•Prolog

83 12 0
                                    

Happy Reading!!💞

🍁🍁🍁

Keana Callandra. Cewek berhidung mungil dengan bulu mata yang lentik serta bibir merah mudah alami itu mendekatkan ponselnya pada telinganya sambil meng- hadap ke luar jendela kamarnya, mem- perhatikan rintik-rintik hujan yang turun membasahi kota bandung malam ini.

Ia mendengus kesal,alisnya yang sedikit tebal hampir menyatu ketika panggilanya tak kunjung tersambung. Ia menghapus embun yang menempel pada kaca dengan jarinya, menggambar bentuk love disana. Bibirnya tertarik ke atas membentuk senyuman membuat lesung pipitnya terbentuk ketika panggilannya terhubung.

"Lo kemana aja, sih, May?"tanyanya pada seseorang di sebrang sana.

"Sorry Key,gue baru aja selesai mandi. Lo kayak yang kangen banget sama gue"balas Mayra diakhiri oleh kekehan kecil. Mayra Olivia sahabat Keana sejak duduk di bangku sekolah dasar.

Keana mendengus kesal "Ngapain kangen sama lo, kan,bentar lagi ketemu," katanya kemudian

"Maksudnya? Lo mau pindah ke jakarta gitu?"

"Iya, gue bakalan pindah ke sana bulan depan"

"DEMI APAAA?"ujar Mayra heboh. Membuat Keana menjauhkan ponselnya dari telinganya secara spontan.

"Buset, suara lo May, Bikin kuping gue sakit"

"Ya maaf, by the way lo mau sekolah di mana?"

"Kata nyokap gue udah di daftarin ke sekolah tempat lo"

"YES!!"lagi-lagi suara Mayra membuat Keana menjauhkan ponselnya dari telinganya.

"Maaay!"

"Iya,maaf hehehe"

Hening beberapa detik. Tidak bertemu lama membuat mereka kehilangan bahan pembicaraan.

"Ehm...Key, cerita dong cowok yang katanya deket sama lo itu gimana? Cakep apa enggak? Tajir gak?" ujar

"Ceritanya nanti aja kalau gue udah di Jakarta"

"Sekarang aja, lah, gue udah keburu kepo"

"Nanti aja pokoknya, ngobrol sama lo di telepon ngebuat kuping gue sakit"

"tapi, Key, sebagai sahabat yang baik gue harus tau co—"

"Dah, May, see youuu"Keana langsung memutuskan panggilan secara sepihak. Ia merebahkan tubuhnya pada kasur milik- nya  yang di lapisi bed cover biru dengan karakter Stitch. Ia terkekeh kecil,masih sejak dulu sifat Mayra yang super kepo itu tidak pernah hilang.

🍁🍁🍁

Dengan jarak ribuan meter dari tempat Keana, seorang cowok memacu motornya membelah jalanan ibu kota. Melawati jalan demi jalan dan akhirnya masuk ke kawasan perumahan tempatnya tinggal bersama adik perempuan dan kakak lelakinya.

Ia memarkirkan motornya di halaman rumah. Ia melepas helm dan jaketnya, memperlihatkan rambutnya yang acak- acakan dan seragam yang di keluarkan tanpa dasi dan ikat pinggang. Ia melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya yang menunjukan pukul 19.50.

Gevan Ralaska Algebara. Cowok beralis tebal, sorot mata yang tajam serta hidung mancung ditambah rahang yang tegas membuat ia terliha sangat menarik dimata siswi-sekolahnya.

Gevan mendengus malas saat menyadari mobil papanya juga terparkir di halaman rumah ini. Ia membuka pintu dan hanya bisa pasrah dengan apa yang akan dilaku-
kan oleh sang papa setelah ini. Berjalan menuju ruang tengah dengan santai. Disana sudah ada adik dan kakanya yang tengah menonton televisi sambil bergurau.

"Abang dari mana? kok baru pulang?" tanya Aleasha.

"Biasa,"balas Gevan sekenannya.

"Ya dari mana?"

"Al"ujar Javas–abangnya– mengingatkan agar Alea tidak bertanya pada Gevan lagi.

"Ya habisnya, bang Gevan kalau di tanya jawabnya biasa-biasa mulu."Bocah kelas satu SMP itu mecebik kesal.

"Bawel banget, sih, lo."Gevan mengacak rambut Alea gemas.

"udah, gue mandi dulu,"ujarnya lagi.

"Gevan!"panggil papanya yang baru saja keluar kamar. Membuat Gevan yang hendak pergi ke kamarnya menghentikan langkah-
nya . Gevan berbalik menghampiri papanya.

"Alea, sudah malam, cepat tidur,"kata Galih sembari mengusap kepala putrinya. Alea pun beranjak dari sofa dan pergi ke kamarnya. Javas pun sama ia mengikuti adik kecilnya.

"Masih ingat rumah?"tanya Galih pada Putranya

Gevan berdecak "Seharusnya Gevan yang tanya, papa masih ingat rumah atau gak " balas Gevan dengan wajah datarnya.

Lagi pula bagaimana bisa papanya menanyakan hal yang menurutnya konyol. Bukanya dia sendiri yang jarang pulang, bahkan papanya hanya pulang tiga sampai lima kali dalam satu bulan. Sejak mamanya meninggal papanya jadi jarang pulang.

Galih terdiam untuk berapa saat "lihat, apa yang sudah kamu perbuat "ujarnya kemudian sambil mengangkat selebaran kertas.

Sudah bisa Gevan tebak itu adalah surat dari sekolahnya yang menyatakan bahwa ia terlibat pertengkaran. Gevan tetap tenang seperti tidak ada apa apa. Air mukanya tidak berubah sedikit pun, tetap datar.

"Bolos jam pelajaran kemudian bertengkar,
bertengkar dan bertengkar. Baru  awal semester pertama saja kamu sudah buat masalah lagi. Sebenarnya mau kamu itu apa sih?papa hanya ingin kamu belajar dengan benar" ujar Galih dengan suara yang meninggi.

Gigi Gevan beradu di dalam sana "Sejak awal Gevan sudah bilang, Gevan gak mau sekolah di sana, tapi apa papa selalu maksa Gevan untuk sekolah di tempat yang menurut papa sangat bagus ,terlalu banyak aturan"jawab Gevan pada papanya. Sebenarnya itu hanya alibinya saja.

"Atas dasar apa kamu gak suka sekolah disana?"

Gevan terdiam. "Kamu tidak bisa memberi jawaban, kan?. Kamu terlalu banyak Alasan. Jadi sekarang mau bagaimana?" ujar Galih pada putranya, terlihat jelas ada guratan lelah diwajahnya.

"Gevan capek"ujarnya lagi dan berlalu meninggalkan papanya.

"Gevan,papa belum selesai bicara" ter- dengar suara papanya yang memanggilnya. Tapi ia tetap melanjutkan langkahnya untuk pergi ke kamarnya.

Gevan melepas kemeja sekolahnya, menyisahkan kaos putih tanpa lengan. Kemudian ia mengambil handuknya kemudian berjalan menuju kamar mandi.

Tak butuh waktu lama. Gevan hanya perlu waktu sekitar lima belas menit untuk membersihkan dirinya. Ia keluar kamar mandi dengan wajah yang lebih fresh, kemudian mengenakan kaos hitam polos lengan pendek dipadu dengan celana boxer.

Ia membuka laci yang terletak di samping tempat tidurnya. Mengambil sebuah foto  yang memperlihatkan bocah laki-laki dan perempuan. berumur sekitar Lima tahun. Bocah permpuan itu tersenyum lebar sambil dengan rambut panjangnya yang berada tersampir di kepala bocah laki-laki. Ya bocah laki-laki itu adalah Gevan.

Gevan merebahkan badannya ke kasurnya yang super nyaman. Ia kembali menatap foto itu. Senyumnya terbit ketika menatap vigur bocah perempuan yang menurutnya menyebalkan. Entah sekarang  itu ada di mana.

Bahkan sampai sekarang Gevan masih ingat betul nama lengkap gadis cilik itu. Nama yang terus terngiang di kepalanya. Di mana Gevan harus mencarinya. Gevan tekekeh pelan, mencarinya? Bahkan selama ini ia belum pernah mencari Gadis itu. Gevan rasa ia harus benar -benar mecari teman kecilnya itu.

🍁🍁🍁

So,gimana prolognya? Semoga suka. Enjoy sama ceritanya dan ikuti part by partnya. Jangan lupa vote dan coment, kritik dan saran di terima, loveee uuuu ✨


Brina Dananda

ComplicatedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang