Petuah Bunda

54 3 0
                                    

Kang Diga terkulai di atas samak sembari menjulurkan kaki, ia lelap dalam tidurnya pagi ini, menyilangkan tangan menghadap tembok,
"kang.. Geura gugah, sakedap deui subuh.. Sholat, sareng abah.. " usahaku membangunkan Kang Diga memang tak pernah berhasil.

"Diga.. Ari kumaneh naha sare bae.. ! Geura gugah kasep.. " tegas Bunda, berjalan dari tungku di dapur, Abah ternyata sedang membuat bara, keluar masuk abah menggotong kayu, padahal diluar masih sangat gelap, tapi abah tak ada senter, ia mengangkut nya dengan meraba-raba, kayu-kayu itu di kumpulkan didekat tungku.
Bunda masih mondar mandir juga, membangunkan kang Bagja dan kang Diga, meski mereka kakak-kakakku yang sudah dewasa, tapi tingkahnya masih seperti anak kecil.
Tak lama aroma ketan hitam meruap dari dapur, karena tak ada penghalang antara ruang makan dengan dapur, kemudian diselangi aroma kehangatan gula aren.
"sollatuwassala~mun 'alayk~ ya~ imaamal mujaahidin..~..." lantunan Sholawat tarhim sebelum subuh itu terdengar nyaring, dari mesjid di kampung ku ini.
Lantunannya membuat segala aktivitas kami di rumah menjadi berwarna. Itu adalah sholawat yang menyejukkan jiwa dan raga, Alhamdulillāh, Ruhiyah kami setiap bangun pagi selalu diberi asupan dzikir yang begizi, agar kami senantiasa bersyukur atas ni'mat IlahiRabbi.

Meski masih jam 4 pagi tapi melihat tingkah kami di rumah seakan ini sudah aktivitas tengah hari yang padat, ya boleh dibayangkan betapa kami begitu sibuknya dengan urusan kami masing masing,
Bunda selalu menyiapkan ketan untuk bekalku lebih awal, aku selalu menuangkan air panas yang baru selesai dididihkan, kang Diga yang baru bangun menunggu gilirannya di sumur, kang Bagja selalu berteriak "ke heula.. Can beres yeuh.. " menandakan bahwa ia masih belum selesai dengan urusannya di kamar mandi. Dan Abah, selalu menyiapkan bara dan menjaga api.
Ini kegiatan pagi yang selalu kami jalani di rumah kecil asri dipipir mesjid Jami Nurul Huda
Desa Sukakarya, kecamatan megamendung, Bogor.
Sebelum Adzan subuh tiba, Abah dan kang Diga sudah pergi ke mesjid, lain halnya dengan Kang Bagja, ia masih sering mengunjungi rumah teman-temannya terlebih dahulu disekitar rumah untuk sekedar mengajak sholat subuh bersama di mesjid, ya, jiwa anak muda nya memang sedang muncul, wajar jika ia begitu senang bergaul dan bertingkah.
Lain halnya dengan Kang Diga, ia sudah berumur dan mesti banyak menjaga diri agar ia mendapat tambatan hati, meski hingga kini belum membuka diri.

Beginilah, Aku dan Bunda, sholat di rumah.
Lantunan ayat kembali menggaung di dalam bilik bunda, ia bersenandung, bersholawat, hingga fajar menyingsing.
"Neng geura mandi, siap-siap untuk sekolah.."
Sembari menepuk tanganku, bunda segera berlalu dari tirai itu, ternyata aku baru saja tersadar dalam kamar bunda.
Bunda segera menyiapkan makan,
Suara piring dan teko, "ceklak.. ceklik.. Pring.. "
Saat ku menengok kearah dapur, semua sudah rapih dan bersih..
"Bunda.. Diga berangkat jam 8, Nanti tolong bertahu Abah, kalau Diga telat ambil kayu bakar.. Karena ada perbaikan di sekolah.. "

"meni kunyaah pisan eta ka barudak sd nu di sakola Diga, emangnya gak ada yang bisa perbaiki itu selain kamu..?"

"engga Bunda.. Diga senang bantu mereka."

Aku hanya menyimak, itulah kebiasaan kang Diga untuk terus berusaha di jalan jihad, menjadi guru sekolah dasar.

Menanam benih keikhlasan dengan upaya dan kekuatan, dilandasi dengan iman, insyaAllah akan datang kemuliaan.

"Diga.. Gak perlu ikut bantu abah.. Yah.. "
Bunda melirih.
"pokoknya bilangin aja ke abah " tukas kang Diga.
~
Kami makan dan bersiap berangkat.
Kang Bagja satu sekolah denganku di SMU Simpangan 1. Hanya saja ia berbeda kelas dengan ku, kang Bagja tahun ini naik kelas 3 sedangkan aku? Baru aja masuk Sekolah..
"klik..! Lak!.. " suara kotak bekal plastik, beralas daun pisang, dengan isian ketan hitam dan seikat gula aren cair dalam plastik panjang.
Bunda menyodorkan kotak bekal tersebut padaku.
"neng.. Makan ini ya.. Semoga neng suka sama masakan bunda, bunda cuma punya ketan hitam dan gula aren ini neng, walhamdulillah.."

Berkilah Namun Terus BerkisahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang