Mari awali pagi ini dengan bersyukur. Bersyukur dalam segala hal, salah satunya masih bisa menikmati aroma embun pagi disertai cericit burung yang mungkin suasana ini sudah sangat jarang dirasakan oleh masyarakat kebanyakan. Tentu saja, alasannya karna kebanyakan masyarakat lebih memilih tinggal diperkotaan besar atau karna lahan untuk tumbuhan beralih fungsi menjadi pemukiman padat penduduk.
Berbeda dengan gue yang lebih nyaman dengan kehidupan seperti sekarang. Tinggal disebuah desa yang menjadi tempat kelahiran sekaligus tempat yang gue harapkan untuk gue menikmati hari tua nanti.
Sebenarnya, desa gue tidak termasuk desa terpencil. Karna letaknya yang berada di perbatasan 2 daerah dan berada ditepi jalan provinsi. Kehidupan disini juga tidak terbelakang, teknologi juga sudah sama canggihnya. Hanya saja di daerah gue penduduknya masih menghargai lingkungan. Pepohonan masih rindang, air sungaipun masih mengalir bening. Dan faktor terbesarnya adalah wilayahnya yang dikelilingi perbukitan.
Oh iya gue lupa salah satu hal yang gue syukuri, bisa melihat cemceman gue dari balik vitrase tipis yang memberikan batas penglihatan melalu jendela kamar.
Yapp, setiap pagi setelah gue bangun adalah membuka ventilasi udara di dekat tempat tidur. Selain memberikan paru oksigen yang baru juga memberikan semangat baru lewat pemilik jendela di sebelah kamar gue. Sejujurnya dia adalah seseorang yang gue semogakan kelak jadi jodoh dari sang pencipta. Tapi bagaimanapun, itu hanya sekedar harapan yang menurut gue masih batas normal. Sebab terlalu berlebihan pun tentunya ga bagus buat perasaan gue, jika tiba-tiba kenyataannya malah tidak sesuai dengan apa yang gue butuhkan.
Masih dalam posisi mata menerawang melihat ke arah jendelanya yang terbuka lebar. Tak lama setelah itu pemiliknya menampilkan sosok yang seperti biasa setiap pagi setiap jam 5 shubuh dia sudah bertengger di balkon teras kamarnya. Yang ditemani dengan secangkir air putih.
Kenapa gue yakin itu adalah air putih? Tentu saja, selain kabar yang beredar bahwa dia adalah satu spesies yang tak suka kopi ataupun roko seperti pria kebanyakan. Yang terpenting adalah setiap pagi dijam yang sama rutinitasnya adalah berolahraga dari mulai peregangan sampai serangkaian olahraga yang biasa pria lakukan seperti pushup dan antek-anteknya.
Rutinitas itu, selalu berlangsung selama kurang lebih 1 jam.
Iya, gue sampe hapal karna tiap pagi dihari minggu. Ketika yang lain masih sibuk dengan pergulatan selimut dan bantal. Gue udah duduk anteng menikmati ciptaan yang diatas dengan decak kagum tatkala kaosnya terangkat menampilkan perut kotak-kotaknya. Karna jika hari biasa, gue hanya bisa menikmatinya sekitar 15 menit terakhir karna diawal2 gue harus bersiap ke sekolah.
Hehe, iya gue masih anak ingusan yang notabennya masih kelas 3 SMA. Jadi seantusias apapun gue menikmati sosoknya yang tampan, gue masih lebih mementingkan sekolah. Tentu saja karna sekolah itu perlu biaya, dan biaya yang didapat tentu saja dari jerih payah orangtua.
Gue pribadi sangat sayang terhadap orangtua gue, tepatnya orangtua tunggal sebab bapak gue udah bahagia di syurga. Gue punya kaka 1 dan adek 1, dimana keduanya sama-sama berjenis kelamin laki-laki.
Tapi meskipun sama tetap saja kedua prilakunya berbeda, jika kakak gue sangat menyenangkan berbanding terbalik dengan adek gue yang sangat menyebalkan. Seperti sekarang ini. Pagi hari di waktu libur yang harusnya gue mantengin calon jodoh gue di dunia nyata, ical dengan tidak anggunnya menggedor pintu kamar gue sampe membuat gue reflek berteriak kesetanan.
"Apa si ical, masih pagi juga!" oupss gue kehilangan urat malu sedetik kemudian sang tetangga kamar melirik ke arah jendela kamar gue dan sialnya semesta memberikan sentuhan angin yang berhasil menyiblakkan vitrase tak lama menunjukan wajah kucel milik gue yang sama sekali belum tersentuh air.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tetangga Rumah
Teen FictionSejauh apapun aku melangkah, entah kenapa pada ujungnya aku akan tetap merindukan rumah. Apalagi disamping kamarku adalah kamar dia.