BAGIAN 4

829 27 0
                                    

Rangga tersentak bangun dari tidurnya ketika mendengar derap kaki kuda menuju pondok ini. Ternyata bukan hanya Pendekar Rajawali Sakti saja yang terbangun, melainkan Ki Rabul dan Lasini. Mereka bergegas menghampiri pintu dan membukanya lebar-lebar. Ketiga orang itu segera melangkah keluar. Tampak seorang penunggang kuda memacu cepat kudanya menuju kearah pondok. Kuda berwarna putih itu meringkik keras sambil mengangkat kedua kaki depannya tinggi-tinggi begitu tali kekangnya ditarik. Penunggang kuda itu langsung melompat, dan mendarat ringan di depan Ki Rabul yang berdiri paling depan didampingi Rangga dan Lasini.
"Ayah...!" seru penunggang kuda yang mengenakan baju warna putih ketat itu.
Ternyata, dia seorang pemuda berwajah cukup tampan. Tubuhnya tinggi tegap dan otot-ototnya bersembulan. Tubuh kekar itu berkilatan karena tersiram keringat yang membasahi seluruh tubuhnya. Tampak sebilah pedang tersampir di pinggangnya. Pemuda itu langsung menghampiri Ki Rabul dan berlutut memeluk kaki laki-laki tua itu. Sedangkan Ki Rabul hanya diam terpaku, sepertinya tidak mengenali pemuda itu, atau bisa jadi memang tidak menyukai kehadirannya. Pemuda itu mengangkat kepalanya, memandang wajah laki-laki tua yang tetap berdiri terpaku memandang lurus kedepan. Pelahan dia bangkit berdiri.
"Ayah..., maafkan aku. Aku telah membuatmu menderita," ucap pemuda itu agak tersendat suaranya.
"Untuk apa datang kesini?" tanya Ki Rabul, agak ketus nada suaranya.
"Aku datang karena mendengar Ayah disiksa oleh mereka. Aku ingin menuntut balas pada mereka, Ayah. Tidak ada seorangpun yang boleh menghina Ayah sedemikian rupa," tegas pemuda itu.
"Bukan kau yang membalas dendam, tapi mereka yang membalas dendam padamu!" sentak Ki Rabul tegas.
"Aku mengakui kesalahanku, Ayah. Tapi tidak seharusnya mereka menyiksa Ayah"
"Aku hanya orang tua. Dan sudah sepantasnya orangtua menanggung semua akibat perbuatan anaknya. Kau datang kesini hahya mencari penyakit saja, Teruna. Kau akan memperburuk keadaan!"
Pemuda yang dipanggil Teruna itu memandangi wajah Ki Rabul yang dipanggilnya dengan sebutan ayah. Pandangannya kemudian beralih pada Lasini dan Pendekar Rajawali Sakti. Saat menatap pemuda berbaju rompi putih, sinar matanya jadi bersinar lain. Cukup lama dia memandang Pendekar Rajawali Sakti. Sedangkan yang dipandang hanya tersenyum saja sambil mengangkat sedikit pundaknya.
"Ayah, bisa aku bicara berdua saja denganmu?" pinta Teruna, kembali memandang ayahnya.
"Untuk apa? Aku sudah cukup banyak terlibat. Dan sekarang aku tidak sudi dilibatkan lagi, Teruna. Kau sudah besar, dan sudah bisa menentukan hidupmu sendiri. Kau harus bisa mempertanggungjawabkan segala perbuatanmu," tegas Ki Rabul merasa enggan untuk berbicara lagi.
"Aku mohon, Ayah. Sebentar saja," pinta Teruna berharap.
"Kenapa tidak dibicarakan saja disini?"
Teruna tidak menjawab, tapi malah memandang Rangga dan Lasini yang berada disamping Ki Rabul. Laki-laki tua kurus itu melirik pada mereka, kemudian mengayunkan kakinya menuju samping pondok. Sebentar Teruna melirik Rangga, kemudian bergegas mengikuti Ki Rabul. Sementara Lasini dan Rangga saling berpandangan saja.
"Apakah dia anaknya Ki Rabul, Kakang?" tanya Lasini seperti bertanya untuk dirinya sendiri.
Rangga menjawab hanya dengan mengangkat bahunya saja. Pendekar Rajawali Sakti itu memutar tubuhnya, lalu berjalan menuju pancuran yang berada dibagian lain dari pekarangan pondok kecil ini. Pancuran itu berasal dari mata air dibelakang bukit, dan dialirkan melalui bambu yang disambung-sambung, hingga sampai kepondok itu. Rangga membasuh mukanya. Air pancuran itu memang terasa sejuk menyegarkan.
Kembali tubuhnya diputar. Agak terkejut juga Pendekar Rajawali Sakti, karena Lasini sudah ada di dekatnya. Gadis itu juga membasuh muka, leher, dan tangannya. Mereka kemudian sama-sama duduk dibawah pohon dekat pancuran itu, dan sama-sama memandang kearah tempat Ki Rabul dan anaknya sedang berbicara. Entah apa yang dibicarakan. Sebenarnya Rangga bisa saja mendengarkan pembicaraan itu dengan mempergunakan ilmu Pembeda Gerak dan Suara. Tapi itu tidak dilakukan, karena seperti orang yang ingin ikut campur urusan orang lain saja.
"Apa yang mereka bicarakan, Kakang?" tanya Lasini lagi.
"Entahlah," sahut Rangga agak mendesah.
"Tampaknya Ki Rabul tidak menyukai anaknya, Kakang. Kenapa bisa begitu ya...?" kembali Lasini bertanya seperti untuk dirinya sendiri.
"Mungkin urusan pribadi," sahut Rangga seenaknya.
Lasini tidak bertanya lagi, karena pada saat itu Ki Rabul menghampiri mereka. Tampak wajah laki-laki tua itu memberengut seperti sedang menahan kemarahan, Atau mungkin juga sedang jengkel pada anaknya. Sebenarnya Lasini ingin bertanya, tapi Rangga sudah keburu mencegahnya.

45. Pendekar Rajawali Sakti : Satria Baja HitamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang