3. Bioskop

59 5 2
                                    

"Mau seat yang mana, kak?"

Zeline menunjuk sisi kanan layar yang terdapat 1 seat kosong, "Ini."

Setelah memesan tiket, Zeline memutuskan untuk membeli beberapa camilan seperti popcorn dan lain-lain. Oh iya, jangan lupakan satu hal, dia sangat-sangat menyukai lemon tea.

Semua pesanan sudah berada ditangannya, dia harus menunggu 10 menit lagi sebelum pintu teater dibuka. Zeline memilih duduk di sisi kanan pintu yang terdapat sofa panjang.

10 menit menunggu, Zeline mulai melangkahkan kakinya ke dalam bioskop. Tidak begitu ramai karena sekarang memang sudah malam.

Zeline duduk dengan hati-hati. Melihat ke samping ternyata seat itu kosong, jika dilihat dari warna seat yang terdapat pada layar tadi harusnya seat disampingnya tidak kosong. Mungkin dia sedikit terlambat.

Dia mulai fokus pada ponselnya. Mengutak-atik bio instagramnya. Menghias font dan lain-lain. Padahal baru kemarin malam dia melakukan hal itu. Tanpa sadar, seseorang mulai menduduki seat disamping Zeline.

Teater mulai menggelap.

Zeline masih belum menyadari keberadaan seseorang disampingnya. Hingga ia merasakan haus ditenggorakannya. Tangannya mulai mengambil segelas lemon tea.

Dingin, dan...

Berbulu? OH TIDAK!

Zeline menoleh ke samping seraya memejamkan matanya erat-erat, tidak berani menatap sama sekali. Namun dia memberanikan diri untuk mengintip sedikit, perlahan kelopak matanya mulai terbuka.

"KYAAAAAA!"

Penonton lainnya yang sedang menikmati film langsung mengarahkan pandangan ke sumber suara. Beberapa dari mereka memberi isyarat agar diam.

Cowok disampingnya melotot, dengan gerakan cepat dia membekap mulut Zeline. Menyembunyikan kepala Zeline di balik tangannya.

"Lo tau kita lagi ada dimana?" tanya cowok itu sangat pelan namun penuh penekanan. Dia tidak menatap kearah Zeline. Matanya masih fokus pada film yang sedang dia nonton.

"Tau, tapi gue kaget, maaf," ucap Zeline merasa tidak enak.

"Ngapain lo minta maaf ke gue?"

"Gue nggak minta maaf ke lo, gue minta maaf ke mereka semua yang tadi ngerasa keganggu sama teriakan gue," jelas Zeline seraya memutar bola matanya.

"Lo pikir gue nggak ngerasa keganggu?" cowok asing itu menatap ke arah Zeline dengan sangat jengkel.

"Ya mana gue tau. Udah ah, kalo mau ngomong dilanjut nanti aja. Gue mau nonton," ujar Zeline lalu kembali fokus pada film.

                                 ♥♥♥

Film telah selesai diputar. Zeline tersenyum senang, film tersebut memuaskan. Dia sedikit meregangkan tubuhnya yang sedikit pegal akibat terlalu lama duduk.

"Minggir, gue mau keluar," suruh Zeline, langkahnya terhalangi oleh kaki cowok asing itu.

Cowok itu menatap ke arah Zeline lalu menggeser kakinya, "Tuh, lewat."

Zeline mendengus kesal.

Sebelum keluar pintu teater, Zeline menyempatkan diri untuk menoleh kebelakang untuk melihat keberadaan cowok itu sekali lagi.

Tampan.

Tapi menjengkelkan.

Zeline kembali memutar badannya berniat untuk keluar dari teater. Tapi tangan seseorang menahannya. Dia pikir yang menahan tangannya adalah si cowok ganteng itu...

Tyapi ternyata tidak, "Mbak, itu gelang mbak bukan?" tanya salah satu petugas kebersihan seraya menunjuk gelang berwarna biru muda bermotif kupu-kupu.

"Ah, iya. Makasih ya," Zeline tersenyum lebar.

Dia bergegas menggambil gelangnya lalu pergi keluar pintu teater.

Ketika petugas kebersihan itu mulai membersihkan sampah-sampah, ada seorang yang tidak diketahui menepuk bahunya.

"Liat gelang saya nggak, mas?" tanya cewek itu.

"Ciri-ciri gelangnya seperti apa mbak?" tanya petugas itu heran. Kenapa hari ini banyak sekali yang kehilangan gelang? pikirnya.

"Warna biru muda, motif kupu-kupu. Kira-kira mas ngeliat nggak?"

Petugas kebersihan itu berpikir sejenak. Seperti ada yang aneh.

"Ah, sepertinya saya tidak lihat. Maaf, mbak," ucapnya.

Cewek itu tersenyum masam lalu mengucapkan terimakasih. Dia segera membalikkan tubuhnya lalu bergegas keluar teater.

                                 ♥♥♥

"Ini gelang siapa?" tanya Levan pada dirinya sendiri. Saat dia hendak berdiri dari kursinya dia melihat sebuah gelang di kursi sampingnya.

Dia melihat sekitar. Sepi. Semua orang sudah keluar teater. Hanya tersisa beberapa petugas kebersihan. Levan pasrah lalu memasukan gelang itu ke dompetnya.

Dia bergegas pergi karena sekarang sudah menunjukkan pukul 11.00.

Tuk tuk tuk

Seperti ada yang mengikutinya. Dia menoleh ke belakang.

Cewek yang tadi duduk disampingnya, sekarang sedang mengikutinya.

Zeline melambaikan tangannya ke arah cowok itu.

"Ngapain lo?" Levan tersenyum sinis.

Zeline sudah berada tepat di samping Levan. Mereka mulai berjalan beriringan.

"Hmm, gue cuma mau jalan ke parkiran mobil kok. Kebetulan ada lo. Kenapa sih? sensi amat jadi cowok," ledek Zeline.

Levan hanya diam, tidak beminat untuk menanggapi gadis gila itu.

"Oh iya, nama lo?" Zeline kembali berkicau.

Levan menoleh ke arah Zeline, kemudian menyodorkan casing ponselnya ke hadapan Zeline. Awalnya Zeline terlihat bingung, tapi dia segera mengerti.

Zeline membaca tulisan kecil di sisi kiri bawah casing. Dia mulai mengejanya, "Levano A."

"Levan?" ucap Zeline sedikit ragu.

Levan mengangguk.

"Mau tau nama gue nggak?" tawar Zeline.

Tawaran yang sangat tidak berguna. Levan menoleh ke arah Zeline lalu memutar bola matanya.

Zeline manyun. Namun tetap saja dia akan memberi tahu Levan. Zeline tersenyum manis lalu memperlihatkan gelangnya ke hadapan Levan. Levan mengerutkan keningnya bingung.

"Maksud lo?" tanya Levan.

"Di gelang gue ada nam--" Zeline membulatkan matanya setelah menyadari ada sesuatu yang aneh terhadap gelangnya.

"KOK NGGAK ADA?!" teriak Zeline lalu mengutak-atik gelang berharap ada ukiran nama di permukaan gelang tersebut.

"Van, ini kok nggak ada nama gue?!" Zeline makin panik.

Levan hanya menaikan sebelah alisnya, "Ya mana gue tau."

"Udah ah, gue mau pulang," lanjutnya.

Zeline mengejar Levan.

"ISH, LEVAN TUNGGU."

                                 ♥♥♥

Hi, intinya semoga suka‘︿’
*walaupun ini pendek banget💃*

See u di chapter 4 💩

ZELINE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang