Seungyoun dan Hangyul melihat Seungwoo dan pria barunya memasuki sebuah hotel.
Dan entah bagaimana caranya, keduanya bisa berhasil menguntit hingga ikut memasuki kamar yang mereka pesan.
Awalnya Seungyoun ragu, tidak, ia bahkan sangat tidak yakin untuk melakukan semua ini. Terlalu berisiko. Jika tertangkap, bisa bahaya. Ia kan dengan Hangyul masuk secara diam-diam, tidak melakukan check in, tidak membayar.
Namun Hangyul bersikeras untuk tetap mengikuti Seungwoo untuk mengetahui sejauh mana pria itu akan melanjutkan kesalahannya.
Seungyoun sebenarnya sudah tahu apa yang akan terjadi.
Bahwa ini semua tidak akan berakhir baik.
Dan kemudian itulah yang terjadi, setelah mendapati Seungwoo memasangkan sebuah cincin titanium pada jari manis pria yang bersamanya. Persis sama seperti apa yang ia lakukan pada Seungyoun dan Hangyul sebelum-sebelumnya.
“Wah! Pas! Kurasa aku memang berjodoh denganmu,” riang pria itu, yang diangguki dan disenyumi Seungwoo.
“Lihatlah Yohan, cincin ini cocok sekali denganmu.” Balasan kalimat Seungwoo barusan dibalas Yohan dengan pelukan erat, ia menyandarkan kepalanya di dada bidang Seungwoo selagi keduanya duduk di sebuah sofa panjang.
Sementara Hangyul yang sudah tidak tahan menyaksikan itu semua sejak tadi, akhirnya keluar dari persembunyian. Membentaki sepasang sejoli itu tidak terima.
Seungwoo tampak tidak peduli, tidak ada rasa bersalah di wajahnya. Seperti hubungannya dengan Hangyul selama ini tidak ada artinya. And surprisingly, ia tidak terkejut kenapa bisa ada orang lain di dalam ruangan ini? Ia bahkan tidak mempertanyakan bagaimana bisa Hangyul melihatnya dan bisa mengikutinya sejauh ini.
Sementara Yohan hanya tersenyum licik. Ia tidak polos. Ia tidak naif. Kejadian kali ini berbeda dengan Seungyoun dan Hangyul dulu.
Dulu, saat Seungyoun memergoki Seungwoo dan Hangyul berciuman di sebuah kafe pada malam minggu, Hangyul tidak tahu bahwa dirinya semacam selingkuhan. Hangyul mengira bahwa dirinya adalah satu-satunya untuk Seungwoo.
Dan ia tidak mengenal Seungyoun, jadi Hangyul bersedia berteman dengannya secara baik-baik setelah berkenalan.
Sedangkan kali ini, Yohan tahu bahwa dirinya adalah orang ketiga. Bahkan lebih parahnya lagi, ia adalah kolega Hangyul di kantor. Keduanya saling mengenal. Namun Yohan tidak peduli sekarang.
Sejak tadi Seungyoun hanya diam saja, menyaksikan apa yang dilakukan Hangyul pada dua manusia brengsek di hadapannya.
Ia baru menarik Hangyul keluar ketika sudah terlihat bahwa Hangyul akan memukul mereka. Seungyoun tidak ingin terjadi keributan, atau nanti bisa saja penyewa kamar ini akan memanggil keamanan dan Seungyoun dan Hangyul akan diusir dari sini dengan cara kasar.
Tidak, ia tidak mau jika itu sampai terjadi, karena akan sangat memalukan. Padahal bukan keinginannya. Tidak, terima kasih banyak.
Seungyoun sudah berhasil menarik Hangyul yang tantrum itu untuk pergi keluar dari tempat itu, ketika Hangyul sudah menangis deras. Seperti sangat menyesali semua yang terjadi.
Seungyoun menghela napas lelah. Lelah dengan perbuatan Seungwoo yang sebenarnya sudah tidak ia pedulikan lagi.
Ia juga lelah dengan kenyataan bahwa Hangyul menangisi hubungan hancurnya dengan Seungwoo ketika sebenarnya pria seperti dia tidak pantas untuk ditangisi.
Untuk apa juga menangisi seseorang yang bahkan tidak peduli padamu? Sia-sia sekali air mata yang dikeluarkan.
Lebih baik simpan saja air mata itu untuk kebahagiaanmu nanti.
Seungyoun tadinya akan memikirkan bagaimana caranya agar Hangyul bisa lebih tenang, tapi ia pikir Hangyul juga membutuhkan waktu untuk mengeluarkan semuanya
.
.
.
Seungyoun sudah membawa Hangyul jauh dari kota dengan mengendarai motornya.
Kota benar-benar membuat keduanya penat. Mereka butuh keindahan alam untuk menyegarkan pikiran.
Kini keduanya berada di atas tebing, duduk di sana, di bawahnya mereka bisa melihat ada perairan luas dan dalam. Menikmati angin sore hari yang berembus pelan, selagi menyaksikan mentari terbenam di ufuk barat.
Hangyul terkejut saat Seungyoun menunjukkan sesuatu.
Cincin yang pernah Seungwoo sematkan di jari Seungyoun.
Jadi selama ini Seungyoun juga pernah menjalin hubungan dengan Seungwoo? Hangyul pikir. Bahkan jauh sebelum dengan Hangyul.
Ia juga baru diberitahu barusan jika Seungyoun belum putus dengan Seungwoo saat pria itu sudah memberi cincin pada Hangyul.
Bisa bisanya Seungyoun terlihat biasa-biasa saja saat itu, pikir Hangyul lagi. Ia lalu merasa bersalah dan meminta maaf, karena ia tidak bermaksud demikian. Bahkan sama sekali tidak mengetahui hubungan mereka.
Seungyoun bilang ucapan maaf itu tidak diperlukan, karena Hangyul tidak mengatahui apa pun, jadi Hangyul tidak bersalah.
“Sekarang mari kita buang dan lupakan dia,” ajak Seungyoun.
Hangyul mengangguk mantap. Seungyoun bisa melihat di mata Hangyul sudah tidak ada lagi keraguan untuk itu. Hangyul melepaskan cincin di jari manisnya, menyerahkannya pada Seungyoun yang kemudian cincin keduanya dilemparkan jauh ke perairan di bawahnya.
“Kuharap kau tidak menyesal. Cincinnya bagus sih, kelihatannya mahal,” gurau Seungyoun, membuat Hangyul terkekeh kecil.
“Bukan masalah harganya. Tapi siapa yang memberikannya.” Ia menautkan jemarinya dengan milik Seungyoun, membuat Seungyoun terkejut dengan itu, “Lagi pula aku punya kau sekarang.”
Seungyoun membalas kalimat itu dengan senyuman, dan keduanya pun kembali menghabiskan waktu bersama-sama hingga matahari benar-benar terbenam.
Bersamaan dengan beban keduanya yang terbenam, dan esok hari terbitlah kehidupan baru yang jauh lebih baik.
F I N
KAMU SEDANG MEMBACA
Drive Me Up the Wall 💍 Seungyul [⏹]
FanfictionHe drives me up the wall, so I try to forget him and live happily with you Top!Seungyoun bot!Hangyul #77 out of 293 seungyul ©2019, Jason Nikolopoulos