Wind II END

27.6K 2.7K 449
                                    

#Author pov


Jeno dan Renjun pergi berdua dengan Jeno yang duduk di kemudi. Mereka tidak seperti yang kalian bayangkan. Hubungan mereka masih sama seperti saat SMA, walaupun Renjun sempat menyatakan perasaannya namun di tolak halus oleh Jeno. Walau begitu mereka semakin dekat sebagai seorang sahabat. Renjun pun sudah menghilangkan perasaan sukanya dan menganggap Jeno seperti adik yang tampan dan penurut.

Tuan Lee kini bersikap lebih hangat pada anaknya. Ia jadi lebih menoleransi apa yang menjadi kesukaan Jeno tanpa menuntut anak itu sebagai penerus perusahaannya. Beliau sadar selama ini terlalu menuntut Jeno dengan hal yang bodoh. Hubungan ayah-anak ini semakin membaik setiap hari sampai Jeno sudah masuk perguruan tinggi.

"Sudah berapa lama kau tidak menjenguk nenekmu?" ucap Jeno membuka keheningan.

"Umm... 4 tahun lalu mungkin? Saat itu kau juga menemaniku seperti ini. Ingatkan?"

"Oh iya iya. Aku ingat, kita baru masuk SMA saat itu." Mereka sudah cukup dekat sejak awal masuk SMA karena mereka satu kelas dan teman sebangku.

Akhirnya mereka sampai di sebuah makam dimana abu dari nenek Renjun di simpan. Sesampainya didepan lemari kaca yang terdapat guci berisi abu sang nenek, Renjun langsung berdoa dan di ikuti oleh Jeno. Selesai berdoa Renjun mengganti bunga dan beberapa foto yang akan disimpan didalam lemari kaca tersebut.

Disisi lain seorang remaja tak kasat mata sedang menampilkan senyum yang sangat manis. Dia senang dapat kembali ke 'rumahnya' yang ia tinggalkan selama 4 tahun untuk bersama Jeno.

Saat Renjun sibuk dengan kegiatannya, Jeno merasa tertarik untuk berkeliling melihat isi kotak kaca milik orang lain

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Saat Renjun sibuk dengan kegiatannya, Jeno merasa tertarik untuk berkeliling melihat isi kotak kaca milik orang lain. Kakinya tergerak pelan menuju sebuah guci dengan foto seorang remaja laki-laki yang terpajang apik.

Mata Jeno membaca nama pemilik lemari kaca itu dengan berbisik.

"Na Jae Min."

Syuuuuhhhh

'Itu aku. Namaku.' Jaemin nampak sangat antusias karena sebentar lagi Jeno dapat mengenalinya.

Angin menerpanya lagi. Ruangan ini tertutup dan tidak mungkin ada angin yang masuk. Namun sepertinya Jeno sudah terbiasa dengan keberadaan angin yang tiba-tiba, tapi biasanya angin itu akan keluar saat kondisi hati Jeno sedang buruk atau bahagia. Tapi sekarang Jeno dalam keadaan perasaan yang normal. Tidak sedih dan tidak senang.

"Hei, angin. Ada apa sebenarnya?" bisiknya lagi saat angin itu lebih kencang dari yang pertama. Tubuhnya terasa seperti dipeluk oleh angin yang berputar. Mata Jeno kembali menatap foto remaja manis di dalam kotak kaca itu.

 Mata Jeno kembali menatap foto remaja manis di dalam kotak kaca itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Apa kau ingin aku berpendapat tentang laki-laki ini?"

Ajaib. Angin yang berputar cukup kuat tadi seketika berhenti dan hanya berupa siliran saja.

"Ah ternyata itu maumu. Uhmm... kau ingin aku berkomentar seperti apa?"

'Apapun itu. Aku ingin kau memperhatikan wajahku.'

"Dia manis. Jika tersenyum aku sangat yakin dia akan sangat cantik. Dan wajahnya begitu menenangkan. Uhm.. apalagi ya? Oh dia wafat saat usianya 18 tahun, ah sayang sekali. Aku jadi ikut sedih, usia yang sangat muda."

"Kira-kira kenapa dia meninggal ya?" tanya Jeno pada angin yang masih berputar mengitari lengannya. Itu karena Jaemin memeluk lengannya dengan manja.

'Aku sakit Jeno. Karena itu aku begitu mencintai manusia sepertimu yang sehat dan selalu semangat.'

"Kenapa kau tiba-tiba mengenalkanku pada orang ini?" Tiba-tiba Jeno bertanya seperti itu karena ada beberapa kemungkinan diotaknya yang sedikit membuatnya merinding.

'Itu aku Jeno. Itu wujudku yang selama ini terus bersamamu.'

"Apa dia memiliki hubungan keluarga denganmu?"

'Bukan.'

"Dia teman manusiamu juga saat dia masih hidup?"

'Bukan. Ayo tebak lagi.'

"Aku agak ragu mengatakan ini, tapi apa Na Jaemin itu .... kamu?"

'Iya itu aku!! Kumohon dengarkan aku sekali saja. Iya itu aku!' Jaemin sedikit berutal menyentuh tubuh Jeno hingga akhirnya ia memeluk Jeno sangat erat.

"Dingin." gumam Jeno lagi.

"J-Jaemin? Apa kau yang sedang memelukku sekarang?"

'Iya Jeno. Aku sedang memelukmu. Kumohon panggil namaku sekali lagi'

"Jadi benar? Angin yang selama ini selalu bersamaku adalah dirimu? Na Jaemin?"

'Iyaa... hikss itu aku hikss..' Jaemin menangis tanpa airmata. Sekai lagi, karena arwah sudah tidak dapat memproduksi airmata atau cairan lain ditubuhnya.

"Jangan bilang kau mengikutiku sejak awal aku kesini bersama Renjun? Lebih tepatnya 4 tahun lalu. Benar?"

'Benar! Benar sekali. Aku mengikutimu karena aku jatuh cinta padamu. Jatuh cinta untuk yang pertama kalinya setelah aku mati.'

"Aku senang akhirnya mengetahui namamu Na Jaemin."

"Jeno? Kau sedang apa?" itu Renjun yang bingung melihat temannya membelai foto Jaemin dari luar kaca.

"Tidak ada. Uhm.. aku hanya ingin lihat-lihat saja" alasan Jeno membuat Renjun penasaran dengan apa yang sedang Jeno perhatikan sejak tadi.

"Cantik. Kau menyukainya?"

"Aku? Ah tidakk." Renjun terkekeh melihat temannya mulai berbohong.

"Jangan berbohong. Dia mungkin sedang melihat kita saat ini. Dia akan sedih kalau kau bohong."

"Baiklah, aku rasa aku menyukainya. Tapi apakah ini lucu? Aku menyukai seseorang yang sudah meninggal 30 tahun silam."

"Tidak lucu menurutku. Cinta bisa datang pada siapa saja dan lihatlah, dia meninggal diusia 18 tahun. Itu usia kita 2 tahun lalu yang tandanya hingga kita beruban dan kulit mengeriput pun usia Na Jaemin tetap 18 tahun."

"Apa tak apa mencintai orang yang sudah meninggal?"

"Tak masalah. Akupun mencintai nenekku."

"Cintanya berbeda Renjun-ah."

"Semua cinta sama saja Jeno. Perasaan yang didominasi rasa sayang, ingin menjaga dan ingin melindungi. Kau taukan istilah 'cinta tak harus memiliki'? Begitulah dengan cinta yang kau miliki untuk Jaemin." Jeno terdiam.

"Sudahlah tidak usah berlarut-larut. Hafalkan namanya dan sebut namanya kala kau berdoa. Itu juga bentuk dari perasaan Cinta-mu untuknya." Bibir Jeno tertarik membentuk senyuman.

"Ayo pulang, ini waktuku menemani ibu belanja." Renjun jalan lebih dulu menyisakan Jeno sendirian ditempat itu.

"Selama 4 tahun kau selalu disisiku tanpa aku tau siapa dirimu. Kali ini aku akan membalas semua kebaikanmu dengan doaku. Yang jelas, aku mencintaimu Jaemin." batin Jeno sambil mengusap foto Jaemin sekali lagi sebelum ia pergi.


Dari kaca mobil Renjun menatap sesuatu berbaju putih tengah tersenyum manis padanya.

'Terima kasih Renjun-ie.'

'Sama-sama paman Na.'

.

.

.

END

Vote juseyowww~~


6/12/2019

Like It! Like That!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang