Jeritan panjang Eyang Congkok yang terakhir, menyentakkan hati Paranti yang sudah jauh dari tempat pertarungan tadi. Gadis itu menghentikan larinya seketika, lalu memutar tubuhnya. Kecemasan terpancar jelas di seputar wajahnya. Jelas sekali kalau jeritan panjang melengking itu adalah jeritan kematian Eyang Congkok.
Hati Paranti jadi diliputi kebimbangan. Tanpa disadari, dirabanya gelang hitam berbentuk ular yang ekornya berwarna keemasan membelit kepala, di pergelangan tangannya. Gelang ini rupanya sudah begitu banyak meminta korban nyawa. Dan baru saja nyawa Eyang Congkok terbang melayang.
“Tidak...! Aku harus membawa gelang ini pada paman,” Paranti berbicara sendiri.
Setelah memantapkan hatinya, tubuhnya kembali diputar. Namun belum juga kakinya terayun melangkah, mendadak saja matanya membeliak lebar. Entah kapan dan dari mana datangnya, tahu-tahu di depannya sudah berdiri seorang pemuda berbaju rompi putih. Tampak gagang pedang yang berbentuk kepala burung, menyembul dari balik punggungnya.
“Rangga...,” desis Paranti mengenali pemuda berbaju rompi putih itu.
Pemuda tampan itu memang Rangga yang lebih dikenal berjuluk Pendekar Rajawali Sakti. Rangga mengayunkan kakinya beberapa langkah mendekati Paranti. Gadis itu masih berdiri, namun hatinya tersekat rasa terkejut atas kemunculan Pendekar Rajawali Sakti itu yang amat tiba-tiba. Sungguh tidak disangka kalau akan secepat ini Rangga bisa mengetahuinya.
“Kenapa kau lari begitu saja, Paranti?” agak dingin nada suara Rangga.
“Aku tidak ingin menyusahkan orang lain,” sahut Paranti.
“Kau sudah membuat susah orang lain, Paranti. Sebaiknya kembalikan saja apa yang kau ambil dari Murasi,” Rangga langsung saja bicara pada pokok persoalannya.
“He...! Jangan menuduh sembarangan, ya...!” bentak Paranti, langsung membeliak matanya.
“Aku tidak akan berkata seperti itu kalau kau tidak memperlihatkan apa yang kau ambil, Paranti.”
Kali ini Paranti benar-benar terkejut. Buru-buru tangan kanannya disembunyikan di balik tubuhnya. Baru disadari kalau sekarang telah memakai gelang yang diambilnya dari Murasi. Hanya sebentar saja gadis itu gelagapan, namun cepat bisa menguasai dirinya kembali.
“Kau akan menambah kesulitan. Bukan saja bagi dirimu sendiri, tapi juga bagi orang lain, Paranti. Sebaiknya, berikan saja gelang itu pada pemiliknya. Tidak ada gunanya bagimu,” tegas Rangga lagi.
“Kalau aku tidak mau...?” ketus nada suara Paranti.
Percuma saja Paranti berbohong. Toh, Pendekar Rajawali Sakti ini sudah mengetahui semuanya. Gadis itu tidak lagi menyembunyikan tangannya di balik tubuh. Dan kini malah bertolak pinggang dengan sikap menantang. Wajah yang cantik, semakin terlihat cantik kalau menegang demikian.
“Gelang itu tidak ada gunanya bagimu, Paranti. Akan membuat kesulitan saja,” bujuk Rangga.
“Heh...! Enak saja kalau bicara. Apa kau kira si Murasi itu mampu mempertahankan gelang ini dari si Siluman Kera...? Baru melihat tampangnya saja pasti sudah pingsan,” terdengar sinis kata-kata Paranti.
“Murasi memang tidak setangguh dirimu, Paranti. Tapi dia pemiliknya. Bisa atau tidak mempertahankannya, itu terserah dia. Kau tidak berhak atas gelang itu.”
“Siapa bilang...?! Semua orang berhak atas gelang ini. Dan sekarang gelang ini sudah berada di tanganku. Itu berarti aku yang berhak memilikinya. Kalau kau ingin memiliki, maka harus merebut dariku!” tegas sekali katakata Paranti.
“Kau benar-benar gadis pembawa masalah,” desis Rangga menggeram. Kesabaran Pendekar Rajawali Sakti sudah hampir habis. Namun, masih tetap bertahan untuk tidak terpancing atas sikap Paranti yang liar dan sedikit keras kepala itu.
“Ayo, rebut gelang ini dariku. Gelarmu Pendekar Rajawali Sakti, maka tentunya bukan pendekar kosong yang hanya bisa bicara dan menggertak saja, bukan? Ayo, serang dan rebut gelang ini dariku,” tantang Paranti, pongah.
“Aku tidak ingin bertarung denganmu, Paranti,” Rangga masih mencoba bersabar.
“Kenapa?! Kau bukan laki-laki pengecut, kan...?” ejek Paranti memanasi.
Rangga menggeleng-gelengkan kepalanya. Pendekar Rajawali Sakti benar-benar tidak ingin bertarung dengan gadis ini, karena tahu kalau gelang itu diambil bukan untuk dirinya sendiri. Gelang itu untuk seseorang yang dipanggilnya dengan sebutan paman. Memang Paranti tadi menyebut tentang pamannya. Dan Rangga sudah sejak tadi mengikuti gadis ini. Bahkan mengetahui pertarungan gadis itu yang ditemani seorang laki-laki tua berjubah hijau melawan orang-orang Siluman Kera.
Pendekar Rajawali Sakti juga mendengar semua percakapan Paranti dengan Eyang Congkok. Bahkan ikut menyaksikan pertarungan itu. Rangga langsung mengikuti Paranti, saat gadis itu berhasil keluar dan melarikan diri dari kancah pertarungan. Rangga pun tahu kalau Eyang Congkok pasti sudah tewas. Hanya saja dia tidak tahu, untuk apa orang yang selalu dipanggil dengan sebutan paman itu menginginkan Gelang Naga Soka...?
“Baik. Kalau kau tidak ingin menyerang, aku yang akan menyerangmu,” tegas Paranti dingin.
“Jangan lakukan itu, Paranti. Tidak ada gunanya...,” Rangga mencoba mencegah.
“Terlambat, Pendekar Rajawali Sakti. Bersiaplah! Hiyaaat..!”
Paranti langsung saja melompat menerjang pemuda berbaju rompi putih itu. Serangannya cepat luar biasa, dibarengi pukulan beberapa kali yang mengandung pengerahan tenaga dalam cukup tinggi.
“Heps...!”
Cepat-cepat Rangga mengegoskan tubuhnya, menghindari serangan-serangan Paranti yang gencar sekali. Pendekar Rajawali Sakti itu langsung saja menggunakan jurus ‘Sembilan Langkah Ajaib’. Tapi kali ini tujuannya lain dari biasanya. Yang jelas, bukannya hendak mengukur kemampuan ilmu olah kanuragan yang dimiliki gadis itu, tapi memang enggan bertarung.
KAMU SEDANG MEMBACA
49. Pendekar Rajawali Sakti : Gelang Naga Soka
ActionSerial ke 49. Cerita ini diambil dari Serial Silat Pendekar Rajawali Sakti karya Teguh S. Dengan tokoh protagonis Rangga Pati Permadi yang dikenal dengan Pendekar Rajawali Sakti.