Hari kedua gue di jogja, tujuan kami selanjutnya adalah borobudur. Sebenernya gue udah beberapa kali wisata kesana, tapi rasanya ada yang kurang kalau tidak mengunjunginya saat sedang berlibur ke jogja. Bangunan yang disebut-sebut salah satu keajaiban dunia itu selalu memanjakan mata akan tempat bersejarah. Borobudur selalu mengalami perubahan pada setiap tahunnya.
Dulu waktu gue masih kecil, masuk ya tinggal masuk asalkan ada tiket, sekarang harus memakai kain (gue ga tau namanya) tapi seperti kemben.
Masih sama seperti kemarin gue berjalan bersama kak dhika dan bang el sama ical. Kadang kalau jalannya luas kita berjalan berempat.
Ditengah-tengah perjalanan kami terpisah, karna ical ingin buang air dan mau tidak mau bang el harus mau menunggunya di toilet umum.
Gue melirik ke arah kak dhika, dia memakai setelan kaos putih lagi dan lagi, sepertinya bajunya memang banyak berwarna putih.
Kita berjalan menyusuri anak-anak tangga. Tangganya yang begitu banyak membuat kaki gue sedikit lemas ditambah hari itu cuaca sangat panas. Gue berjalan tertinggal jauh, karna kak dhika yang fokus mengambil beberapa foto. Jarak antara gue sama dia sekitar 5 meter.
Sadar gue berada jauh di belakang, dia menjulurkan tangannya menyambut tangan gue takut hilang katanya, apalagi tempat ini sangat luas.
Aku menerima juluran tangannya, dengan deru nafas yang cukup cepat. "Bisakah kita istirahar bentar? Sekalian nungguin bang el kan ical?" gue menunjuk taman yang berada disekitar sana. Rumputnya yang hijau sangat memanjakan mata, terlebih banyak pohon tinggi di sekitar sana.
Dia mengangguk.
Kami berdua duduk dibawah pohon pinus, lalu dia menyodorkan air mineral. "Minum dulu."
Gue mengeluarkan benda pipih dari tas. Memainkannya untuk mengusir rasa canggung yang terjadi. Yang pertama gue cek adalah pesan line masuk, salah satu penghuninya adalah bang el.
Kelvin.pratama : emil abang sama ical duluan ya, tiba-tiba ical pengen pergi ketempat lain. Mau nyusul cape jalan kakinya.
Mata gue hampir keluar membaca pesan tersebut apa coba maksudnya beda haluan gitu. Gue melirik kak dhika yang sedang menikmati angin sepoi-sepoi rambutnya tertiup angin kesana kemari menambah pesonanya yang sudah tumpah ruah. "Kak dhika?"
Dia menoleh, ini orang kenapa si ganteng banget mana mukanya tidak pernah tidak senyum. Dia mengangkat kedua alisnya, "hmmm?"
"Bang el sama ical pergi ketempat lain. Trus kita gimana?" tanya gue bingung.
"Bentar aku telpon el dulu." dia mengeluarkan benda pipih dari saku celananya.
"Lo mau kemana?"
"Terus gue sama emil gimana" dia tersenyum melirik ke arah gue. Sumpah pengen gue karungin.
"Ya udah iya, ntar serloc aja."
"Iya"
"Heem"
"Iya tengkyu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tetangga Rumah
Teen FictionSejauh apapun aku melangkah, entah kenapa pada ujungnya aku akan tetap merindukan rumah. Apalagi disamping kamarku adalah kamar dia.