1. Rythm Of The Rain

6.2K 337 172
                                    

BERDIKARI

Musim hujan telah tiba, sayangnya ketujuh kakak beradik kembar BoBoiBoy ini lupa bersiap menghadapi musim hujan yang kali ini lebih lebat daripada biasanya

Author note:

-Boboiboy dan seluruh karakter yang terkandung di dalamnya adalah milik pemegang hak cipta, saya hanya pinjam karakter-karakternya. Tidak ada keuntungan materi yang didapat dari fanfic ini

-Terinspirasi dari komik buatan Mais_As (IG), Ha_ni56 (IG)

-Art cover dari: Poruru.art (comission, IG)

-Ditulis sembari mendengarkan lagu "Katyusha" dari Sheet Music Boss.

-Dalam fanfic ini umur karakter utama adalah sebagai berikut dari yang tertua:

-Dalam fanfic ini umur karakter utama adalah sebagai berikut dari yang tertua:

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-BoBoiBoy Halilintar: 19 tahun

-BoBoiBoy Taufan: 19 tahun.

-BoBoiBoy Gempa: 19 tahun.

-BoBoiBoy Blaze: 17 tahun.

-Boboiboy Thorn/Duri: 17 tahun.

-Boboiboy Ice/Ais: 16 tahun.

-Boboiboy Solar: 16 tahun

.

.

.

Chapter 1. Rythm Of The Rain

Dari kumpulan awan hitam pekat tebal yang menggantung di atas pulau meloncatlah kilatan kolom cahaya listrik menuju bumi. Menyusul kemudian suara dentuman halilintar yang terdengar di antara riuh rendah rebas-rebas air yang tercurah dari langit.

"Eh Halitau Halilintar eh Taufan!" Memekiklah Gempa yang tengah berdiri termenung di ambang pintu depan rumahnya. Pupil netra cokelat madunya yang tadinya lebar dan hampa langsung mengecil ketika barisan kilat sambar menyambar di atas langit yang gelap.

Pagi hari yang tadinya cerah kini telah berubah mendung gelap seperti waktu petang. Bahkan hujan yang tercurah dari atas langit mendung hitam pekat itu tidak perlu lagi menurukan gerimis. Bagaikan air bah, hujan langsung turun dengan derasnya membasahi seluruh kawasan Pulau Rintis.

Bagi Gempa, suara dan air hujan yang turun dengan deras adalah hiburan tersendiri. Hampir sejam lamanya Gempa berdiri di ambang pintu, menikmati pemandangan dan suara air hujan yang turun dengan derasnya. Dirinya melamun seakan terhipnotis oleh pemandangan dan suara yang tercipta oleh fenomena alam yang bagi kebanyakan orang adalah hal yang biasa.

Lamunan Gempa buyar ketika seuntai kilat dan geledek menggelegar menghampar-hampar menyambar sebuah rumah yang berada tidak jauh.

Padahal niat awal Gempa bukan untuk menikmati pemandangan dan suara hujan. Dua dari enam saudara Gempa yang tinggal serumah tidak terlihat batang hidungnya.

BERDIKARITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang