Part XIV

359 46 13
                                    

Aku menaruh mangkuk berisikan sup tuna di meja makan lalu mengambil mangkuk lain untuk kupakai makan. Ya, aku makan sendiri. Niall? Ia belum kembali sejak tadi. Entahlah, aku mulai menyerah untuknya. Kupikir aku harus membiasakan diri untuk tidak memikirkannya lagi. Aku yakin ini akan sangat sulit, namun aku juga lelah jika harus menangis setiap memikirkannya.

Beberapa menit kemudian makananku sudah habis, dengan segera aku mencuci mangkuknya kemudian berniat untuk masuk ke kamar. Tepat saat aku berjalan menuju kamar, pintu utama terbuka dan menunjukkan batang hidung Niall disana.

Oke, perasaan itu muncul lagi. Perasaan dimana aku benar-benar ingin memeluknya lalu menonjoknya tepat di hidung hingga patah namun setelah itu mengobatinya. Perasaan yang sulit dijelaskan memang.

“Aku membuatkanmu sup tuna, makanlah.” Kataku disusul anggukannya. Oh, tatapannya masih saja dingin padaku.

“Oh, apa besok kau ada acara? Jam berapa aku harus membangunkanmu?” Tanyaku.

Niall menatapku sebentar lalu mengeluarkan ponsel dari sakunya kemudian memainkannya. “Tidak perlu, aku bisa memasang alarm di ponselku.” Jawabnya. Batinku menarik napas dalam-dalam menahan amarah serta hasrat untuk membawa Niall ke pelukanku yang amat sangat menggebu. Tahan, Sam, tahan!

“Oke. Satu lagi, sandiwara publik apalagi yang belum kuketahui?”

Dapat kulihat keterkejutan Niall saat aku melontarkan pertanyaan barusan. Jujur, aku memakan waktu hampir 3 jam untuk memikirkan soal pertanyaan ini. Di satu sisi, aku takut bertanya ini pada Niall, tapi di sisi lain, aku tidak mau salah langkah. Kau tahu, publik sangatlah berisik.

“T-Tidak ada.” Jawabnya masih menatapku.

Aku mengangguk lalu memutar tubuh dan melangkah menuju kamar. Setelah yakin pintu kamarku tertutup, aku menjatuhkan diri di tempat tidur. Ya Tuhan, aku mencintainya, sangat mencintainya. Apa yang harus kulakukan?

***

Aku menaruh bacoon yang kutata dengan telur mata sapi untuk sarapan pagi ini, lalu kulirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 8 pagi. Niall belum juga keluar dari kamarnya. Ah, apa aku harus membangunkannya?

Baru aku melangkah sekali untuk menuju kamarnya, pintu kamar tersebut terbuka lalu munculah Niall dengan rambutnya yang berantakan. Astaga, makhluk ini memang sempurna. Bahkan saat bangun tidur pun ia masih terlihat tampan dan mempesona.

“Baru saja aku akan membangunkanmu.” Kataku sambil berusaha memalingkan pandangan darinya.

Ia tidak merespon dengan kata-kata melainkan mengangkat kedua bahunya. Kemudian ia berjalan menuju kulkas dan mengambil minum lalu mulai menengguknya.

Jangan dilihat, Sam, jangan dilihat! Tahan imanmu, Sam, tahan!

“Aku harus berangkat sekarang. Sampai nanti, Niall.” Kataku lagi sambil membawa tas dan mulai melangkah.

“Kau mau kemana?” Langkahku terhenti bersamaan dengan detak jantungku. Niall mulai berbicara padaku? Oh, bahkan hanya dengan pertanyaan singkat itu pun batinku seperti sedang menari-nari sekarang.

“Kantor. Aku sudah mulai bekerja hari ini.”

“Oh? Oke.”

Aku tersenyum dan mengangguk, “Sudah kusiapkan sarapan, makanlah.” Ucapku tanpa menunggu jawaban. Kemudian aku kembali melangkah.

 “Sam.” Untuk kali kedua, langkah serta detak jantungku terhenti.

“Ya?”

“Terima kasih.”

Escape The FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang