008. Membuat Rencana(1)

80 14 0
                                    




Aku sudah putuskan bahwa kami semua harus membuat rencana untuk menghabisi keparat keparat sialan itu.

Kami pun segera pergi tak lama ketika para OSIS itu menghilang di kegelapan. Aku menuntun mereka ke arah tangga untuk mencapai kamarku. Kami sampai di depan tangga, suasana yang sangat suram dan gelap, sekarang masih pukul 04.45 pagi kejadian sebelumnya terasa lewat begitu saja. Siapa yang sangka sebagian dari kami tewas mengenaskan. Kami yang selamat selalu merasa diawasi Karena itu kali ini kami akan lebih berhati hati.

Kami menaiki tangga dengan berpasangan mencoba tidak menimbulkan suara sedikitpun hingga mencapai tujuan. Langkah kami pelan namun pasti. Tak lama kami sudah sampai di depan pintu kamarku. Jumlah kami ada sekitar 22 orang termasuk diriku. Tapi kenapa kamar disini banyak sekali? Asal kau tahu saja kami mendapat kamar secara acak dan tak ada yang menjamin bahwa kamar disampingmu ditempati murid sekolah ini. Karena banyak sekali kamar yang kosong bahkan tak layak digunakan.

Baiklah tanpa basa basi lagi aku pun membuka pintu kamar ini kamar yang belum lama ketinggalan. Seingatku, aku keluar dengan lampu menyala dan jendela tertutup. Tapi saat ini lampunya mati dan jendelanya terbuka. Aku pun menyalakan lampu, menutup jendela hawa diluar dingin sekali rasanya seperti ditusuk jika kau merasakannya. Aku pun menyuruh mereka semua masuk, mereka masuk memenuhi ruangan, menyebar mencari posisi yang mereka inginkan. Untung saja kamar ini lumayan lega, jadi kami tak perlu berdesakkan disini.

Aku segera berjalan menuju bangku di dekat jendela dan memikirkan rencana. Saat aku sudah memikirkannya matang-matang dan kurasa semua orang juga akan menyampaikan pendapatnya, aku pun mencoba mengambil perhatian mereka.

"HEI! DENGARKAN"

Mereka semua segera memutar wajahnya hingga menatap wajahku dengan serius. Aku pun lanjut menyampaikan rencanaku.

"Pertama carilah senjata sebanyak mungkin" kami membutuhkan senjata. Untuk melawan orang gila itu tak cukup hanya dengan tangan kosong saja. Setidaknya senjata dapat memukul mundur mereka walau hanya sedikit. Dengan begitu peluang yang kami dapatkan akan lebih besar.

"Dimana kita mendapatkannya?"
Komentar Amel

"Ada dua tempat, di kantin dan di gudang" Viana mulai memberi argumennya.

"Apa akan ada cukup senjata disana?" Aku sedikit meragukan pendapat Viana, namun
Toni segera berbicara dan membuat pertanyaan ku tak dihiraukan. "Aku akan pergi ke tempat peralatan sekolah untuk mengambil mistar dan lakban. Aku akan membuat senjata dengan kedua benda tersebut." Baiklah, komentarnya lumayan juga setidaknya akan ada tambahan senjata dari mistar dan lakban itu.

"Baiklah kali begitu kita bagi kelompok untuk ke tempat tempat itu" selesai aku berbicara yang lain mulai mengusulkan kemana mereka akan pergi.

Roni: "Aku bersama Toni ke tempat peralatan sekolah"

Ari: "Ra-rama dan aku ke kantin"

Kelompok sudah ditentukan beberapa akan pergi ke gudang dan sisanya berjaga di sini. "Jadi, Haikal dan Faisal ikut denganku ke gudang"

"Bagaimana dengan kami?" Ucap Fitri

"Kalian tunggulah disini"

Kurasa sudah tak ada waktu lagi untuk berlama lama disini, semakin cepat semakin baik bukan?  Mari kita lakukan.

"Ayo lakukan sekarang!" Aku sangat bersemangat saat itu suaraku pun terdengar sedikit berteriak. Orang yang sudah terpilih pun mengangguk yakin. Tunggu apa lagi, ini waktu kita untuk mengumpulkan bantuan, cara agar kita bisa terbebas dari semua ini walau kemungkinannya sangat kecil, tapi kami yakin akan hal ini.

Aku pun memutar gagang pintu dengan perlahan. Mencoba memgintip dari celah pintu yang terbuka sedikit, memastikan keadaan sekitar baik baik saja. Setelah melihat cukup lama dan aku perasaan ku sudah pasti bahwa tak ada orang yang mengawasi kami. Aku pun membuka pintu dengan lebar. Dengan tetap memandang ke arah luar aku pun menyuruh teman temanku keluar dengan isyarat tangan. Kami pun keluar mengendap-endap dengan perlahan mempertahankan agar alas kaki yang dipakai tak menimbulkan suara. Pagi itu hawa sangat dingin kami agak menggigil tapi hal itu tak menghalangi jalan kami untuk mendapatkan senjata. Kami pun sampai di tangga. Mulai menuruni tangga yang kemiringan nya tidak wajar. Jika kau tak berhati hati menuruninya kau akan tergelincir dan kepalamu akan membentur ujung anak tangga.

Setelah lumayan lama perjalanan kami dari lantai 3 menuju lantai dasar kami pun berpencar di anak tangga terakhir.







Tempat Peralatan Sekolah



Roni dan Toni memasuki ruangan tersebut dengan perlahan. Membuka pintu dan menyalakan saklar lampu. Tunggu cahaya lampu terlalu mencolok sebaiknya mereka mematikan lampu, karena pembunuh bekerja dalam kegelapan mereka tak suka saat ada cahaya yang masuk. Toni pun mematikan lampunya dan menyalakan senter yang mereka bawa masing masing. Mulai menelusuri tempat tersebut, mencari benda yang dimaksud.

Toni mulai berbicara dan memberi instruksi

"Bawalah mistar sebanyak mungkin yang kau bisa!" Ucapnya berbisik namun cukup lantang. "Mmh" yang diperintah menganggukkan kepala dan mulai berpindah tempat. Roni mencari di bawah rak kayu dan Toni mencari di dalam lemari.

Rungan ini agak sempit dan dipenuhi dengan rak dan lemari kayu yang agak berdebu. Hanya dilengkapi dengan dua ventilasi yang sangat kecil membuat Rungan ini lumayan pengap. Semua yang ada di ruangan ini merupakan perlengkapan sekolah pada umumnya namun dari kemarin kami bahkan tak masuk kelas dan tak mendapat materi sedikit pun.

Setelah mengumpulkan banyak mistar dan lakban mereka pun berkumpul di tengah ruangan. Melihat apa yang mereka dapatkan. Mereka merasa ini semua sudah cukup untuk bertahan. Dan mereka memutuskan untuk kembali. Saat ingin melangkah menuju pintu mereka mendengar langkah dari luar sana dan pintu perlahan mulai terbuka. Sepertinya cahaya dari senter yang mereka bawa terlihat dari jendela dan seseorang yang menyadarinya menghampiri mereka. Mereka panik! Sangat panik hingga rasanya jantung mereka ingin copot saat itu juga. Mereka dilanda gelisah dan khawatir yang sangat besar.

Seorang petugas memasuki ruangan tersebut menangkap basah mereka yang sedang membawa banyak mistar dan lakban.

"Apa yang kalian lakukan! Membawa semua mistar dan lakban?"

"K-kami membutuhkannya untuk mengerjakan sesuatu yang diperintahkan OSIS"

"Y-ya itu benar"

Mereka mencoba membuat alasan namun sang penjaga menyadari keanehan yang dibuat mereka. "Alasan bodoh macam apa itu" pikirnya. Ia pun berseringai.

"Apa kalian berencana untuk membuat senjata?"

Deg!

Mereka terdiam. Tatapan penjaga itu menjadi lebih tajam menatap intens mereka berdua. Yang ditatap merasa ketakutan dan mulai bergetar.

"Ha-ha-ha.. melihat respon kalian membuatku tertawa. Tapi entah apa yang kalian lakukan dengan mistar dan lakban sebanyak itu. Yang bisa aku sampaikan adalah SEMOGA BERUNTUNG!"




Deep Web SchoolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang