Jentik magis

43 1 0
                                    

Eundeuk eundeukan lagoni
Menang peucang sahiji
Lepas deui ku nini
Beunang deui ku aki
Eundeuk endeukan cangkuang
Bale bandung paseban
Meunang peucang pa ujang
Lepas deiu ku akang

Tur lagu sunda yang menggambarkan keadaan menangkap kancil di hutan,
Ini cerita bunda kepada kami sebelum sore menjelma, sembari membuat banyak alas daun pisang,
Kang Bagja mengambil daun pisang, aku memanaskannya di tungku,
lalu bunda menyiapkan ketan dan ubi untuk sore ini, namun, Abah belum juga kembali.

"krek... Ceklek.." suara pintu depan terbuka,
"drap drap.." langkah kaki kang Diga,
"akang.. Kumaha kang? Udah diperbaiki sekolahnya, memangnya apa yang rusak?, makan kang? baru mateng lho ubinya.."
Tanyaku bertubi-tubi
"ih si eneng, narosna kaya kereta.. Tu~ tut~"
Guyonan kang Diga membuat semua diam,
"Tu~tut~ eta mah bukan kareta atuh Diga.." Abah menyahut dari dapur tiba-tiba
"suara hitut si Diga" jelas kang Bagja membuat semua tertawa,
*hahahaha*
"eh abah pulang.. Abah bawa apa hari ini? " tanyaku kegirangan.
"abah bawa hasil panen kebun tetangga, dan beberapa kayu bakar neng.."

"wah abah.. Alhamdulillah" , Abah duduk disebelahku membantu merapikan daun pisang,
Kang Diga menghampiri tangan abah
"Bah.. Hampura, Diga gak dapat gaji bulan ini bah.. Hampura Diga tadi gak bantu abah di kebon hampura abah.."
Sambil sesenggutan abah menahan tangis, derai air mata ku tak tertahan, untungnya saat itu bunda tak berada disekeliling kami. Mungkin bunda akan sedih karena ini.

"Abah tau, kumaneh gawe, gaji honor guru Sd mah teu ngandel, gak bisa diharapkan dari situ, mending kamu pindah pekerjaan, sampai kapan kamu terus begini, abah ingin kamu bisa mapan, jangan kaya abah yang segini terus,"
Abah berterus terang kepada kami.

Dan kang Bagja mulai bicara dengan sudut pandang lain
"Abah.. Sanajan oge hidup kita belum tentu dijamin dengan uang, tapi Allah ada untuk menjamin hidup dan nasib kita besok. InsyaAllah jika sudah rezeki pasti akan datang, kang, ulah sok ngarasula"

"pan ari maneh naha jadi pinter kie Ja...
Geus, geura beresan tah kerjaanmu, kalau udah, langsung ke mesjid ja. Ramaikan Rumah Allah"

Sore ini, suasana menyisir haru, menyelinap dalam kalbu, isak haru tersedu, semesta tak pernah membisu, sekalipun aku tahu, bahwa bunda sedang berada dibalik pintu, isakkan nya ku rasa, dalam alunan hati Nada, bunda.. Engkau yang menahan pilu lara, tak perlu cemaskan kami, engkau tetap harus menjadi pelita hati.

...

"Allahumma sholli wasallim waba~rik 'alayh.. "
Suara kang Bagja nyaring lirih, terdengar di speaker mesjid.

Petang kembali lagi, barang sejenak waktu terhenti, apa yang kan ku perbuat pada mentari, ia akan terus menyinari bumi, dan langit takkan berganti.

"Neng.. Nada..?... Neng.."
Suara bunda mencariku derap langkahnya kesetiap ruangan terasa olehku, aku sedang mandi kala itu,
"iya bunda.... Neng lagi mandi" sahutku.

"oh dicari neng sama neng lilis.. Ditunggu lho neng.."

"iya bunda, neng bentar lagi beres.."

Sreekk..! Tirai kamar ku buka, segera ku menghampiri lilis yang sudah menunggu lama.

"Lilis.. Ngapain kamu teh ke rumah neng, kan jauh dari rumah lilis mah.. "

"ehe.. Ini neng.. Tadi teh kan ada PR matematika ya.. Lilis teh gak ngerti soal nomor tiga ini, mau nanya ke Neng Nada yang baik dan cantik ini boleh ngga...?"

"oh kamu teh ke sini mau belajar.. Ayuk atuh da neng geh belum sempat kerjakan atuh, tunggu ya"
Aku mengambil meja lipat dan beberapa buku, kami belajar disaat menjelang maghrib, hingga ternyata setelah diselangi sholat maghrib, PR belum juga usai.
"eh Lilis kamu teh kesini sama siapa? Da udah malam gini kamu pulang gimana?"

Berkilah Namun Terus BerkisahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang