Peristiwa itu merupakan kejadian di mana dirinya merasa hancur berkeping-keping. Merasa bahwa sekarang berada di ujung jalan hidupnya, dirinya berserah kepada yang di Atas. Berharap agar yang di Atas menunjukkan jalan yang terbaik bagi gadis muda yang sedang tertidur lelap itu.
Tiba-tiba, terdengar suara teriakkan dari kejauhan. Disebutnya nama gadis muda yang sedang terbaring di atas kasur itu. Terbuka kedua kelopak mata itu serentak ketika mendengar suara itu. Kiri. Kanan. Diliriknya sebuah kamar yang persis dengan ruang yang telah menemani dirinya belasan tahun lamanya.
"Perasaan apa ini?" ujarnya dengan ekspresi yang kebingungan.
"Anak gadis bangunnya siang-siang!" teriak wanita yang terdengar familiar bagi gadis itu. Ditengoknya menuju sumber suara itu berada. Dilihatnya sesosok wanita sepuh dengan blouse putih bersih persis dengan yang sebelumnya berdiri di depan pintu kayu. Tercengang sang gadis jelita ketika menyaksikan semua hal itu.
"Ini mimpi?" tuturnya dengan helaan napas yang menerima dengan lapang dada jika ini semua hanya ilusi semata. Perempuan tua yang tidak lain adalah Eyang Uti itu mendekati gadis yang baru saja menghela napasnya. Ditariknya telinga sang gadis belia ini hingga sedikit memerah.
"Jangan tidur lagi! Pergi beli mangga sana!" cakap wanita tua itu dengan sedikit berteriak. Sakit telinganya. Tidak percaya dengan apa yang dirasakannya itu, gadis dengan mata bulat itu menangis terisak-isak dan segera mendekap orang tersayangnya yang berada di sampingnya itu. Keyakinan yang dimiliki gadis itu masih goyah membuat dirinya tidak ingin melepaskan pelukan hangat yang dinantikannya.
"Ini anak! Cepat sana!" kata orang tua itu dengan nada yang semakin tinggi. Dilepaskannya pelukan itu dan pergi meninggalkan sendiri gadis muda itu di ruangannya. "Semua kejadian itu hanya mimpi?" pikirnya dengan raut muka yang tidak tahu harus berekspresi seperti apa. Semua peristiwa mengerikan itu terasa nyata baginya, membuat dirinya tidak dapat membedakan nyata dan mimpi.
Pergi gadis kebingungan itu melangkah dengan kedua kaki yang dimilikinya keluar dari gubuk yang tidak asing baginya. Diliriknya sekeliling pekarangan rumah itu. Tidak ada yang berubah. Semua berada di tempatnya seperti biasa. Mentari bersinar terang tepat di atas gubuk itu. Kicauan-kicauan burung yang indah terdengar dengan jelas. Rasanya sudah lama gadis itu tidak merasakan semua hal ini.
Dalam perjalanannya membeli buah mangga yang telah diperintahkan orang tua yang mengalami kejadian naas dalam ingatannya itu, perempuan muda dan cantik itu bertemu dengan kawannya yang akrab disapa Bella. Bocah bernama Anjani ini berlari mendekati temannya yang berpipi merah dan kemudian memeluknya dengan erat, sudah lama pikir dirinya tidak bertemu sahabat perempuannya ini.
"Kamu baik-baik saja?" tuturnya dengan suara yang tegas dan khawatir.
Gadis dengan nama panjang Marbella Tanto itu tidak mengerti dengan apa yang di katakan gadis yang berdiri di depannya itu. Namun, terlihat jelas bahwa gadis yang bertanya itu sangat khawatir dengan gadis muda ini.
"Aku tidak apa-apa, mengapa?" tuturnya dengan suara yang tenang dan lembut bagaikan angin sejuk. Dipukulnya bahu gadis bermata indah itu oleh teman sekelompoknya. Nyeri.
"Apakah di mimpi dapat merasakan sakit?" katanya dalam hati.
"Tidak apa, aku pergi beli mangga dulu untuk nenek, nanti kita bicara lagi!" ucapnya dengan sedikit serius. Namun, bahagia hatinya ketika mendengar bahwa sahabatnya tidak mengalami kejadian buruk.
Dilewatinya jalan setapak yang merupakan tempat kejadian buruk itu terjadi. Diliriknya pohon dan bebatuan yang berada di sekelilingnya. Tidak ada yang menunjukkan bahwa kejadian yang ada di pikirannya itu pernah terjadi. Pohon-pohon menjulang tinggi dengan burung bersangkar di rantingnya. Bebatuan yang beragam bentuknya dengan warna yang indah. Rerumputan yang dihiasi dengan bunga berbagai jenis yang sangat indah untuk dipadang.
Dirinya terdiam sejenak. Perlahan-lahan Anjani Permata Sari tersadar bahwa semua yang ada di ingatannya itu hanya sebuah mimpi belaka. Ketika telah menyadari semua itu, tersungkur dirinya bersyukur bahwa semua itu hanyalah ilusi yang ada di kepalanya saja. Orang-orang yang berlalu lalang bingung dengan apa yang sedang dilakukannya. Berdiri kembali gadis itu dengan kedua kaki yang kokoh dan kemudian berjalan kembali menuju toko buah di dekat jalan setapak itu.
Ketika sampai kembali di gubuk tua yang terdapat nenek kesayangannya. Dijulurkan tangan kanan yang memegang kantong plastik berisi buah mangga sesuai permintaan eyangnya. Diajaknya cucu perempuan satu-satunya itu ke dapur untuk menikmati buah yang telah diberikannya.
Di meja cokelat dan berbahan kayu itu, diceritakannya semua mimpi yang telah dialaminya secara merinci hingga ke akar-akarnya. Terkejut neneknya mendengar semua cerita yang dikatakan. Namun, baginya sekarang itu bukan lagi sebuah kenyataan melainkan hanya mimpi, sehingga membuat dirinya tidak khawatir lagi. Dirinya percaya akan sebuah mitos di mana di dalamnya di katakan bahwa sebuah mimpi buruk jika diceritakan kepada orang lain mimpi itu tidak akan terjadi. Anjani Permata Sari sang gadis desa dengan mata bulat berwarna cokelat keemasannya menjalani kehidupan sehari-harinya kembali seperti biasa. Namun, satu moto bertambah pada hidupnya, yaitu harus memanfaatkan waktu yang berharga dengan baik karena dirinya tidak tahu kapan ajal akan datang dan kapan orang berharganya pergi meninggalkannya.
YOU ARE READING
Kala Itu
AléatoireMalam yang gelap dan dingin kulalui di atas pohon besar dengan ditemani suara-suara mengerikan. Teringat kembali akan genggaman kuat oleh sang pria tinggi berseragam. Bagaimana caranya agar aku dapat kembali ke kehidupan normal ku? Apakah ini adala...