Harus Bagaimana?

8 0 0
                                        


Fajar memperlihatkan cahayanya yang indah mempesona. Bau embun dan sinar yang hangat sangat memanjakan semua orang yang menyentuhnya. Ditemani dengan kicauan burung-burung yang indah. Tiba-tiba ada sesosok manusia yang keluar dari gubuk kayu itu, yang tidak lain adalah gadis muda bernama Anjani Permata Sari. Berjalan menuju pekarangan rumahnya sambil meregangkan badannya yang kaku. Dilihatnya cahaya kemerah-merahan yang menghiasi langit seluruhnya. Angin dini hari menghembus melewati dirinya, seakan memberitahukan bahwa mereka ada di sekitarnya. Setelah terdiam cukup lama, kembali dirinya masuk ke dalam bangunan yang terbuat dari kayu itu.

"Kamu sudah baikan, neng?" ujar Nenek Uti yang sedari kemarin khawatir akan dirinya. Anjani membalasnya dengan anggukan dan senyuman di wajahnya. Diambilnya tangan kanan wanita sepuh itu dan kemudian ditempelkan tepat di jidat milik bocah perempuan ini, sebagai kepastian bahwa dirinya sudah sembuh total. Lega adalah hal yang pertama kali muncul di benak wanita tua itu ketika mengetahui bahwa cucunya sudah pulih dari sakit yang dialaminya.

"Ikut nenek," katanya sambil menarik tangan cucu perempuan miliknya. Ditarik dirinya menuju salah satu ruangan yang sudah usang dan dipenuhi debu. Gudang. Tempat yang di dalamnya terdapat barang-barang yang sudah tua dan tidak terpakai atau mungkin malah sudah terlupakan. Eyang Uti berjalan menuju sebuah rak buku tua yang sudah tua. Jemari tangannya mencari sesuatu yang berada di sana. Sembari bergumam, raut mukanya tiba-tiba saja berubah seperti telah menemukan sebuah harta karun.

"Ketemu!" sentaknya hingga membuat gadis yang berada di belakangnya terkejut. Diperlihatkannya sebuah album tua yang sudah berumur. Selembar foto keluarga ada di dalam buku foto tua yang ditemukan wanita sepuh yang bernama Uti ini. Pada selembaran foto itu terdapat sekitar lima orang di dalamnya. Namun, dengan ekspresi kebingungan gadis muda itu mengamati lebih dalam lagi untuk menemukan jati diri masing-masing orang yang terdapat di gambar itu.

"Mereka siapa, eyang?" tuturnya dengan suara yang kebingungan seakan-akan lupa terhadap sesuatu yang berharga. Seringai kecil muncul di wajah perempuan yang sudah menjadi ninik ini.

Satu-persatu eyang menunjuk dan menjelaskan mengenai orang-orang yang ada di dalam lukisan itu. Mereka yang ada di foto itu tidak lain adalah keluarga besarku. Foto itu di ambil ketika keluargaku masih utuh. Bayi mungil yang terdapat di dalam potret tersebut tidak lain adalah gadis muda yang sudah tumbuh besar dan cantik yang bernama Anjani Permata Sari.

Air mata mulai menghiasi wajahnya yang cantik. Sambil tersedu-sedu dipeluknya potret itu dan tersungkurlah dirinya di lantai yang hanya beralaskan kayu. Sepasang tangan dengan perlahan merangkul dirinya dari belakang. Kenyamanan itu membuatnya semakin terjun ke dalam rasa rindu yang sudah tidak terbendung lagi.


                                                                                            ***


Kerinduan akan orang tersayang yang telah pergi memang tidak akan pernah terbayarkan oleh apapun. Rasa yang seakan-akan membuat siapapun yang terjun ke dalamnya merasakan kesendirian dan kesedihan yang mendalam. Bagaikan sedang melihat langit gelap dengan bulan tanpa bintang. Sendiri. Seolah-olah cuaca sendu yang ikut merasakan apa yang dirasakannya.

Gadis muda dengan hati yang sedang bersedih itu pergi keluar dari gubuk tuanya untuk menghilangkan rasa pilu di hatinya. Potret tua berada tepat di genggaman tangan kanannya. Diselipkannya lukisan itu pada kantong celana belakang miliknya. Kedua kaki itu melangkah dengan harapan agar hati yang gundah dapat terhibur kembali. Dilaluinya jalan setapak dengan pohon yang rindang di sekitarnya. Tak terasa waktu telah terbuang cukup lama dan sore mulai menunjukkan cahayanya yang menawan.

Kala ItuWhere stories live. Discover now