Gedung sekolah megah nan mewah bernuansa biru langit itu terpampang nyata di hadapan pemuda jangkung berambut hitam bercampur silver yang kini tengah berdiri di depan gerbang besar berwarna biru tua dengan tulisan Crystal School di atasnya. Pemuda itu melangkahkah kakinya masuk ke perkarangan sekolah. Manik matanya yang berwarna gold tampak berbinar tatkala menangkap betapa indahnya bangunan yang ada di hadapannya saat ini.
Pemuda bernama Moon Light atau biasa di panggil El itu kini tersenyum antusias. Bagaimana tidak? Crystal School adalah sekolah yang di idam-idamkan semua orang. Tak ada yang tak tahu sekolah ini. Bahkan nama dan juga reputasinya yang sangat baik sudah terkenal hingga ke pelosok Negeri. Karena tak mudah untuk masuk ke sekolah ini, harus lulus dari ujian dengan soal level hard dan juga di lihat dari prestasi yang di miliki ketika masih di sekolah dasar. Selain itu, sekolah ini hanya memprioritaskan anak-anak yang berasal dari pulau ini untuk masuk ke Crystal School. El adalah salah satunya.
Crystal School terletak di salah satu pulau yang ada di Indonesia. Pulau ini bernama pulau Crystal. Pulau dengan penduduk paling sedikit, namun memiliki sebuah sekolah menengah atas yang paling megah dan terkenal tentunya. Di pulau ini hanya ada satu sekolah. Ya, hanya ada SMA bernama Crystal School ini. Makanya orang tua di pulau ini lebih banyak berpisah dari anak mereka karena menyekolahkan anak mereka ke luar pulau Crystal.
Kaki jenjang pemuda bermanik gold itu mulai berjalan kembali untuk menuju ke tujuannya setelah tadi sempat berhenti. Tak seperti siswa-siswi lainnya yang kini terlihat menggunakan seragam dan membawa sebuah tas, El hanya mengenakan celana jeans dan baju kaos serta kemeja kotak-kotak yang seluruh kancingnya sengaja ia lepas. Ia bahkan tak membawa apa-apa di tangannya. Bukan karena ia lupa atau tak ingin. Tapi memang begitulah peraturan yang ia terima dan harus ia lakukan di hari pertama masuk sekolah ini. 'Tidak boleh membawa apapun dari rumah. Karena sekolah yang akan menyediakannya.'
El menghela nafasnya saking lelahnya ia berjalan namun tak kunjung sampai ke halaman belakang sekolah.
Sekolah ini terlampau luas. Pikirnya.
Saat ini pemuda bermanik mata emas itu masih berada di salah satu koridor berlantai marmer mengkilap dengan kaki jenjangnya masih terus melangkah.
Pemuda jangkung berparas tampan itupun tak luput dari tatapan-tatapan siswa-siswi Crystal School sejak ia masuk ke dalam sekolah. Selain karena penampilannya yang berbeda, warna rambut dan matanya yang tak biasa juga mencolok itu sukses menarik perhatian siapapun yang melihatnya.
Setelah sekiranya 10 menit berjalan, akhirnya El sampai ke tujuannya. Sebuah kelas? Bukan. Saat ini El tengah berada di depan sebuah pintu besi berwarna abu-abu dengan benda bulat bak setir kapal di tengah pintu itu yang El yakini benda tersebut berfungsi untuk membuka pintu. Pintu itu terletak di halaman belakang Crystal School. Tembok yang begitu tinggi menjadi pembatas antara halaman tempat El berpijak dengan suatu tempat yang ada di balik pintu.
Sepi. Itulah yang El lihat saat menilik sekitarnya. Hanya sebuah halaman hijau yang luas dengan di tumbuhi beberapa bunga warna-warni di beberapa tempat tertentu.
El memutar benda bulat di hadapannya berlawanan dengan arah jarum jam dengan mudah. Klik. Pintu itu terbuka. Tak sesuai dugaan pemuda bermanik gold itu. El pikir ia akan melihat kelasnya begitu pintu itu terbuka. Tapi yang ia lihat saat ini hanyalah pohon-pohon hijau yang tumbuh dengan rapi dan susunan batu-batu yang membentuk jalan selebar satu meter.
"Jangan lagi," El mendengus karena sudah pasti ia harus berjalan lagi.
Dengan malas, akhirnya El melangkah. Baru beberapa langkah ia berjalan, El membalikkan badannya saat terdengar pintu tempat ia masuk tadi terbuka. Terlihat seorang pemuda yang sebaya dengan El tengah mengatur nafasnya yang terengah-engah sambil memegang lutut untuk menopang badannya.