Risk it All

494 23 7
                                    

You just know
Sometimes you feel it in your bones
Though we've heard that hearts can still be wrong
Somethings telling me that you're the one

"Tetaplah disisinya sementara ini," kalimat itu adalah salah satu alasan Mayne yang kini terpaksa untuk tinggal dan tetap berada di sisi Bradley untuk sementara waktu.

"Kau ingin sarapan apa, Ann?" pertanyaan itu sukses membuat Mayne membuyarkan lamunannya dan memandang ke arah laki-laki yang tengah sibuk di dapur.

"Kamu panggil aku apa tadi?" bukannya menjawab, Mayne justru mencoba memastikan nama yang laki-laki itu sebutkan.

"Ann? Memangnya kenapa?"

"Jangan panggil aku dengan nama itu lagi, Brad!" Mayne berjalan mendekati Bradley yang tengah sibuk mengoles butter pada roti gandumnya.

"Biar aku saja, kamu bisa duduk disana dan beristirahat." pinta Mayne lalu mengambil alih yang tengah Brad lakukan.

"Kenapa aku tidak boleh memanggilmu Ann? Itu kan panggilan sayangku untukmu."

"Sejak kita berpisah, nama itu sudah tidak ada lagi, Brad." jawab Mayne datar sambil sibuk dengan kegiatannya saat ini. Mendengar jawaban itu, Bradley terlihat kecewa. Ia langkahkan kakinya menuju nakas dan mengambil botol obat yang berada diatas nakas itu.

"Mau kubuatkan teh?" Bradley sama sekali tak merespon pertanyaan Mayne dan memilih menenggak obat-obatan yang diresepkan oleh dokter padanya tanpa air sedikitpun.

Tak mendapatkan jawaban. Mayne melirik ke arah Bradley yang berusaha menelan obat-obat tersebut.

"Tidak pahit?"

"Aku sudah mati rasa," jawab Bradley seadanya dan berlalu menuju kamarnya.

I just know
Even if I had a heart of stone
You could make it bleed all on your own
You could break it but I hope you wont

Bradley sama sekali tak mengeluarkan sepatah kata pun begitu duduk di sofa ruang tengah. LED TV dengan layar 55" pun ia biarkan menyala. Bahkan ia mengabaikan semua ucapan-ucapan Mayne padanya termasuk saat Mayne memintanya untuk mengecilkan volume TV.

"Brad, kau tidak dengar aku?" Mayne terpaksa mendekat dan ikut bergabung di sebelah Brad, tentunya dengan menjaga jarak mereka.

Bradley melirik malas, lalu kembali menatap kosong pada layar TV.

"Come on, Brad--" Mayne yang berusaha meraih remote yang di genggam oleh Brad pun terpaksa menghentikan aksinya begitu Brad menatapnya tajam.

"Aku harus mengkoreksi ucapanmu! Kita tidak pernah berpisah, karena aku tidak pernah menyetujui itu dan bahkan kau tidak mengatakan apapun saat meninggalkanku." tatapan tajam itu berubah nanar, kesedihan pun tergambar jelas di wajah Bradley.

"Saat pertama kali aku jatuh hati padamu, aku pikir kamu tidak akan pernah menyakitiku." ungkap Bradley dengan penuh kekecewaan.

"Tapi sudahlah, toh semuanya akan hilang," Bradley menggantungkan kalimatnya dan berdiri.

"Rasa sakit di hatiku, di tubuhku, dan segalanya akan hilang bersama kemati--"

"CUKUP, BRAD!?" suara tinggi itu tentu membuat Bradley kaget, setelahnya ia bisa lihat tangis Mayne yang pecah begitu keras. Seperti sebuah bom waktu yang meledak, begitu bising dan menyakitkan.

Hello, Brad!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang