BAGIAN 7

739 26 0
                                    

"Kau sudah kuperingatkan, Teruna. Dan jangan harapakan bisa hidup bebas. Barada tidak akan menyerah begitu saja sebelum menghirup darahmu," kata Ki Rabul.
"Tidak ada yang bisa memisahkan cintaku dengan Paria, Ayah," tegas Teruna.
"Tapi kau telah membuat semua orang jadi menderita. Coba lihat Lasini dan adiknya ini. Akibat perbuatanmu, pondoknya musnah! Juga kau lihat Rangga. Apa yang kau lakukan hanya menyusahkan orang lain saja, Teruna."
"Untuk itulah aku datang kesini, Ayah. Semuanya akan kuselesaikan sendiri. Aku laki-laki. Rasanya tidak mungkin terus-menerus berlari, meskipun Paria tidak menginginkan aku menghadapi ayahnya," tegas kata-kata Teruna.
"Apa yang akan kau lakukan?! Menantang Barada dan orang-orangnya? Apa kau sudah sanggup menghadapi mereka, Teruna? Bisa-bisa kau malah akan mati dicincang mereka!" dengus Ki Rabul sengit.
"Ya, aku akan menghadapinya sebagai laki- laki," tetap tegas jawaban Teruna.
"Anak edan! Apa yang kau andalkan? Kau sekarang tidak lagi memiliki Baja Hitam, Teruna. Lalu apa yang akan kau lakukan dengan keadaanmu seperti ini? Jangan harap mampu mengalahkan Barada tanpa Topeng Baja Hitam...."
"Dengan cara apa? Membunuh dirimu sendiri? Tidak, Teruna. Aku tidak ingin mendapatkan dirimu dalam keadaan hancur tanpa bentuk," Ki Rabul menggeleng-gelengkan kepalanya.
Sementara itu Rangga hanya mendengarkan saja. Kini Pendekar Rajawali Sakti tahu, sebenarnya Teruna adalah seorang pendekar yang berjuluk Satria Baja Hitam. Orang yang diinginkan kematiannya oleh Barada. Kini Rangga semakin bisa mengerti, mengapa Barada selalu menghendaki kematian pemuda itu. Rupanya percintaan Teruna dengan Paria tidak dikehendaki Barada. Dan sudah jelas kalau Paria adalah anak perempuan laki-laki setengah baya itu.
Cinta memang bisa membuat orang jadi buta. Mereka yang dimabuk asmara tidak akan mempedulikan segalanya. Bahkan nyawa akan dipertaruhkan demi mempertahankan cinta. Cinta suci memang memerlukan pengorbanan yang tidak kecil artinya. Dan kini Teruna tengah mempertahankan cinta dengan mempertaruhkan nyawanya. Bahkan orangtuanya sendiri tidak luput dari kemelut itu. Ditambah lagi Lasini yang tidak tahu-menahu persoalannya, jadi ikut-ikutan berkorban.
Gadis itu kini tidak mempunyai tempat tinggal lagi. Pondoknya sudah hancur dibakar oleh orang-orang Barada. Diam-diam Lasini menggamit tangan Pendekar Rajawali Sakti. Gadis itu melangkah mundur dan berbalik menjauhi tempat itu. Sebentar Rangga memperhatikan, lalu mengikuti gadis itu. Mereka kemudian berhenti dan duduk dibawah sebatang pohon rindang, tidak jauh dari mulut gua.
Sementara ditempat lain, Ki Rabul masih sengit berdebat dengan anaknya yang tetap mempertahankan kebulatan tekadnya. Meskipun Ki Rabul selalu menyalahkan Teruna, tapi di dalam hati kecilnya malah bangga terhadap sikap anaknya yang keras dan tidak tergoyahkan. Memang, akibatnya Teruna harus menghadapi bahaya yang tidak kecil.
Ki Rabul sebenarnya senang, karena anaknya memperoleh seorang istri seperti Paria. Tapi, sama sekali dia tidak pernah menyukai orangtua wanita itu.Terutama jalan hidup yang ditempuh Barada. Barada selalu menghalalkan segala cara untuk memperoleh apa yang diinginkannya. Bahkan tidak segan-segan membunuh atau merampok, atau bahkan menculik hanya untuk memuaskan nafsu iblisnya.
"Teruna, bukannya aku tidak pernah mendukung semua tindakanmu itu. Aku cukup senang Paria jadi istrimu. Dia anak baik yang jauh berbeda dengan sifat-sifat ayahnya. Sifatnya dituruni oleh mendiang ibunya. Aku hanya ingin memberimu sedikit nasihat. Demi keselamatanmu dan Paria. Maka, sebaiknya kau pergi sejauh mungkin dan hindari bentrokan dengan Barada atau siapapun. Lupakan semuanya. Lupakan juga kalau kau dulu pernah bergelut dalam dunia kependekaran. Dan yang paling penting, lupakan julukan Satria Baja Hitam yang sudah melekat dalam hati dan darahmu. Aku akan bahagia jika melihatmu hidup bahagia," ujar Ki Rabul, terdengar pelan nada suaranya.
"Ayah akan membiarkan mereka mengotori pusaka leluhur kita? Tidak, Ayah! Topeng Baja Hitam harus dapat direbut kembali dari tangan mereka. Julukan Satria Baja Hitam akan kupertahankan, dan akan kuturunkan pada anak cucuku kelak!" sahut Teruna tegas.
"Teruna...."
"Maaf, Ayah. Keputusanku sudah bulat. Apa pun yang terjadi, topeng itu harus direbut kembali. Dan aku akan menjadi Satria Baja Hitam selama masih mampu. Itu sudah tekadku, Ayah. Dan Paria juga menyetujui. Dia akan mengikuti kemana aku pergi," tegas sekali kata-kata Teruna.
"Teruna...," desah Ki Rabul. Meskipun hatinya bangga akan tekad anaknya, tapi laki-laki tua itu tetap merasa cemas. Hatinya cemas, karena tahu kalau Teruna tidak akan mampu menghadapi siapapun tanpa Topeng Baja Hitam yang merupakan warisan leluhur berusia puluhan, bahkan mungkin ratusan tahun. Orang yang memakai Topeng Baja Hitam akan memiliki kekuatan yang tidak tertandingi. Bahkan segala jenis senjata, segala macam racun bagaimanapun dahsyatnya, tidakakan mampu menandinginya.
"Aku akan pergi, Ayah. Aku mohon restumu." ucap Teruna seraya menghampiri ayahnya.
Pemuda itu berlutut dan mencium kaki ayahnya. Seketika Ki Rabul tidak bisa lagi membendung keharuannya. Yah..., bagaimanapun juga, sekeras apapun hatinya, akan luruh juga oleh kekerasan hati dan tekad anaknya. Terlebih lagi Teruna begitu menyayangi dan menghormatinya. Ki Rabul tidak bisa berkata apa-apa lagi. Kedua bola matanya berkaca-kaca. Lidahnya terasa kelu, tak mampu mengucapkan satu patah katapun. Laki-laki tua itu hanya bisa mengusap kepala anaknya. Tak ada yang bisa dilakukannya sekarang, selain memberi restu didalam hatinya. Itu diucapkan dalam hati, meskipun terasa berat sekali.

45. Pendekar Rajawali Sakti : Satria Baja HitamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang