BAGIAN 3

818 30 0
                                    

Bersamaan dengan berhentinya suara tawa itu, tiba-tiba muncul seorang laki-laki tua berjubah merah menyala. Di tangannya tergenggam sebatang tongkat panjang yang melewati tinggi tubuhnya. Yang lebih aneh lagi, seluruh rambutnya berwarna merah bagai terbakar. Kakek itu tertawa terkekeh seraya melangkah mendekat. Dia baru berhenti setelah jaraknya tinggal sekitar dua batang tombak lagi didepan Pendekar Rajawali Sakti yang diapit Lasini dan Ki Rabul.
"Iblis Racun Merah...! Ada apa dia kesini...?" desis Ki Rabul mengenali laki-laki tua yang serba merah itu.
Gumaman Ki Rabul yang begitu pelan, masih bisa terdengar juga oleh Pendekar Rajawali Sakti. Dan pemuda berbaju rompi putih itu melirik sedikit pada Ki Rabul yang masih menggendong bocah kecil berusia sekitar tujuh tahun. Mata tanpa dosa itu malah memandangi laki-laki tua yang dirasakannya sangat aneh.
"Hehehe....Kau pasti yang bernama Ki Rabul!" kata laki-laki aneh berjubah merah itu seraya menunjuk Ki Rabul.
"Benar!" sahut Ki Rabul tegas." Ada apa kau mencariku, Iblis Racun Merah?"
"Hahaha...!" laki-laki tua berjubah merah yang dipanggil Iblis Racun Merah itu tertawa terbahak-bahak.
Suara tawanya begitu keras menggelegar, menyakitkan gendang telinga. Sampai-sampai, Badil menutup telinga dengan kedua tangannya. Rangga tahu kalau tawa itu mengandung pengerahan tenaga dalam. Maka Pendekar Rajawali Sakti langsung mengambil Badil dari gendongan Ki Rabul, kemudian menyerahkannya pada Lasini. Segera disuruhnya Lasini agar membawa adiknya menyingkir sejauh mungkin. Tanpa membantah sedikitpun, gadis itu pergi. Tapi dia tidak pergi jauh, dan pandangannya terarah pada mereka yang berada didepan pondoknya.
"Dengar, Ki Rabul! Aku datang untuk menagih hutang padamu!" tegas Iblis Racun Merah, namun terdengar dingin nada suaranya.
"Hm..., kita belum pernah bertemu. Jadi, bagaimana bisa aku punya hutang padamu?" sahut Ki Rabul datar.
"Memang kau tidak secara langsung berhutang, tapi anakmu telah berhutang nyawa padaku!" bentak si Iblis Racun Merah lantang.
Ki Rabul tersenyum sinis. Terdengar dengusan napasnya yang keras. Sementara Rangga hanya diam saja mendengarkan. Sungguh tidak disangka kalau laki-laki tua ini begitu banyak mempunyai musuh. Bahkan yang menginginkan kematiannya adalah tokoh-tokoh rimba persilatan kelas tinggi. Seperti siang tadi, lima orang berkemampuan cukup tinggi telah datang dan ingin membunuhnya. Dan sekarang, muncul seorang laki-laki tua aneh berjubah merah yang seluruh rambutnya berwarna merah menyala. Dia juga menginginkan kematian Ki Rabul.
Rangga jadi bertanya-tanya, siapa sebenarnya Ki Rabul ini? Namun belum juga pertanyaan Pendekar Rajawali Sakti itu terjawab, mendadak saja laki-laki berjubah merah yang berjuluk Iblis Racun Merah itu sudah melompat bagaikan kilat menerjang Ki Rabul. Tongkat merah yang bagian atasnya berbentuk kepala tengkorak manusia itu dikebutkan keras, sehingga menimbulkan suara angin menderu bagai topan.
"Hiyaaa...!"
"Hup!"
Cepat sekali Ki Rabul melompat kebelakang, sehingga tebasan tongkat itu hanya mengenai tempat kosong. Sementara Rangga yang tadi berada disampingnya, jadi terkejut. Ternyata Pendekar Rajawali Sakti merasakan adanya hembusan angin keras dan terasa panas. Maka cepat-cepat kakinya ditarik ke belakang. Tepat pada saat itu, si Iblis Racun Merah mengibaskan ujung tongkatnya ke arah pemuda berbaju rompi putih itu.
"Uts...!"
Bukan main terkejutnya Pendekar Rajawali Sakti, karena si Iblis Racun Merah mampu memutar tongkat demikian cepat luar biasa dan tidak terduga samas ekali. Biasanya seseorang yang menghantamkan tongkat dari atas kebawah, harus menarik dulu tongkatnya sebelum melakukan serangan kembali. Tapi laki-laki tua berjubah merah itu malah langsung memutar tongkatnya, lalu mengibaskan kesamping tanpa menghentikan gerakan arus tongkatnya. Hal ini membuat Rangga harus mengakui kehebatan si Iblis Racun Merah.
Kalau saja Rangga tidak cepat menarik kakinya kebelakang, sudah pasti ujung tongkat si Iblis Racun Merah akan menghantam tubuhnya. Namun serangan laki-laki tua itu hanya lewat di depan tubuh Pendekar Rajawali Sakti. Meskipun serangannya luput, namun sudah membuat Rangga sedikit terhuyung terkena angin sambaran tongkat itu.
"Gila...!" dengus Rangga dalam hati.
"Hehehe...!" Iblis Racun Merah tertawa terkekeh sambil menarik pulang tongkatnya. Segera dihentakkan ujung tongkatnya ketanah diujung jari kaki.
Sementara itu Ki Rabul menggeser kakinya, mendekati Pendekar Rajawali Sakti. Laki-laki tua itu sudah siap mencabut goloknya yang terselip dipinggang. Sedangkan Rangga hanya berdiri tegak, menatap tajam tanpa berkedip kearah laki-laki tua berjubah merah itu. Suara tawa si lbiis Racun Merah masih terdengar sumbang.
"Aku tahu siapa dirimu, Anak Muda. Kuharap kau tidak mencampuri urusan pribadiku dengan Ki Rabul!" tegas Iblis Racun Merah, dingin nada suaranya.
"Hm...," Rangga hanya bergumam kecil.
"Menyingkirlah, Pendekar Rajawali Sakti! Ini bukan urusanmu, tapi urusan pribadiku dengan manusia pengkhianat itu!" bentak si Iblis Racun Merah, lantang nada suaranya.
"Dia tidak akan menyingkir! Aku sudah memintanya untuk melindungiku!" dengus Ki Rabul tegas.
"Phuah...!" Iblis Racun Merah menyemburkan ludahnya dengan sengit. Laki-laki tua berjubah merah itu menatap Ki Rabul tajam, kemudian beralih pada pemuda berbaju rompi putih yang berada disamping laki-laki tua itu. Sorot matanya memerah dan begitu tajam, seakan-akan ingin menghanguskan dua orang yang berada didepannya.
"Dengar, Iblis Racun Merah. Sebenarnya urusanmu bukan denganku, tapi dengan anakku! Dan sekarang, aku punya hak untuk mendapatkan seorang pembela yang akan menghadapimu, atau siapa saja yang mencoba mengganggu kehidupanku!" tegas Ki Rabul.
"Hahaha...!" Iblis Racun Merah tertawa terbahak-bahak, dan langsung menatap Pendekar Rajawali Sakti.
"Bagus! Jika kau memang benar berada di belakang manusia busuk itu, berarti aku tidak perlu lagi bersusah-payah mencarimu untuk bertanding, Pendekar Rajawali Sakti. Sudah lama aku ingin bertemu denganmu. Kita buktikan, siapa diantara kita yang lebih berhak menguasai rimba persilatan!"
Mendengar hal itu, Rangga jadi mendengus keras. Pendekar Rajawali Sakti paling tidak suka mendengar tantangan yang bernada pongah. Baginya, tidak ada seorangpun yang bisa menguasai seluruh dunia. Saat ini, mungkin dirinya memang yang paling tangguh. Tapi bukannya tidak mustahil bakal ada orang lain lagi yang lebih tinggi ilmunya daripada dirinya. Atau mungkin dibelahan bumi lain, ada yang lebih tinggi lagi saat ini. Yang pasti, tingginya gunung, masih lebih tinggi langit. Dan di atas langit, masih ada yang lebih tinggi lagi. Begitu seterusnya.
Trak!
Iblis Racun Merah menghentakkan tongkatnya hingga menyilang didepan dada. Di genggamnya bagian tengah tongkat merah itu dengan kedua tangannya. Pelahan kakinya bergeser kesamping, setengah memutari tubuh Pendekar Rajawali Sakti dan Ki Rabul. Pandangan matanya begitu tajam menusuk, seakan-akan tengah mengukur tingkat kepandaian dua orang lawannya itu.
"Aku minta kau menyingkir lebih dahulu, Pendekar Rajawali Sakti. Aku akan menyelesaikan urusanku dulu dengan manusia pengkhianat itu!" datar dan dingin sekali nada suara si Iblis Racun Merah.
Sebentar Rangga melirik Ki Rabul. Rupanya Pendekar Rajawali Sakti tengah mempertimbangkan permintaan laki-laki berjubah merah itu. Sedangkan Ki Rabul hanya menatap Rangga. Sinar matanya menyiratkan permohonan kepada Pendekar Rajawali Sakti agar dirinya tidak sampai bertarung melawan laki-laki berjubah merah itu. Dari sorot mata Ki Rabul, Rangga sudah bisa mengerti. Maka didorong halus dada laki-laki tua itu agar ke belakang. Ki Rabul tersenyum senang. Bergegas kakinya melangkah mundur menjauhi tempat itu.
"Phuih! Keparat kau Rabul...!" geram si Iblis Racun Merah.
Iblis Racun Merah benar-benar geram akan sikap Ki Rabul yang dianggapnya pengecut. Sepertinya, laki-laki itu hanya melindungi dirinya sendiri dibelakang nama besar Pendekar Rajawali Sakti. Namun laki-laki berjubah merah yang kini sudah berhadapan dengan Rangga, tidak mungkin lagi menarik mundur. Mulutnya tadi sudah sesumbar akan menantang pendekar muda itu dalam pertarungan tunggal.
"Kau tadi mengatakan ingin menantangku, Kisanak. Nah, sekarang aku sudah siap menerima tantanganmu," tegasRangga.
"Huh! Kau terlalu pongah, Pendekar Rajawali Sakti!" dengus Iblis Racun Merah. Pendekar Rajawali Sakti merentangkan tangannya. Dipersilakannya laki-laki tua berjubah merah itu untuk menyerang lebih dahulu. Melihat pemuda berbaju rompi putih itu sudah siap menerima serangan, Iblis Racun Merah menyemburkan ludahnya. Dari sikapnya, terlihat jelas kalau laki-laki tua berjubah merah itu ragu-ragu dalam menghadapi Pendekar Rajawali Sakti.
"Phuih! Kepalang tanggung!" dengus Iblis Racun Merah dalam hati.
Iblis Racun Merah memang tidak bisa lagi melakukan apa-apa, selain harus bertarung melawan Pendekar Rajawali Sakti. Mulutnya sudah sesumbar untuk menantang pemuda berbaju rompi putih itu. Jika sampai diurungkan, sudah pasti seluruh rimba persilatan akan menertawakannya. Maka tak akan ada lagi tempat baginya di dunia ini jika hal itu terjadi.
Bahkan pendekar tanggung pun akan menantang bertarung tanpa menghiraukan julukannya yang sudah membuat tokoh-tokoh rimba persilatan harus berpikir dua kali jika harus berhadapan dengannya. Kini, Iblis Racun Merah harus menghadapi seorang pendekar digdaya yang sangat ditakuti dan disegani, baik oleh golongan putih maupun golongan hitam. Dan semua itu karena berbicaranya tidak dipikirkan lebih dahulu. Jelas kalau perkataannya tadi sudah menyinggung, dan diterima bulat-bulat Pendekar Rajawali Sakti. Seorang tokoh persilatan tidak akan undur setapakpun jika menerima tantangan terbuka seperti ini.
"Silakan, kau yang menjual dan aku siap membeli daganganmu," kata Rangga kalem.
"Phuih!" lagi-lagi Iblis Racun Merah menyemburkan ludahnya.
Pelahan laki-laki berjubah merah itu menggeser kakinya kesamping. Tongkatnya diputar pelahan didepan dada. Pandangan matanya begitu tajam menusuk. Sedangkan Pendekar Rajawali Sakti masih berdiri tegak dengan tangan merentang terbuka kesamping. Bibirnya tidak pernah lepas menyunggingkan senyuman.
"Hup! Hyeaaa...!"
Sambil berteriak keras melengking tinggi, laki-laki tua berjubah merah itu melompat menerjang sambil mengibaskan ujung tongkatnya tiga kali ke beberapa bagian tubuh Pendekar Rajawali Sakti. Namun manis sekali, Rangga meliuk-liukkan tubuhnya menghindari serangan si Iblis Racun Merah. Sedikitpun kakinya tidak bergeser, tapi serangan laki-laki tua itu tidak mengenai sasaran sama sekali. Tentu saja hal ini membuat si Iblis Racun Merah jadi geram bukan main.
"Setan! Hiyaaat...!"
Iblis Racun Merah memperhebat serangan-serangannya. Seluruh kekuatan tenaga dalamnya dikerahkan, dan langsung disalurkan pada tongkatnya. Sehingga tongkat merah itu semakin bersinar bagai terbakar. Hebatnya, setiap kebutan tongkatnya selalu mengeluarkan hawa panas menyengat.
"Hawa racun...," desis Rangga dalam hati. Dan memang, si Iblis Racun Merah sudah mengeluarkan jurus andalannya yang paling ditakuti, Jurus Tongkat Beracun. Suatu jurus berbahaya yang mengandung hawa racun pada setiap kibasan tongkatnya. Racun itu sangat dahsyat dan mematikan. Biasanya, lawan yang berhadapan dengannya tidak akan tahan lama bila menghirup udara yang sudah tercemar racun itu. Lawan akan menjadi pening, dan seluruh tubuhnya menjadi panas seperti terbakar.
Sementara Rangga melayani laki-laki tua berbaju merah itu dengan menggunakan jurus Sembilan Langkah Ajalb. Suatu jurus yang sering digunakan jika bertarung satu lawan satu. Dengan jurus ini. Pendekar Rajawali Sakti bisa menjajaki, sampai dimana tingkat kepandaian lawan sebelum mulai membalas serangan. Gerakan-gerakan yang dilakukan Pendekar Rajawali Sakti itu sungguh sukar diterka. Bahkan sepertinya tidak melakukan permainan jurus sama sekali. Terkadang tubuhnya doyong hampir jatuh.
Bahkan terkadang bergelimpangan ditanah, lalu dengan cepat bangkit berdiri. Sepertinya, pemuda berbaju rompi putih itu bagai orang mabuk, kebanyakan minum arak. Melihat ini, si Iblis Racun Merah menyangka kalau Pendekar Rajawali Sakti sudah terkena pengaruh racun yang disebarkan melalui tongkatnya. Dan memang, setiap lawan yang sudah tidak tahan oleh racunnya, akan mengalami hal serupa. Gerakan-gerakannya jadi kacau, dan tubuhnya limbung tak terkendali lagi.
"Hiya! Yeaaah...!"
Iblis Racun Merah semakin memperhebat serangan-serangannya. Dia benar-benar menyangka kalau pertarungan ini akan mudah dimenangkannya, karena Rangga tidak memberi perlawanan sama sekali. Pendekar Rajawali Sakti itu hanya berkelit dan menghindar, seperti tak mampu memberi perlawanan. Namun sampai sejauh ini, si Iblis Racun Merah masih belum juga bisa mendesak. Bahkan tak satupun dari serangannya yang berhasil mengenai sasaran. Semuanya dapat dihindari Pendekar Rajawali Sakti. Yang lebih menjengkelkan lagi, pemuda itu bisa menghindar, meskipun dalam keadaan kritis.
"Kurang ajar...! Kau mempermainkan aku, Bocah Keparat...!" geram Iblis Racun Merah begitu menyadari kekeliruannya.
Sementara Rangga hanya tersenyum saja sambil terus bergerak menghindari setiap serangan yang datang. Tapi sekarang, sesekali diberikannya serangan balasan, meskipun tidak berarti. Memang, pukulan maupun tendangan yang dilontarkan Rangga tidak berbahaya sama sekali. Bahkan terkesan lamban. Tentu mudah bagi si Iblis Racun Merah untuk menghindarinya.
"Hup...!" Iblis Racun Merah melompat ke belakang sejauh tiga batang tombak.
Seketika Pendekar Rajawali Sakti menghentikan gerakannya, lalu berdiri tegak dengan tangan melipat didepan dada. Sedangkan si Iblis Racun Merah sudah bersiap mengerahkan jurus lainnya.
"Hih! Yeaaah...!"
Sambil berteriak keras melengking, laki-laki tua berjubah merah menyala itu melompat cepat bagai kilat. Ujung tongkatnya tertuju lurus kearah dada pemuda berbaju rompi putih. Dan begitu ujung tongkat hampir menyambar dada, Pendekar Rajawali Sakti cepat sekali menarik tubuhnya kesamping agak miring. Lalu dengan cepat pula tangannya dikibaskan ke arah lambung.
"Yeaaah...!"
Beghk!
"Ughk...!" Iblis Racun Merah mengeluh pendek. Seketika perutnya terasa mual. Laki-laki tua berjubah merah itu terpental balik ke belakang sejauh tiga batang tombak. Dan sebelum menyentuh tanah, Rangga sudah melompat menerjang seraya melontarkan satu pukulan keras dari jurus Pukulan Maut Paruh Rajawali.
"Hiyaaat..!"
"Hah...!"
Iblis Racun Merah terperangah melihat kedua kepalan tangan Pendekar Rajawali Sakti jadi memerah bagai terbakar. Ditambah lagi, lompatan pemuda berbaju putih itu demikian cepat bagai kilat. Buru-buru Iblis Racun Merah menggulirkan tubuhnya kesamping. Maka pukulan Rangga hanya menghantam tanah, tempat laki-laki tua itu tadi tergeletak setelah terkena sodokan pada lambungnya.
"Hup!"
Cepat-cepat Iblis Racun Merah melompat bangkit berdiri. Tiba-tiba dia berdahak, dan memuntahkan darah kental dari mulutnya. Rupanya sodokan pada lambungnya mengandung tenaga dalam tinggi, sehingga laki-laki tua itu terluka dalam cukup parah. Sedangkan pukulan Pendekar Rajawali Sakti yang menghantam tanah, membuat bumi jadi berguncang hebat disertai ledakan dahsyat menggelegar. Tampak tanah bekas pukulan pemuda berbaju rompi putih itu berlubang besar. Tampak pula debu mengepul membumbung tinggi ke angkasa.
"Gila...!" desis Iblis Racun Merah terbeliak menyaksikan kedahsyatan pukulan pemuda itu.
Rangga memutar tubuhnya, berbalik menghadap Iblis Racun Merah. Sepasang bola mata Pendekar Rajawali Sakti itu memerah, menyorot tajam. Seakan-akan tatapan itu hendak melumat habis tubuh tua berjubah merah didepannya. Pelahan laki-laki berjubah merah itu melangkah mundur.
"Kau kuberi kesempatan hidup, Kisanak. Tapi jangan coba-coba mengganggu Ki Rabul, atau orang-orang lain yang tidak bersalah denganmu," kata Rangga mendesis tajam.
"Hhh...! Kali ini kau boleh merasa menang, Pendekar Rajawali Sakti. Tapi lain kali, kau akan berlutut memohon belas kasihan padaku!" dengus Iblis Racun Merah.
"Silakan pergi dari sini!" bentak Rangga keras.
"Phuih!" Iblis Racun Merah menyemburkan ludahnya. Tapi semburan ludahnya berwarna merah. Dan saat itu juga Iblis Racun Merah menyadari kalau dirinya terluka dalam cukup parah. Itu berarti harus segera disembuhkan, sebelum menjadi lebih parah lagi. Sambil mengumpat dan mengancam, laki-laki tua berjubah merah itu segera melompat pergi. Begitu cepat lesatannya, sehingga dalam waktu sekejap saja sudah lenyap ditelan kegelapan malam.
Rangga memutar tubuhnya, lalu melangkah menghampiri Ki Rabul yang berdiri disamping Lasini yang menggendong adiknya. Mereka menghampiri Pendekar Rajawali Sakti. Pemuda berbaju rompi putih itu kemudian mengambil Badil dari gendongan Lasini, lalu menggendongnya sambil tersenyum, memijit hidung bangir bocah itu.
"Ah! Kenapa tidak dibunuh saja dia, Nak Rangga?" ujar Ki Rabul menyayangkan sikap Rangga yang membiarkan si Iblis Racun Merah pergi begitu saja.
"Dia hanya menantangku, dan tidak ada alasan bagiku untuk membunuhnya, Ki," jelas Rangga.
"Tapi, dia bisa datang lagi. Aku bukannya takut, tapi mencemaskan Lasini dan Badil. Dia itu licik. Segala cara akan ditempuhnya demi mencapai kemenangan," ada nada kecemasan pada suara Ki Rabul.
"Untuk saat ini dia tidak akan kembali. Luka dalamnya harus disembuhkan dulu, dan itu membutuhkan waktu paling tidak satu pekan lamanya. Kalau dia memang mempunyai cukup hawa murni, mungkin bisa tiga hari," kembali Pendekar Rajawali Sakti menjelaskan dengan tenang.
"Yahhh..., mudah-mudahan saja lukanya bertambah parah," desah Ki Rabul berharap.
Rangga menepuk pundak laki-laki tua itu, lalu mengajak semuanya masuk ke dalam pondok. Lasini melangkah disamping kanan Pendekar Rajawali Sakti itu, Hatinya benar-benar kagum dengan ketangkasan pemuda tampan berbaju rompi putih ini. Sudah dua kali gadis itu menyaksikan Rangga bertarung, dan itu membuatnya semakin kagum. Bahkan Lasini tidak malu-malu lagi kalau hatinya sudah terpaut pada pemuda ini. Terlebih lagi Badil.
Tampaknya bocah itu benar-benar mengagumi dan menyukai Rangga. Belum pernah Lasini melihat Badil begitu cepat akrab dengan orang yang baru dikenalnya. Mereka semua masuk kedalam pondok. Rangga membesarkan nyala pelita, kemudian duduk dikursi bambu yang berada dibawah jendela. Sedangkan Lasini masuk kedalam kamar bersama adiknya. Di dipan bambu, Ki Rabul duduk mencangkung memeluk lutut, dan punggungnya bersandar pada dinding. Tak ada yang berbicara, dan masing-masing sibuk dengan pikirannya. Sedangkan Rangga mulai memejamkan matanya, karena ingin sedikit melemaskan otot-ototnya yang terasa menegang sejak siang tadi.

***

45. Pendekar Rajawali Sakti : Satria Baja HitamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang