Mt. Pangrango

130 16 24
                                    

"Jadi, teman-teman, ada yang setuju kalau kita nanjak?" Tanya Aran. Segerombolan manusia yang mengelilingi meja yang lumayan besar itu hanya menatap aran. Ada yang elus-elus dagu, ada yang angguk-angguk, ada yang saling menatap. Aran menghela nafas lelah.

Macam orang idiot semua, batin Aran.

"Emangnya mau nanjak gunung apa, Ran?" Fais menopang dagunya. Menunggu jawaban dari sang ketua.

"Gimana kalau ... Pangrango?" Bukan menjawab, Aran malah balik bertanya. Meminta suara dari teman-temannya.

"Gue sih setuju aja. Lagian pangrango jalurnya nggak terlalu sulit juga, kan?" Semua mengangguki pernyataan Ucup.

"Jadi, Pangrango?"

"Deal." Mereka tersenyum puas.

"Keenan, Regax, Arda, bantu gue bikin ceklist alat." Refka menunjuk 3 orang tersebut. Yang namanya disebut hanya menghela nafas pasrah.

"Oke."

"Keberangkatan 3 hari lagi, jadi siapin barang kalian. Carriel punya semua?" Semua mengangguk mengiyakan pertanyaan ketuanya. "Great."

"Ran, gue nggak punya sepatu tracking. Gimana?" Tanya orsic.

"Pinjem ke yang lain aja, Sic. Apa gunanya teman?" Aran menyeringai sambil menaik-turunkan alisnya.

"Aha!" Orsic berlalu.

•••

Markas brodator benar-benar terlihat ramai. Mereka sibuk menyiapkan alat-alat untuk pendakian yang akan dilakukan 3 hari lagi. Sangat mendadak.

Refka terlihat tengah menulis sesuatu dengan 3 asisten barunya. Regax, keenan, dan arda.

"Minyak komando?" Tanya keenan sambil membaca kertas berisi ceklist alat.

"Kenapa minyak komando?" Refka menatap keenan intens.

"Minyaknya nanti jadi komando?" Seketika mereka kompak menghela nafas.

"Nggak gitu, Nan." Arda mengusap wajahnya. Stress.

"Jadi, minyak komando itu adalah minyak yang bisa digunakan untuk cedera sekaligus memasak. Minyaknya juga bikin sendiri." Regax menjelaskan. Wow.

"Bikinnya gimana, Njir?" Keenan kembali bertanya.

"Gampang. Tinggal minyak kelapa sawit dimasukin bawang merah yang banyak terus tunggu 10 hari. Tapi lebih lama lebih bagus. Cuma ada resikonya." Penjelasan diambil alih oleh Arda. Keenan hanya menganggukkan kepalanya tanda mengerti.

"Oke. Keenan paham."

"Bagus. Sekarang mending lo lanjut bikin ceklist." Kata refka.

Mereka kembali terfokus pada lembaran-lembaran kertas di atas meja.

Di sisi lain, beberapa ada yang kembali ke rumah untuk mengambil alat yang mereka punya.

"Zerka!" Sang empunya nama menoleh kaget. "Apaan sih lo goblok bikin kaget aja." Sungutnya kesal. Reynald hanya terkekeh. Iya, yang teriak itu si Reynald.

"Gue nebeng lo, dong. Kan hadepan tuh rumah lo sama rumah gue."

"Berani bayar gue berapa? Lagian gue mau ambil carriel, nanti lo mau duduk dimana?" Zerka menyalakan mesin motornya.

"Gue sekalian ambil motor di rumah gue, tolol." Reynald ikut duduk di motor Zerka. "Dah, yok." Berlalu lah 2 cecunguk itu.

•••

"Woy, ini ceklist alat udah siap." Refka berteriak agar semuanya bisa mendengar. Aran menoleh lalu menyahut, "Suruh si Ucup sama Sky fotokopi buat kita semua. Nanti Edgar, Ajelvin, Joan, Leo sama Ragas gue suruh beli alat-alat yang belum ada."

"Oke. Woy Cup, Sky! Sini lo berdua." Refka menggerakkan tangannya menyuruh Ucup dan Sky menghampirinya.

"Ada apaan?" Tanya Sky.

Refka lantas menyerahkan 2 lembar kertas di tangannya, "Fotokopi 100."

Ucup mengadahkan tangannya, Refka mengerutkan alisnya.

"Apaan?"

"Duitnya mana, bego."

Refka hanya nyengir dengan wajah tak berdosa-nya sambil memberikan selembar uang 100 ribu.

"Ayo, Sky." Mereka pun berlalu.

•••

Acara beres-beres selesai dengan kondisi yang mengenaskan. Seluruh anggota Brodator tepar. Cih, lemah.

"Gue jadi kagak kepengen naik gunung dah." Genta menutup mata dengan tangannya.

"Gua sih kepengen banget dari kecil." Faqo menatap langit-langit ruangan bernuansa klasik itu.

"Jadi, kalau anak kecil laen pengen main, lo maunya ke gunung, gitu?" Gata duduk sambil menatap ke arah Faqo.

Yang ditanya terkekeh sejenak, "Iya."

"Sinting."

"Tapi menurut gue, jarang orang yang punya keinginan untuk nyobain kayak gitu. Pasti udah takut duluan." Fais ikutan mengubah posisinya dari tiduran menjadi duduk.

Ajelvin menjentikkan jarinya, "Setuju gue."

"Mungkin orang-orang ngeri aja kali. Takut ada apa-apa di sana. Lagipula gunung kan tempat sakral." Itu Rafa yang bersuara.

Ragel menopang dagu sambil mengangguk-anggukan kepalanya tanda setuju. "Apalagi setelah berita si toriq itu, makin takut dah yakin gua."

"

Semua sih tergantung sama mental dan fisik masing-masing, bro. Kalau emang minat mereka terhadap alam tinggi, nggak bakal takut juga. Lagian kan ada tuh pembelajaran tentang alam. Kayak organisasi pecinta alam. Isinya orang-orang yang punya minat untuk tau sama apa yang ada di alam bebas, yang bahkan orang-orang biasa nggak tau." Sergio berucap panjang lebar membuat semua yang ada di ruangan itu menganggukkan kepalanya tanda setuju.

"Nah, betul. Intinya kalian persiapin diri. Mental dan fisik harus full untuk meminimalisir kemungkinan buruk. Sekarang mending lo semua balik. Istirahat." Aran berdiri lalu menatap satu persatu anggotanya.

Sebagian dari mereka ada yang pulang, sedangkan sebagian lainnya memilih untuk menetap.

Terserah mereka aja lah, Aran menghela nafas pasrah lalu ikut pergi.

•••

Oi gimana? Kangen kagak wkwk
Setelah sekian lama akhirnya gua mutusin buat up lagi, kesian pada kangen

Sebelumnya mohon maaf buat yang kagak tercantum di cerita ini, soalnya banyak woi gua keder

Dah lah intinya cerita ini bakal ada part 2 nya bahkan mungkin sampe part seterusnya wkwk

Tbc.

BRODATOR ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang