BAGIAN 8

806 31 4
                                    

Ki Jalak Ragil tidak dapat lagi menguasai amarahnya, sehingga langsung melompat menerjang Pendekar Rajawali Sakti. Pada saat yang sama, Ki Jalak Sulung juga melesat cepat menyerang dari arah berlawanan. Gerakan kedua laki-laki tua kembar itu memang cepat sekali. Namun, Rangga masih dapat mengelakkan terjangan itu dengan menarik tubuhnya ke belakang beberapa tindak. Bahkan sempat memberi sodokan dengan kedua tangannya pada dua orang tua kembar itu.
"Hiyaaa...!"
Namun tubuh kedua laki-laki tua kembar itu cepat melenting, berputar ke belakang. Sehingga sodokan tangan Pendekar Rajawali Sakti hanya menghajar angin saja. Si Kembar dari Utara kembali menyerang begitu kakinya menyentuh tanah. Mereka melakukan serangan dari dua penjuru.
Mereka benar-benar tidak menyangka kalau pemuda berbaju rompi putih yang sebaya dengan muridnya ini, memiliki kepandaian yang begitu tinggi. Meskipun sudah diserang lewat jurus-jurus maut dari dua penjuru, masih juga tangguh. Bahkan beberapa kali mereka terpaksa berjumpalitan menghindari setiap serangan balasan yang dilakukan Pendekar Rajawali Sakti.
Setelah kedua laki-laki kembar itu menghabiskan lima belas jurus, mereka segera berlompatan mundur dan menghentikan serangan. Mereka memandangi Rangga seperti tidak percaya. Seorang anak muda yang pantas menjadi muridnya, mampu bertahan sampai lima belas jurus. Bahkan tetap tegar, tidak kurang suatu apa pun juga.
"Hik hik hik.... Kalian tidak akan mampu menghadapinya...!"
Tiba-tiba saja terdengar tawa terkikik. Semua orang yang berada di padang rumput itu jadi terkejut. Dan sebelum keterkejutan mereka lenyap, mendadak saja berkelebat sebuah bayangan biru. Tahu-tahu, di depan si Kembar dari Utara telah berdiri seorang perempuan tua berjubah biru yang membawa tongkat dengan cincin emas melingkar di tengahnya.
"Syukurlah kau cepat datang, Nyai Walungkar," desah Ki Jalak Sulung mengenali perempuan tua itu.
"Mundurlah, dia bukan lawanmu," dingin sekali suara Nyai Walungkar.
Si Kembar dari Utara melangkah mundur beberapa rindak. Sementara Rangga hanya memandangi saja. Hatinya agak heran juga atas sikap si Kembar dari Utara yang begitu patuh pada perempuan tua berjubah biru ini. Mereka menuruti perintahnya tanpa membantah sedikit pun juga.
"Sejak semula sudah kuduga, kalau kedatanganmu ke sini bukan karena hendak bertemu Putri Rajawali Hitam saja, Pendekar Rajawali Sakti. Aku sengaja memberimu kebebasan, dan ternyata kau memang tangguh. Tidak percuma kau dijuluki Pendekar Rajawali Sakti," kata Nyai Walungkar, dingin menggetarkan suaranya.
Rangga hanya diam saja. Pendekar Rajawali Sakti memang pernah bertemu perempuan tua ini, ketika kemarin baru datang ke Kerajaan Galung ini. Di tempat pertemuan yang dijanjikan Intan Kemuning. Rupanya waktu itu Nyai Walungkar sudah mengenali. Rupanya dia berpura-pura dan ingin tahu sepak terjang Pendekar Rajawali Sakti di Kerajaan Galung ini. Sama sekali Rangga tidak menyadari kalau selama berada di negeri ini, Nyai Walungkar terus memperhatikan dan mengamatinya.
"Bagaimana kabar pasanganmu, Pendekar Rajawali Sakti?" tanya Nyai Walungkar, agak sinis nada suaranya.
"Pasangan yang mana maksudmu?" Rangga balik bertanya.
"Putri Patih Giling Wesi itu."
"Baik," sahut Rangga.
"Bagus! Mudah-mudahan saja dia masih hidup. He he he..."
"Apa maksudmu, Nyai Walungkar...?!" seketika Rangga merasakan tidak enak di hatinya.
"Dia berhasil lolos, tapi pukulan aji 'Racun Hitam'ku tidak akan mampu ditahan satu hari."
"Apa...? Kau...?" Rangga benar-benar terperanjat kali ini.
"Hik hik hik...! Seharusnya kau tidak membawa gadis itu ke sana, Pendekar Rajawali Sakti. Kau telah mengorbankan seorang tabib yang baik. Maka aku terpaksa melenyapkannya. Sayang, gadismu itu berhasil lolos. Tapi aku yakin, dia sudah tewas sekarang ini. Kau bisa mencari mayatnya di dalam Hutan Krambang. Hik hik hik...!"
"Iblis...!" desis Rangga, langsung memuncak amarahnya.
Tapi Nyai Walungkar tertawa terkekeh saja. Sedangkan seluruh wajah Rangga sudah memerah. Tubuh Pendekar Rajawali Sakti seperti bergetar, menahan kemarahan yang memuncak dalam dadanya. Namun amarahnya dicoba untuk tetap dikendalikan.
"Kau benar-benar keparat, Nyai Walungkar! Apa maksudmu dari semua ini, heh...?" desis Rangga, agak menggeletar suaranya.
"Aku hanya menolong mereka yang sedang membutuhkan. Seperti juga kau, Pendekar Rajawali Sakti," sahut Nyai Walungkar kalem.
"Omong kosong...!"
"Mereka semua mempunyai dendam pribadi pada Prabu Galung. Terutama pada putrinya, Ratna Kumala yang terlalu angkuh. Dia telah merasa paling cantik, sehingga menolak lamaran pemuda-pemuda berkepandaian cukup tinggi. Mereka sakit hati, dan ingin membalas penghinaan yang telah dilakukan Putri Ratna Kumala. Apa aku harus diam saja, kalau mereka meminta bantuanku untuk membalaskan sakit hatinya...?"
"Kau menolong orang-orang yang salah, Nyai Walungkar."
"Aku tidak peduli! Mereka salah atau tidak, itu urusanku! Dan karena kau mencoba menghalangi mereka mendapatkan Putri Ratna Kumala, maka aku terpaksa turun tangan sendiri untuk menghalangimu. Dan ini sudah menjadi janjiku untuk menghadang mereka yang tangguh sepertimu ini, Pendekar Rajawali Sakti."
Bet!
Rangga langsung melompat mundur begitu Nyai Walungkar mengebutkan tongkatnya ke depan. Dan begitu kaki Pendekar Rajawali Sakti menjejakkan tanah, Nyai Walungkar melompat menerjang seraya mengebutkan tongkat beberapa kali.
"Hiyaaa...!"
"Hap! Yeaaah...!"

50. Pendekar Rajawali Sakti : Gerhana Kembang KedatonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang