Amsterdam Airport Schiphol, 7 feb.
~
Zeline mengedarkan pandangannya. Mencari letak toilet. Awalnya sedikit kesulitan karena Zeline baru pertama kali menginjakkan kakinya di kota Amsterdam.
Setelah menemukannya letak salah satu toilet, Zeline mulai melangkahkan kakinya.
Sejuk. Itu yang dia rasakan sekarang. Udara disini sangatlah nyaman. Berbeda sekali dengan Jakarta. Rasanya, Zeline ingin berlama-lama di Amsterdam. Tapi dia juga pasti akan merindukan padatnya kota Jakarta.
Ketika keluar dari salah satu bilik, ada seorang gadis kecil menghampirinya. Dia menggunakan bahasa Belanda. Zeline mengerutkan keningnya tidak mengerti apa yang dibicarakan anak kecil itu.
Zeline berjongkok lalu mengelus puncak kepala gadis kecil itu. Dia terlihat sangat menggemaskan.
"I can't speak Dutch language, i'm sorry," Zeline berucap lembut.
"Aku sebenarnya bisa menggunakan bahasa indonesia, but only a little."
Hah? Gadis kecil ini bisa berbicara 3 bahasa? Fakta yang sangat mengejutkan.
Dan,
Dari mana dia tau gue orang indonesia?
"It's okay, we can speak in english," Zeline tersenyum lebar.
"Ah, tidak apa-apa. Aku bisa menggunakan bahasa Indonesia, kamu tidak perlu khawatir," balas gadis kecil itu.
Zeline hanya menuruti. Lalu bertanya, "Nama kamu siapa?"
"Aku Lovi. Lovinia Azera."
"Wah, nama kita mirip. Aku Lova, seneng bisa kenal sama Lovi."
Gadis itu tersenyum kecil, "Aku juga. Hm, sebenarnya aku kesini karena disuruh kakak laki-laki ku. Dia sangat menyebalkan."
Zeline mengangguk-anggukan kepalanya.
"Kamu punya kakak? Kalo boleh tau, siapa kakak laki-laki kamu? Siapa tau aku bisa kenal sama dia juga."
Gadis kecil itu keluar dari toilet seraya menarik tangan Zeline berniat untuk menunjukan kakak laki-lakinya pada Zeline.
"itu dia," ucap Lovi.
Zeline melihat sekeliling, tidak menemukan siapapun berwujud laki-laki tampan. Tapi, 1 detik kemudian pandangannya terpaku oleh sesosok makhluk yang ternyata benaran ada di Belanda!
Apa jangan-jangan...
"Itu kakak aku. Namanya, Levano Azera."
HAH? JADI LEVANO A ITU ADALAH LEVANO AZERA?
Tidak mungkin. Lovi mungkin hanya bermain-main. Dia hanyalah seorang gadis kecil, tidak mungkin dia berbicara serius apalagi mengklaim Levan sebagai kakak laki-lakinya.
"Kamu nggak bercanda kan, Lovi?"
"Kalo kamu nggak percaya, ayo ikut aku," perintah Lovi.
"Mau kemana?"
"Ke laki-laki menyebalkan itu, ayo ikut aku. Kamu harus ketemu sama dia. Dia yang nyuruh aku untuk samperin kamu," perjelas Lovi seraya menarik tangan Zeline agar mau ikut dengannya.
"Eh, iya, iya. Pelan-pelan, Lovi. Aku bisa jalan sendiri."
"Aku nggak punya banyak waktu. Aku ingin segera makan ice cream pemberian kakak laki-lakiku. Dia bilang, kalau aku bisa bawa kamu kesini, dia akan kasih aku 1 cup ice cream."
Penjelasan yang keluar dari mulut Lovi membuat Zeline melongo. Apa-apaan ini?
"Kalau gitu, kamu mau ice cream dari aku aja nggak? Aku juga bisa kok beliin kamu 1 cup ice cream. Tapi dengan 1 syarat. Jangan bawa aku ke dia," tawar Zeline.
Dia tidak mau menemui Levan sekarang. Bisa-bisa nanti Levan akan mengingat soal 'itu'. Hih, mengerikan.
"Kamu nggak akan tau ice cream kesukaanku. Yang tau ice cream kesukaanku hanya kakak laki-laki ku dan mama ku, titik!" Lovi tetap tidak menerima tawaran Zeline.
Gadis kecil yang menggemaskan sekaligus menyebalkan, sama kayak kakaknya, gumam Zeline dalam hati.
Tanpa Zeline sadari, mereka berdua sudah sampai dihadapan Levan. Cowok itu masih sibuk berkutat dengan airpods-nya.
Lovi menepuk lengan Levan. Memberi tanda kehadirannya disini.
Levan tersentak. Mengerutkan keningnya ke arah Lovi seolah memberi isyarat 'apa?'
"Lihat ke sisi kiri mu," ucap Lovi.
"Hah? Apa? Kamu ngomong apa sih, Vi?" Levan kebingungan.
Lovi mengambil koper kecilnya lalu naik diatas koper itu. Mencabut airpods dari telinga Levan. Lalu kembali turun.
"Kamu akan bisa mendengarku bicara kalau kamu melepaskan airpods jelekmu ini," cerca Lovi dengan wajah jutek.
"Ya, ya, ya. Aku memang selalu salah. Tapi kalau sekali lagi kamu menyalahkan aku, aku nggak akan beliin kamu ice cream lagi, Lovi," ancam Levan.
Lovi tersenyum miring, "Tidak apa-apa. Kakak cantik ini katanya ingin membelikan aku 1 cup ice cream."
"Kakak cantik? Apakah aku terlihat cantik? Aku cowok dan aku nggak cantik, Lovi. Jangan bicara sembarangan," omel Levan.
Lovi memutar bola matanya malas.
"Aku tidak sedang berbicara tentang kamu. Aku sedang membicarakan dia, namanya Lova. Mirip sekali dengan namaku."
"Lovi, aku menyuruhmu untuk membawa cewek bernama Zeline, bukan Lova. Memangnya Zeline kemana? Aku sangat yakin dia tadi memasuki salah satu bilik toilet, aku melihatnya sendiri," jelas Levan.
Zeline masih menyimak perdebatan kakak beradik itu dari samping. Dia tadi sempat berjalan sedikit mundur agar Levan tidak mengetahui keberadaannya.
"Kamu sepertinya salah orang. Aku nggak menemukan perempuan bernama Zeline," Lovi bersikeras.
Itu Zeline bukan sih?
"Kalo gitu, mana cewek yang kamu temui tadi? Lova, ya?"
"Dia ada didekat kamu," ucap Lovi sambil menunjuk kearah Zeline.
Aduh, Lovi ngapain nunjuk gue.
Levan mengerutkan keningnya. Matanya mengikuti arah jari telunjuk Lovi.
"Eh- hai..." Zeline melambaikan tangannya seraya tersenyum canggung.
Levan melongo.
"Jadi yang tadi itu beneran lo?" tanya Levan.
"Mana gue tau. Yang pasti tadi Lovi nyamperin gue, dia ngomong bahasa Belanda. Gue nggak ngerti. Akhirnya gue ngomong bahasa Inggris, tapi katanya dia bisa bahasa Indonesia," jelas Zeline yang sebenarnya tidak terlalu penting.
Levan kembali menatap Lovi, "Lovi, nama dia Zeline, bukan Lova. Dan kamu ngapain ngomong pakai bahasa Belanda ke dia?"
Lovi menghela napas jengkel.
"First, tadi dia bilang nama dia itu Lova, bukan Zeline. Second, aku pikir dia orang Belanda, makanya aku bicara bahasa Belanda. Lagian kamu nggak kasih tau aku kalau dia orang Indonesia, kamu cuma bilang 'Lovi, coba temui dia, bawa dia ke aku' gitu doang."
Bener juga, batin Levan.
"Kamu jadi beliin aku ice cream nggak?" tanya Lovi pada Zeline.
Zeline bingung, bukannya tadi dia nggak mau gue beliin ice cream, ya? kok sekarang dia malah nagih?
"Loh, katanya tadi kamu nggak mau."
"Sekarang aku mau. Aku nggak mau dibeliin ice cream sama kakak laki-laki aku. Dia menyebalkan."
Zeline pasrah, dia mengiyakan. Mau bagaimana lagi.
Zeline melangkah mendekati Levan, lalu berbisik.
"Adik lo nyebelin juga kadang, kayak lo. Persis."
KAMU SEDANG MEMBACA
ZELINE
JugendliteraturIni cerita tentang kita. Bukan tentang aku dan kamu. Tapi tentang aku, dia, dan orang-orang di sekitarku. Jangan lupakan satu hal, aku kehilangan sahabatku di hari pertama libur akhir semester. Aku, Zeline Lovata. Aku diperebutkan oleh hampir semua...