Tadinya Seungyoun pikir selain tidak bisa merasakan cita rasa manis di lidahnya, ia juga tidak bisa merasakan kakinya untuk digerakkan.
Dan ia sangat bersyukur karena ternyata ia masih bisa mengoperasikan sistem di tungkai kakinya itu. Karena ia harus pulang. Ia harus menenangkan pikiran. Meskipun tidak yakin bisa mewujudkan yang terakhir.
Langit sudah mulai tampak kelam ketika ia melangkah gontai menenteng kantong kantong kertas belanjaan di tangan saat melewati taman kota. Dan sejauh mata memandang, pemandangan masih sama. Manusia yang berjalan berpasangan. Kalau berjalan menuju rumah dengan menutup mata tidak akan membuatnya tersandung atau menabrak, Seungyoun sudah melakukannya sejak tadi.
Manusia manusia yang berjalan berdampingan dengan mesra itu tidak memperbaiki suasana hati Seungyoun sama sekali. Ia membencinya meskipun itu bukan salah mereka.
Langkah gontai yang dikombinasikan dengan lamunannya membuat ia bertabrakan dengan seseorang-lebih tepatnya dua-hingga ia terjatuh dan seluruh kantong kantong itu berhamburan di jalan.
Seseorang dari dua itu menolong Seungyoun mengoleksi semua kantong kertasnya dan menyerahkannya ke tangan Seungyoun.
"Ini. Lain kali berhati hatilah jika berjalan di tengah keramaian," ucap pria itu ramah ketika menyerahkan properti Seungyoun ke tangan sang empunya. Ia menawarkan senyum tulus. Sungguh manis, dan menghangatkan jiwa.
Namun betapa terkejut tatkala Seungyoun melihat wajah pemilik kalimat itu.
Wajah pria yang melakukan keintiman bersama Seungwoo di kafe sore tadi.
Jadi, tentu saja pria lainnya yang sedang bersamanya adalah,
Seungwoo!
Seungyoun membulatkan sepasang mata kecilnya.
Dan yang lebih mengejutkannya, Seungwoo hanya berekspresi datar.
Apa pria itu tidak merasa bersalah?
Atau ia memang sudah tahu dan justru melakukan semua ini dengan sengaja?
"Hei?" Ucap pria ramah di samping Seungwoo itu, karena yang dilihatnya adalah Seungyoun yang dumbfounded ketika saling bertukar pandang dengan Seungwoo.
"Ah, maaf." Seungyoun membungkukkan badan pada pria itu. "Terima kasih." Lantas menerima kantong kantong belanjaan ke tangannya kembali.
"Tidak masalah. Ngomong ngomong, kalian saling kenal?" Tanya pria itu.
"Hangyul, perkenalkan, ini Cho Seungyoun," ujar Seungwoo padanya. "Temanku," lanjutnya.
Wow. Seungyoun baru tahu jika kehancuran hati rasanya sesakit ini.
Tadi apa ia bilang? Teman? Teman, katanya?
"Seungyoun, perkenalkan, ini Lee Hangyul."
Seungwoo tidak melanjutkan kali ini.
Tapi Hangyul menyikut kuat lengan pria di sampingnya itu. Memberi kode padanya untuk menginformasikan siapa dirinya bagi Seungwoo.
"Kekasihku." Akhirnya Seungwoo melanjutkan.
"Oh." Seungyoun mengulas senyum canggung.
Ia bisa berteriak di wajah Seungwoo sekarang juga. Mengatakan dengan intonasi tinggi penuh keburukan emosi menyertai, bahwa ia adalah seorang pengkhianat sejati. Menyumpah serapahi. Menampar pipi kiri. Membuat pria itu jatuh harga diri. Apapun probabilitas yang bisa ia lakoni.
Tapi kenapa ia tidak melakukannya?
Hanya berdiri diam di sana tidak melakukan apapun seperti orang bodoh.
Menerima kepahitan realita begitu saja dengan pasrah.
"Halo Seungyoun, senang bertemu denganmu." Senyuman keramahtamahan tidak pernah luntur dari wajah Hangyul. Itu bukan sekadar formalitas. Ia memang tipe pria seperti itu. Tidak heran jika Seungwoo jatuh hati dan bertekuk lutut padanya.
Dan membuatnya berpaling dari Seungyoun begitu saja.
Tapi tidak sepenuhnya benar.
Entah sejak kapan, perasaan benci itu tumbuh dari benih perasaan sakit yang Seungyoun tebarkan padanya. Membuatnya tidak ingin melanjutkan hubungannya ke jenjang yang lebih jauh. Mereka hanya bertunangan, lagipula. Bukan menikah. Keduanya bisa memutus hubungan kapan saja mereka menginginkannya.
Tapi yang Seungyoun tidak habis pikir, kenapa harus dengan cara begini?
Ia pikir pria sebaik Seungwoo akan memilih cara yang lebih baik dari ini?
Tunggu, tidak, kini pria itu sudah tidak layak bersanding dengan kata baik.
"Ya, Hangyul. Senang berkenalan denganmu."
Setelah itu, mereka berpisah. Berjalan saling menjauh, dan Seungyoun sempat menoleh. Berharap jika Seungwoo masih memiliki inisiatif untuk menatapnya sekali lagi.
Dan harapan tinggallah harapan.
Jadi, hanya begini saja?
Memutuskan hubungan dengan cara ini, tanpa ada sepatah katapun perpisahan?
Jika itu memang apa yang Seungwoo inginkan, baiklah. Seungyoun tidak keberatan.
Seharusnya.
Di sisi lain, Hangyul membicarakan Seungyoun.
"Kelihatannya ia sangat baik? Terima kasih karena telah mengenalkan temanmu itu padaku. Aku juga akan berteman baik dengannya," celoteh Hangyul.
"Sungguh, Hangyul. Kau tidak perlu. Ia sangat tidak penting. Anggap saja jika ia hanyalah orang selewat yang tidak kau kenali. Jadi, lupakan ia. Lupakan keinginanmu untuk melakukan pertemanan dengannya."
"Kenapa kau berkata seperti itu? Apa kau sebenarnya tidak memiliki hubungan yang baik dengannya? Apa ia bahkan benar benar temanmu?"
"Iya, ia temanku."
"Nanti beri aku kontaknya ya?"
"Kau mau apa memangnya?"
"Oh ayolah, aku jadi penasaran dengannya. Aku ingin mendekatinya untuk kujadikan sebagai teman."
"Kau ini, seperti tidak punya teman saja. Padahal sudah banyak di kantor kita. Kau bahkan masih berhubungan dengan teman teman semasa kuliah dan sekolahmu kan?"
"Seungwoo~" Hangyul memohon.
Tersenyum karena gemas melihat kekasihnya, Seungwoo mengacak rambutnya. "Iya, sayang. Nanti kuberikan."
"Aih, terima kasih! Pacarku memang yang terbaik!"
.
.
.
.
Begitulah awal pertemuan Seungyul :3
KAMU SEDANG MEMBACA
Drive Me Up the Wall 💍 Seungyul [⏹]
FanfictionHe drives me up the wall, so I try to forget him and live happily with you Top!Seungyoun bot!Hangyul #77 out of 293 seungyul ©2019, Jason Nikolopoulos