BAB 10 CAMP 5-CAMP7

532 9 0
                                    

“Gue denger cerita dari sopir ojek gue kemarin waktu nganterin ke Pos 1 Rumah Pak Sunarya. Dia bilang kalau salah satu porter kita yang bapak-bapak itu sebenarnya adalah dukun.” Adit bercerita dengan nada yang hati-hati.

“Dit...lo serius nih ceritanya beneran?” gue minta kejelasan.

“Maksud lo dukun, orang pinter gitu?” Imam ikut penasaran.

“Beneran. Samber gledek. Itu yang diceritain sama sopir ojek gue.” Adit tampak begitu yakin. Dari nada bicaranya jelas dia tidak berbohong.

“Sopir ojek gue bilang, porter itu memang dukun. Tapi gue enggak tanya lebih jauh. Gue pikir ya dukun sekedar dukun aja.

“Terus kata sopir ojek gue lagi. Bapak porter yang dukun itu udah sering berurusan dengan makhluk astral di Gunung Raung ini katanya.”

“Tapi kenapa lo diem aja waktu gue ajak ngobrol tadi pagi Dit?” tanya gue lagi minta penjelasan Adit.

“Jujur tadi pagi gue kurang fokus karena laper Gas. Tapi di samping itu gue juga jaga-jaga kali, masa ngobrolin dukun yang orangnya lagi ada di dekat kita. Kan enggak enak. Kalau dia denger gimana.”

Gue paham apa yang dipikirkan Adit. Dia enggak mau ambil risiko. Jika ketahuan kita sedang membicarakan si porter yang juga dukun itu bisa berabe.

“Eh.. tapi kalian pada ngerasa enggak sih kalau bapak itu ngeliatin Bagas sejak dari Camp 2?” Dodi yang sedikit bicara akhirnya ikut dalam obrolan ini.

“Emang iya Dod?” gue tanya balik.

“Iya Gas. Gue lihat dia ngeliatin lo di Camp 2.” Dodi memang yang paling kalem di dalam kelompok, tapi dia juga yang paling cermat dan teliti terhadap sesuatu.

“Bukan hanya di Camp 2. Tapi di Camp 4 juga.” Kali ini Mas Sis angkat bicara. Sepertinya dia perlu membuka rahasia kecil kami di Camp 4.

“Gini Gas. Aku bukanya sok tahu soal dunia gaib atau semacamnya. Tapi sebagai orang Jawa Timur aku sedikit tahu soal astral-astral. Tapi biasanya kalau ada orang yang suka ngelihatin kita terus terusan bisa jadi dia melihat sesuatu yang ada pada diri kita yang tidak dilihat oleh orang lain.” Mas Sis menjelaskan.

“Maksud lo gimana Mas?”

“Mungkin bapak itu melihat sesuatu ada pada dirimu Gas.” Ucap Mas Sis lagi. Kami sama-sama diam dan di antara yang lain, gue yang paling merinding.
**

Obrolan di Camp 5 menjadi rahasia antara kami saja. Fajar dan yang jalan duluan tadi tidak tahu. Dua porter kamipun tidak. Mereka sudah melesat lebih dahulu sejak dari Camp 4.

Kami pun melanjutkan pendakian. Terlalu lama mengobrol tidak bagus, bisa-bisa kami tertinggal jauh dari rombongan depan.

Trek selanjutnya masih terjal seperti sebelum-sebelumnya. Dengkul gue dipaksa terus menerus bekerja ekstra. Tiap kali memanjat, dengkul gue hampir selalu bertemu dengan bibir gue. Begitu gambaran terjalnya trek pendakian ini.

Gue sadar, ternyata trek-trek terjal seperti ini yang membuat estimasi waktu pendakian yang dituliskan di peta menjadi lama padahal jaraknya tidak begitu jauh. Setiap beberapa meter sekali gue harus berhenti untuk mengatur nafas. Kemudian beberapa meter lagi harus break untuk minum. Dan terus begitu ke depan.

Jalan sempit dan vegetasi tumbuhan yang rimbun menjadi kendala lain dalam pendakian di hari kedua ini. Jika gue cermati di peta, kami sekarang tengah menyusuri salah satu punggungan gunung yang panjang dan terjal. Barangkali ini yang menjadi jalur via Kalibaru ini menjadi cukup panjang dan memakan waktu pendakian sampai berhari-hari.

Lain halnya dengan pendakian pada gunung-gunung lain. Sepengalaman gue mendaki gunung, rata-rata gunung yang gue daki tidak sesempit dan terjal jalur Kalibaru ini. Baru kali ini gue merasakan trek yang seperti ini. Dan gue masih penasaran seperti apa trek di atas sana yang katanya jauh lebih ekstrim.

MISTERI GUNUNG RAUNG: Novel Horror Seri #1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang