"Zel, kayaknya dalam waktu dekat ini gue mau pindah."
"Hah? pindah sekolah? rumah? kalo ngomong yang jelas dong." omel Zeline.
"Negara."
Deg.
"Zel, gue bukan bermaksud buat--"
"Oke, fine. Nggak apa-apa, kok." Zeline tersenyum masam.
Zeline menangis.
Viona memeluk Zeline dengan erat seakan tidak mau melepaskan pelukan itu selama-lamanya.
"Gue cuma sedih aja. Lo sama gue udah deket 4 tahun, dari SMP." tangisan Zeline makin menjadi-jadi.
"Iya gue tau, kok. Gue juga nggak mau pisah sama lo, tapi nyokap bokap gue harus pindah ke Belanda dalam waktu dekat ini." jelas Viona yang masih terus memeluk Zeline.
Tidak peduli jika orang-orang di dalam cafe melihat kearah mereka.
"Gimana caranya supaya gue bisa ikut lo ke Belanda? gue mohon, kasih tau caranya, Vi" Zeline menatap Viona.
"Jangan gila, Zel." Viona membuang muka.
"Cuma lo satu-satunya sahabat deket gue, Vi. Gue nggak tau harus cerita sama siapa kalo nggak ada lo." Zeline memukul bahu Viona.
"Iya, Zeline, gue tau."
"Terus kalo lo tau kenapa lo masih tetep mau pindah?!"
"Maaf, Zel. Tapi ini udah jadi keputusan nyokap bokap gue." Viona berucap sebelum melepaskan pelukan lalu pergi dari cafe.
♥♥♥
Hi, semoga sukaaa sama prolognyaa💥
Ini baru prolog yaw🤸🏼♀
see u di next chapter😠
.
.
.*btw aku bikin cerita ini cuma iseng doang aowkaoakak*
KAMU SEDANG MEMBACA
ZELINE
Teen FictionIni cerita tentang kita. Bukan tentang aku dan kamu. Tapi tentang aku, dia, dan orang-orang di sekitarku. Jangan lupakan satu hal, aku kehilangan sahabatku di hari pertama libur akhir semester. Aku, Zeline Lovata. Aku diperebutkan oleh hampir semua...