BAB 06

17 2 0
                                    

Seminggu menjelang hari pernikahan, Nada ingin memakan nasi liwet Mbok Siyem. Saat ia mulai mengeluarkan motornya dari garasi, tiba-tiba sang ibu menghalangi jalannya.

"Mau ke mana?" tanya Bu Wati.

"Ke warung Mbok Siyem, Bu, sebentar, beli nasi liwet. Ibu mau? Nanti aku bungkusin," jawab Nada.

"Enggak boleh! Kalau kamu mau, kamu suruh saja Raya yang belikan."

"Kenapa, sih, Bu? Biasanya juga aku ke mana-mana sendiri, lagian mana mau si Raya beliin, dianya lagi seru baca novel tuh di kamarnya."

"Kamu itu lagi masa pingit, Nduk ..., gak boleh pergi-pergi, pamali!"

Nada terdiam. Dia tidak lagi bisa membantah ibunya. Gadis itu kembali memasukkan motornya ke garasi kemudian mengikuti langkah sang ibu masuk ke rumah.

"Kenapa balik lagi, Mbak? Ada yang ketinggalan?" tanya Raya setelah melihat Nada kembali masuk ke rumah.

"Enggak boleh sama Ibu, katanya suruh kamu aja yang beli," jawab Nada sambil duduk di sofa sebelah Raya yang sedang membaca novel kesukaannya.

"Enggak mau! Siapa yang mau makan? Bukan aku, kok! Beli saja sendiri!"

Mulut Nada manyun tidak karuan merespons ucapan adiknya. Ia berlalu masuk ke kamar, sementara Raya terkikik seolah berhasil menggagalkan keinginan kakaknya.

***

Wajah Anar tampak pucat karena kelelahan. Dia selalu menunggu Nada di warung Mbok Siyem sampai warung itu tutup meski sampai saat ini usahanya itu tidak membuahkan hasil. Anar sangat ingin bertemu dengan Nada.Berbagai pikiran buruk berkecamuk dalam hati dan otaknya. Dia takut hal buruk menimpa gadis itu.

Bagas yang melihat Anar berjalan dengan lesu segera menghampiri rekan sekaligus sahabatnya itu. Dia khawatir sahabatnya itu akan pingsan.

"Anar! Kamu sakit?" tanyanya.

"Aku enggak apa-apa. Ada apa?"

"Aku cuma khawatir. Kamu kelihatan pucat dan lihat tuh kantung matamu. Kamu kayak panda," sindir Bagas, tapi sindirannya kali ini tidak ditimpalioleh Anar. Biasanya, saat disindir atau digoda, Anar akan langsung memukul atau melempar sepatu. Kali ini,pria itu hanya diam dan bahkan sekarang berlalu begitu saja meninggalkan dirinya.

"Ada apa dengannya?"

Tiba-tiba seorang pria merangkul bahu Bagas dari belakang.

"Danu, kamu membuatku kaget saja? Apakah kamu berniat membunuhku sebelum aku menikah?" cerca Bagas.

"Enggak usah lebay,deh. Itu kenapa si Anar lesu gitu?"

"Mana kutahu.Aku tanya dia enggak jawab," jawab Bagas.

"Ya udah deh."

Danu beranjak meninggalkan Bagas, tetapi langkahnya terhenti saat pria itu menarik kerah bajunya.

"Jangan bikin aku kayak orang yang terbuang deh. Tadi ditinggal sama Anar, sekarang kamu mau ninggalin aku juga? Oh no! Aku yang duluan!"

Setelah mengucapkan hal itu, Bagas langsung pergi meninggalkan Danu. Sementara, Danu hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah sahabatnya itu.

"Kenapa aku bisa bertahan berteman dengan mereka berdua selama lebih dari lima tahun? Umurku jadi berkurang saja tiap menghadapi tingkah mereka," gumamnya.

***

Setelah melaksanakan salat Maghrib, Nada melihat ibunya pergi keluar untuk mengurus perlengkapan pernikahan. Dia mengambil kesempatan itu untuk melarikan diri agar bisa pergi ke warung Mbok Siyem untuk membeli nasi liwet yang ingin dimakannya sejak pagi tadi.

Nada mengeluarkan motor dengan suara pelan agar Raya yang sedang membaca novel sembari mendengarkan musik tidak menyadari kepergiannya. Ia juga mempercepat laju motornyaagar tidak terlambat pulang. Gadis itu merancang rencana jika dirinya harus pulang lebih dulu sebelum ibunya agar sang ibu tidak tahu kalau dia melanggar nasihatnya.

***

Anar keluar dari kantor lebih cepat karena hari ini memang tidak sesibuk biasanya. Dia kembali berniat mampir ke warung Mbok Siyem, warung yang sudah menjadi langganannya sejak bertemu dengan Nada.

"Nar, mau ke mana? Tumben cepet udah keluar," sapa Danu saat mereka tidak sengaja berpapasan.

"Makan nasi liwet. Mau ikut?" balas Anar.

"Ya ampun ... masih saja hobi ke sana? Enggak bosen tiap malam makannya itu mulu?" tanya Danu yang sudah mengetahui bahwa Anar tiap pulang kerja selalu membeli nasi liwet untuk makan malamnya.

"Kalau enggak mau, ya udah."

Anar langsung meninggalkan Danu. Danu sedikit kesal sebenarnya, tetapi saat matanya melihat Bagas dia langsung tersenyum penuh arti.

"Bagas!" serunya memanggil Bagas.

Bagas menoleh ke arah Danu kemudian menghampirinya.

"Ada apa?" tanyanya begitu sampai di hadapan Danu.

"Kita ikutin Anar yuk! Aku penasaran kayak apa, sih, cewek yang bisa buat dia jadi kayak gitu?" usul Danu.

"Ngikutin ke mana?" tanya Bagas seolah tertarik.

"Ke warung nasi liwet," jawab Danu singkat.

"Enggak ah. Aku mau pulang saja, mumpung belum terlalu malam, aku mau mampir ke rumah calon istri dulu," tolak Bagas kemudian.

"Memang jadi kamu nikah? Beneran?"

"Ya iyalah beneran. Udah ya aku pergi dulu."

***

Betapa kagetnya Bu Wati saat pulang tidak mendapati Nada di kamarnya. Dia beralih ke kamar Raya, putri bungsunya, dan mendapati putrinya itu sedang mendengarkan musik lewat headset sembari membaca novel favoritnya.

"Dek, di mana mbakmu?" tanya Bu Wati pada putrinya itu sambil melepas headset yang tergantung di telinga Raya.

"Mungkin di kamarnya Bu," jawab Raya.

"Enggak ada, Ibu udah cek tadi."

"Raya enggak tahu, Bu, dari tadi Raya di kamar terus."

Raya bingung. Dia memang tidak tahu perihal kepergian kakaknya itu. Setahunya, saat dia mengambil novel di kamar Nada, kakaknya itu sedang sibuk mengurus urusan toko.

"Jangan-jangan dia nekat pergi ke warung Mbok Siyem. Ya ampun itu anak kenapa ngeyel, sih, dibilangin! Dia enggak boleh pergi-pergi," gerutu Bu Wati.

KEPO GAK DENGAN LANJUTANNYA...

YANG GAK SABAR BISA LANGSUNG BELI BUKUNYA YAAA...

JIKA BERMINAT BISA DM AKU LANGSUNG ATAU BISA JUGA BELI DI SHOPEE, MUMPUNG ADA VOUCHER TERSISA LOOH...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Cinta Yang Jatuh Bersama Hujan (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang