Hari ini, seperti bukan Julian, laki laki itu datang lebih cepat. Berdiri memainkan ponsel didekat selasar kelas XI IPS 1 yang membuat hampir beberapa orang yang menyadarinya ada disana memutar langkah enggan melewati tempat itu.
Lama menunggu, akhirnya si mungil dengan tas biru muda yang di nanti nanti muncul. Julian tersenyum. Ia buru buru menyimpan ponselnya kedalam saku celana dan menjulurkan kakinya kedepan begitu cewek itu melewatinya. Naysila jatuh, membuat kedua lututnya yang menhantam lantai koridor berdarah.
"Aw" pekik Naysila meringis.
"Sakit tidak?" Tanya Julian mendekat dan berjongkok disampingnya, Naysila melotot. Perasaan takut itu kembali muncul. Cowok itu... mau apalagi dia. Pikirnya.
"Ahh, lutut lo berdarah tuh" kata Julian sok sedih. "Sorry ya. Gue sengaja"
"Mau kamu apasih!?" Entah kenapa, titik mendidih Naysila lepas. Dia tidak tahan lagi. Dan ini adalah kali pertama Julian melihatnya marah. Smirk kecil muncul di bibir manisnya. Akhirnya, setelah beberapa kali berusaha mencari perhatian cewek itu, dia di respon.
"Sini, gue bantu berdiri" ucap cowok itu tanpa rasa bersalah mengulurkan tangan. Naysila mengepal kesal, antara sudi dan tidak sudi menerima uluran tangan itu. Tapi, berhubung lututnya sakit sekali, jadi dia tidak punya pilihan selain mengenyampingkan egonya dan menerima jabat tangan Julian.
Tapi yang terjadi setelah Naysila berada di genggamanya, cowok itu malah melepaskan tangan cewek itu, membuat Naysila kembali tersentak, jatuh ke lantai. Untuk yang kedua kalinya.
Melihat raut wajah perempuan itu sudah memerah karena menahan malu dan kesal, senyum simpul di bibir Julian semakin tercetak jelas.
"Ini baru permulaan Nay" bisik Julian di telinga cewek itu pelan. "Jadi, lo harus siap siap untuk hari menyenangkan berikutnya ya" lanjutnya sebelum beranjak meninggalkan Naysila yang tampak makin gemetar setelah ancaman cowok barusan.
**
"PARAH BANGET EMANG SI JULIAN ITU!" Pekik Mifta meraung marah di kelas saat melihat kedua lutut Naysila terluka akibat ulah bejat cowok itu. "Kenapasi, lo juga ikut di ganggu dia? Kenapasi budaya anak baru yang di ospek Julian masih terus dilestarikan sampai sekarang? Kesel juga gue lama lama"
"Kalo lo berani, lo dong Mif yang maju buat punahin budaya ospeknya si Julian" tantang Tifanny dengan dada membusung berani.
"Tapi itu juga kalo lo siap buat punah sebelom sempet di punahin dia sihh" sahut Siska membuat tawa cewek cewek di meja Naysila meledak.
"HUAHAHAHAHA"
Mifta mendengus mendengarnya. Apa yang dibicarakan teman temanya barusan emang enggak sepenuhnya salah sih. Dia juga bukan orang yang termasuk berani berani amat buat berhadapan langsung dengan monster sekolah satu itu.
Sementara yang lain masih berkeliling di meja Naysila entah itu untuk membantunya membersihkan luka atau sekedar bergabung dalam obrolan seru karena objek pembicaraanya adalah Julian, Raka tiba tiba muncul. Dia menyembul diantara keramaian sambil membawa beberapa lembar kertas A4. Pembicaraan mengenai tugas seni budaya yang sudah ia rancang dengan baik di kepala seketika ambyar, begitu melihat luka di kaki Naysila yang tengah di tangani oleh Mifta dengan tissu dan air mineral seadanya.
"Naysila?" Pekik Raka terkejut.
Anak anak sekelas yang lagi ada disana langsung pada memberi ruang untuk Raka maju kedepan. Diam diam, mereka saling pandang satu sama lain. Tentu ini merupakan suatu kejadian yang langka. Mengingat Raka bukanlah tipikal orang yang mudah peduli dengan nasib orang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Badboy vs Goodboy [Gets Her Heart]
Novela JuvenilA boy with bad things or good boy with their kindness. Who do you think will be the winner? This is my 1st stories on wattpad^ ©copyright2017 oleh Wednesdiary