01

123K 9.1K 1.8K
                                    

Baca part 000 (prolog) dulu, sebelum baca part ini. Thanks ^^

"I wil always love you baby, until my last breath

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"I wil always love you baby, until my last breath." Itu adalah kalimat yang kau ucapkan, saat memakaikan kalung itu di leherku.

Music : Dancing with your ghost - Sasha Sloan

•×•×•

"Ingat peraturan pertama? Jangan keluar asrama terlalu sering jika kau tidak memiliki pekerjaan penting." Ucapan seorang pria di seberang sana muncul pada saluran ponselku. Aku memutar bola mata menanggapi suara penuh titah itu. "Serius, di mana kau sekarang?"

"Berhenti menjadi diktator, Thunder. Aku bukan anak buahmu yang wajib mengikuti peraturan freak yang kau buat itu." Rutukku sembari mengatur napas agar tetap bisa menyeimbangkan langkah di atas treadmill yang sedang aku gunakan untuk berlari membakar kalori. Seharusnya earphone yang terpasang di telingaku adalah untuk memutar musik, tapi panggilan kakak menyebalkanku itu mengacaukannya.

Dia menelpon hanya untuk mengontrol hidupku. Bertanya aku dengan siapa, sedang apa, makan apa, dan di mana. Seolah-olah aku adalah anak kecil usia lima tahun yang tidak tahu apa-apa.

"Kau memiliki pilihan, ikuti peraturanku atau aku kirimkan anggota Cerberus untuk mengawasimu."

"Apa kau gila?" Kedua bola mataku terbuka. Tanganku memencet layar treadmill untuk memelankan kecepatannya agar kakiku tidak tersandung.

"Itu resiko karena kau tidak mendengarku dari awal. Siapa yang menyuruhmu untuk kuliah di California?" Seperti biasa, setiap kali kami berdebat, dia akan mengungkit keputusan yang ku ambil lalu kemudian memojokkanku.

"Sungguh, harus berapa kali kita mendebatkan hal yang sama? Jika kau seperti ini terus, maka berhentilah menghubungiku." Aku langsung mematikan panggilan dan menghentikan kecepatan treadmill. Aku tidak lagi bersemangat untuk berolahraga.

Thunder benar-benar mengacaukan suasana hatiku. Dia memiliki kecemasan berlebihan tentang aku yang berada di California. Aku tidak tahu apakah dia paranoid atau memang seseorang yang gila kontrol. Sebenarnya tidak hanya dia, Ayah juga sama. Mereka berdua telah bertransformasi menjadi pria posesif sejak aku memutuskan untuk kuliah di Stanford. Mereka bahkan sempat menentang keras keputusanku untuk datang ke negara ini.

Tapi aku tidak berubah pikiran, Stanford adalah universitas yang aku impikan sejak dulu. Dan juga, aku bukan lagi Anna yang berusia 16 tahun, aku bisa mengambil keputusan sendiri.

CROSSOVER (Book II)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang