di perpustakaan mati, padahal aku yakin aku belum menekan tombol mati. Setelah kucoba kembali lampunya rusak." jelas Devian.

"Mungkin listrik di rumah ini mengalami kesalahan teknis. Akan kupanggilkan tukang untuk memperbaikinya." ucap Ivana lalu pergi sembari menekan ponselnya. Mungkin untuk menghubungi tukang listrik.

Devian menghela nafas, ia percaya saja dengan Ivana. Mungkin listrik di rumahnya sedang mengalami kesalahan teknis.

"Apa yang kau lamunkan Jowe?" Kennedy yang kebetulan kamarnya di samping perpustakaan heran melihat Devian saat ia hendak menuju kamarnya.

"Tidak, lampu perpustakaan ini mati sebelum aku menekan tombol mati. Dan sekarang, lampunya rusak." jelas Devian.

Kennedy yang selama ini percaya akan ada hal buruk yang terjadi mulai was-was. Ia selalu bermimpi tentang penjajahan makhluk astral dan sebagainya. Hal itu membuatnya semakin takut dan penasaran.

"Kau yakin?" tanya Kennedy untuk memastikan.

"Aku sangat yakin." ucap Devian dengan tegas.

"Sudah kuduga akan ada hal buruk yang terjadi."

"Apa maksudmu?" tanya Devian.

Kennedy menarik Devian masuk ke dalam kamarnya lalu menguncinya. Devian sedikit was-was melihat sepupunya yang kurang waras itu.

"Aku bukan mengajakmu melakukan suatu penyimpangan. Aku hanya ini bicara tentang apa yang aku alami seminggu ini."

Mereka berdua duduk di kursi yang tersedia di dalam kamar Kennedy.

"Kau tahu, sejak kejadian Kevin, penglihatan Ivana. Aku selalu mendapatkan mimpi-mimpi buruk." ucap Kennedy mulai menjelaskan.

"Mungkin kau terlalu memikirkannya hingga terbawa ke alam bawah sadarmu." ucap Devian.

"Tidak, aku yakin itu pertanda buruk. Saat aku mandi, belajar, memejamkan mata, atau sekedar duduk di lapangan sekolah, aku sering mendapat gambaran-gambaran apa yang akan terjadi."

"Kau berhalu--"

"Tidak Devian! aku yakin betul aku tidak berhalusinasi."

"Jikalau bukan berhalusinasi lalu apa?"

"Aku tidak dapat memastikannya. Kau tahu, sebelum aku melihatmu di depan perpustakaan sambil melamun aku mendapat gambaran kau sedang berkelahi dengan ratusan makhluk astral mengerikan dengan sengatan listrik yang keluar dari tanganmu."

"Tidak mungkin." Devian tetap saja mengelak.

Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari luar.

"Devian keluarlah aku ingin bicara." itu suara Ivana.

Devian segera keluar dan melihat wajah Ivana yang pucat. "Kau yakin kau tidak melakukan apapun dengan lampu di perpustakaan?" cecarnya.

"Ya, sudah kubilang aku belum menekan tombol mati."

"Kata tukang listrik lampu di perpustakaan mati karena terkena tegangan listrik yang sangat tinggi. Tukang listrik heran dan tampak sangat terkejut tadi. Dia bilang tegangan listrik itu sebesar tegangan listrik beberapa negara." ucap Ivana.

"Dan...aku mendengar suara di kepalaku. Mereka bilang, mereka akan menemui kita secepat mungkin. Aku tidak tahu mereka siapa, yang jelas itu bukan pikiranku dan aku sudah mendengar suara itu dua kali."

"Sudah kubilang akan ada sesuatu hal buruk yang terjadi." sahut Kennedy yang baru keluar kamar menyusul Devian.

"Kau benar Kennedy, aku juga bisa merasakannya." ucap Ivana.

"Kau bisa merasakannya tapi kau malah menghindar." cibir Kennedy.

"Maafkan aku." cicit Ivana.

"Kita harus segera memecahkan masalah ini." ucap Kennedy.

"Kau benar, tapi bagaimana caranya?" tanya Devian.

"Hey! Kevin tiba-tiba menghilang saat ia mengatakan ia ingin membeli pizza!" teriak Damian histeris sambil berlari.

"Bagaimana bisa?" mereka semua terkejut.

"Aku melihat dengan mata kepalaku Kevin hilang sepersekian detik setelah ia berucap 'aku ingin pergi membeli pizza, apa kau mau?'"

"Ya Tuhan, apa yang terjadi dengan keluarga kami." gumam Ivana.

"Kau yakin kau tidak berhalusinasi?" tanya Devian.

"Aku tidak mungkin berhalusinasi selama beberapa jam bermain playstation bersama Kevin." ucap Damian.

"Damian kenapa kau meninggalkan playstationnya hidup jika kau tidak ingin memainkannya lagi." gerutu Kevin yang datang sembari membawa beberapa kotak pizza.

"Hei apa kalian tidak mau bermain lagi?" teriak Ivano di lantai bawah.

"Kau menghilang Kevin?" tanya Devian.

"Sudah kubilang dia menghilang dan dia sudah kembali. Padahal saat ia pergi Ivano hanya membuang air kecil. Dan dia kembali setelah Ivano selesai dari toilet." Damian sungguh speechless hingga tidak bisa merangkai kata-kata yang tepat.

"Maaf aku tidak bilang. Aku sudah melatih kekuatan teleportasiku selama beberapa hari. Seusai kita berbicara di perpustakaan, aku meninggalkan ponsel di kamarku dan aku berfikir ingin pergi mengambilnya. Namun belum aku berjalan, aku sudah sampai di kamarku. Sejak itu aku berlatih dan mencari riset di google." jelas Kevin.

"Semuanya mulai jelas." gumam Kennedy.

"Kenapa kalian berdiri di sini? Kenapa kau tidak memberitahuku akan membeli pizza Kevin?" Ivano berjalan mendekati mereka.

"Kita perlu bicara serius." ucap Devian.

Lalu semuanya diam terhanyut dengan pikiran masing-masing. Sedangkan Ivano dibuat kebingungan melihat raut wajah serius kelima saudaranya.

A/N

Jangan lupa vote and comment ya kalau kalian suka cerita aku:)

Super ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang