Seingat gadis itu, orang tuanya tidak pernah bertengkar, entah itu masalah pekerjaan, rumah tangga, ataupun dirinya.
Mereka selalu seiring sekata perihal cara membesarkan anak yang menurut gadis itu adalah sebuah kegagalan.
Namun mendengar kata-kata makian kasar khas akan pemberontakan yang terlontar dari bibir merah merona milik sang mama, Chaeyoung sedikit terkejut mendekati tak percaya, karena mendapati wanita yang selama ini jadi penenang tak berguna membela dirinya dan melawan papa yang selama ini menjadi pemegang kendali mutlak atas kehidupannya.
Ada rasa hangat yang tiba-tiba menjalar di relung hati gadis itu, merasa bahwa dirinya ternyata di perdulikan, dan perasaan-perasaan yang seharusnya ada selama ini.
Namun terlambat, hatinya sudah terlanjur membeku, orang tuanya terlambat.
"Kamu nyalahin saya? Bukannya ini semua salah kamu yang lebih memilih menjadi seorang model papan atas dan tidak turun tangan dalam membesarkan anak kamu sendiri? Dan lagipula apa yang Ayah saya dan saya lakukan adalah yang terbaik untuk anak kita, kita harus menjauhkan dia dari hal-hal yang tidak berguna bagi masa depannya, apalagi kalau dia sampai dirusak oleh guru pedopil sialan itu."
Tak perlu waktu lama bagi suara tangis mengudara, sarat akan penyesalan namun punya nada tinggi yang angkuh menyangkal pernyataan sang lawan bicara.
"Tapi kamu sebagai kepala keluarga tidak seharusnya memperlakukan anak kamu sendiri sebagai boneka yang hanya diam dan menurut atas apa yang sudah kamu siapkan. Kenapa juga Ayah kamu sampai turun tangan dan membuat semuanya kacau? kamu itu orang tua gagal." Tunjuk mama nya tepat di wajah sang papa bersamaan dengan isak tangis yang memilukan.
Bisa Chaeyoung lihat kalau papanya berkacak pinggang tak percaya mendengar ucapan sang istri. Mengusap kasar wajah prustasinya sambil berujar kembali dengan nada vokal yang lebih tinggi
"Oh ya? Saya gagal? Jika saya saja yang lebih memperhatikan anak kita kamu sebut gagal, lalu kamu bagaimana? Kerja kamu hanya bolak-balik luar negeri melenggang kesana kemari dihadapan orang-orang yang haus akan sampah kekurangan bahan sedangkan anak kamu disini kekurangan kasih sayang seorang ibu! Kamu jelas lebih gagal daripada saya, atau lebih tepatnya, kamu adalah bentuk dari kegagalan itu sendiri!"
Gadis itu tidak sadar kapan air mata turut hadir menghiasi pipinya, namun kala suara lirih mamanya kembali terdengar, air mata gadis itu semakin deras.
"Memangnya kenapa kalau anak kita lebih suka melukis daripada menjadi pebisnis seperti yang kamu inginkan? Memangnya kenapa kalau dia jatuh cinta pada gurunya sendiri? Kamu tahu kalau gurunya tak setua itu sampai kamu berfikir bahwa anak saya di sukai pria pedopil. Memangnya kamu tidak lihat sebahagia apa dia tersenyum di foto itu, memang kamu pernah lihat senyum sebahagia itu di berikan untuk kita? Pernah?"
Papanya menatap tak percaya mamanya. Terlihat kehilangan kata-kata, sampai mamanya kembali melanjutkan.
"Saya mungkin salah karena lebih mementingkan karir dibandingkan anak saya sendiri, tapi kesalahan terbesar saya di sini adalah saya membiarkan kamu turun tangan dan memperlakukan anak saya sesuai keinginan kamu, bukan sesuai kebahagiannya sendiri, kamu orang tua gagal, gagal!"
Sentuhan lembut di bahu sempit gadis itu membuat atensinya berbalik mendapati bi Ana yang masih bungkam namun liquid bening itu tak henti-henti nya mengalir, belum sepenuhnya ikhlas.
Namun begitu, dengan lembut tangan senja nya menghapus air mata yang masih mengalir di pipi majikan kecilnya.
Entah sudah berapa kali Chaeyoung memberi pengertian agar orang tua yang paling ia sayangi itu mengerti kalau ia pergi dengan senang hati, bukan karena paksaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Pedopil Teacher ✔
FanfictionProblematic Student with her Pedopil Teacher Start: 14 Juli 2019 End: 12 Januari 2020 Cerita ini tidak untuk di revisi. Karena akan dijadikan bahan pembelajaran atau patokan bagi saya sendiri agar bisa menulis lebih baik lagi.