lima

11 2 0
                                    

Hari yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Hari dimana akhir dari masa SMA nya. Para teman seperjuangannya sepertinya benar-benar bahagia. tangis haru, tangis sedih menghiasi setiap raut wajahnya. Pelukan pelukan hangat mereka berikan pada siapa yang mereka anggap sebagai tempat ternyamannya. Tidak ada lagi Omelan dari pak Aji yang selalu terdengar ketika telat menuju sekolah, tidak ada lagi sidak rambut yang dilakukan bu Sari. Semuanya sudah menjadi kenangan

Setelah wisuda terlaksanakan, Kinan menemukan seseorang yang sering kali menghilang. Memberikan sebuah peluk yang sangat eratㅡ seperti tak mau untuk dilepaskan. Seseorang itu memberikan sepucuk mawar merah dan tentu saja Kinan menerimanya dengan senang hati.

"Lama menghilang tapi pulang-pulang membawa setangkai mawar. jangan bilang menghilangmu untuk memetiknya digunung, haha"

"Benar."

Kinan terdiam, ternyata gurauannya benar padahal ia tak sengaja menebak. Tapi apa harus memberikan setangkai bunga dari gunung? kenapa tidak ditoko bunga saja yang lebih dekat tak perlu jauh-jauh

"Buat apa jauh-jauh? ditoko bunga banyak"

"Aku butuh tantangan. dan memetik bunga yang kau genggam dipuncak gunung merupakan hal yang menantang"

"Bodoh."

Apa Juang sedang melawak? tapi kenapa lawakannya benar-benar garing. Apa dia sebegitunya menyukai sebuah tantangan? Bawa mawar dari rumah dipetik dipuncak gunung tertinggi. Bukankah itu suatu hal yang bodoh? kenapa tidak dipetik langsung dirumahnya? Juang, kamu benar-benar lelaki yang sulit ditebak.

Kinan terus menerus memandangi mawar yang baru saja Juang berikan, sekali-kali mencium aroma khasnya. Juang hanya bisa menatap Kinan dengan senyuman, ia senang jika Kinan menyukai mawar yang beberapa bulan ini ia rawat dengan cukup baik.

"Setelah lulus mau kuliah apa langsung nikah?" goda Juang

"Nikah? emang udah punya mahar buat ngelamar?"

"Kalau mau, kenapa enggak?"

"Apasih, Juang!"

Pipinya sudah memerah, dia merasa malu. benar-benar malu, tapi sangat senang. Juang malah tertawa tanpa dosa, bisa-bisanya percakapan ini menjadi bahan guyonan. Kinan tidak akan goyah lagi!

Juang tertawa karena ia merasa bangga, bisa membuat pipi Kinan memerah hanya dalam hitungan detik. Mungkin ini akan menjadi rekor terbarunya. Disela-sela kesibukan mereka dengan pikiran. Aldi datang membawa buket bunga dan sebatang coklat

"Kin, selamat hari kelulusan dan ini buat kamu"

"Eh? gausah, Al. itu buat kamu aja"

"Aku sudah meniatkan bunga dan coklat ini buat kamu, Kin."

Dengan terpaksa Kinan menerimanya. Tak enak hati menerima tak enak hati juga menolak. Dan tiba-tiba saja Aldi memeluknya erat padahal disana ada Juang yang melihat. Apa dia akan marah? cemburu? sepertinya asik melihat Juang cemburu, ia ingin tahu ekspresinya

"Eh, duluan, Kin.

Belum sempat Kinan mengucap terimakasih Aldi sudah pergi meninggalkan dua insan ini, tak mengganggu lagi. Juang hanya bersikap biasa-biasa saja seperti tak terjadi apa-apa. Raut wajahnya sama, masih dengan senyuman. Tak mengucapkan sepatah kata apapun. Apa dia tak cemburu?

"Gak cemburu lagi nih?"

"Gak,"

"Kok enggak?"

"Dihatimu cuma ada aku, buat apa cemburu?"

──────────────────────

tbc.

 certaintyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang