2. Kelompok

692 50 5
                                    

Suara grusak-grusuk begitu memenuhi ruang kelas yang baru saja ditinggal satu jam lalu, para penghuninya baru saja kembali dari ruang lab dengan masing-masing jas lab yang tersampir di tangannya atau bahkan ada yang masih memakainya.

"Huhu gue nggak paham point bahasan praktek tadi." Aira berujar sedih, senyum gadis itu menghilang digantikan tekukan bibir ke bawah, kepalanya ia telungkupkan di lipatan tangannya di atas meja. Pokoknya letoy banget kayak orang tipes.

Tapi beberapa saat kemudian ia melebarkan senyumnya ketika netranya menangkap seseorang yang baru saja duduk di bangku paling depan dengan mulutnya yang tengah menyedot satu kotak susu coklat.

ANJIR VANO MINUM SUSU GUE?

MAKSUDNYA SUSU YANG GUE KASIH.

Aira langsung menegakkan tubuhnya, menepuk antusias lengan Aluna yang duduk di sampingnya hingga si empu mengerang kesal.

"Apaan sih anjir Ra?"

"Vano Lun," antusiasnya, ia sampai mengguncang bahu sahabatnya. "Vano minum susu."

Aluna mengernyit dalam, bibirnya mengucap kata 'hah' karena tak paham konteks yang Aira bicarakan. Emangnya kenapa kalo Vano minum susu? Emang dia bakal jadi thanos? enggak kan.

"Minum susu gue."

"HAH?!" Aluna ber'hah' lebih keras dari sebelumnya, ia kemudian melirik Vano yang masih dengan agenda sedot susunya dan ganti melirik dada Aira secara bergantian.

"Susu lo utuh ah, mana ada Vano minum susu lo. Dih halunya maksiat."

"Oasu," umpat Aira sambil tersenyum. "Yang lemot cukup gue aja, lo jangan. Kasian yang nulis, masa ada duel karakter."

Aluna mencibir. "Yaudeh yang jelas kalo ngemeng, tadi aja pas adu bacot sama Tania paling kenceng lo."

"Maksudnya dia minum susu yang gue kasih tadi pas abis istirahat, nggak dibuang kayak dessert yang dikasihin ke dia waktu di kantin."

Aluna ber-oh. "Dia nggak doyan dessert kali," cetusnya mendapat anggukan setuju dari Aira.

Mereka terdiam, sebelum beberapa detik setelahnya Aluna melebarkan matanya dan memekik. "LAH TERUS LO NGAPAIN NGASIH SU–mph"

Aira langsung membekap mulut Aluna, lalu memberi tanda agar diam, ya lagian Aluna tolil, udah tau ada orangnya malah dia treak-treak.

"Sssttt nanti orangnya denger, terus nanti dia ngiranya gue nggak ikhlas ngasih karena cerita-cerita." Aira mengarahkan telunjuknya diatas bibirnya.

"Tadi gue cuma ngetes sih, ya sekalian ngasih aja karena kasian. Kan dia nggak jadi makan di kantin karena ada insiden."

Aluna mengangguk sekali, namun keningnya masih mengernyit kecil. "Nggg okay, terus yang dimaksud ngetes itu apa?"

Aira menghela napasnya. "Ya itu, gue penasaran dia se semena-mena apa sih sama orang? Tapi kayaknya dia nggak sejahat itu deh Lun, iya kan?" Aira menyuarakan isi hatinya.

"Sapa tuh yang nggak jahat."

Aluna mengelus dadanya ketika kepala tiba-tiba muncul diantara ia dan Aira yang tengah ngobrol sambil berhadapan. Nessie dengan santainya terkekeh, ia dan Vivi baru kembali dari ruang lab karena mampir ke kamar mandi dulu.

Aluna memutar bangkunya ke belakang, menghadap meja Nessie dan Vivi. "Anak pinter yang banyak hetersnya, alias Vano Albara Suprianto."

"Hah bukannya Dewanta? Kok Suprianto sih?" Vivi menaikkan alisnya, Aluna mengetuk dagunya sebentar lalu mengangkat bahunya.

FallinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang