Levan sudah sampai di depan mobilnya. Ia ingin membuka pintu mobilnya, namun cewek gila itu menahan tangannya.
"Tung--gu, tunggu. Gue ngos-ngosan, Van. Ish, capek tau," Zeline memukul lengan Levan.
Levan melotot, "Lo kenapa sih? nggak jelas. Udah sana pergi," usir Levan.
"Ish, tunggu. Ini gelang gue bukan sih?" tanya Zeline seraya memanyunkan bibirnya.
Levan memperhatikan gelang itu lebih detail. Seperti tidak asing. Tapi Levan tidak ingin ambil pusing, "Nggak tau."
"Terus gelang gue kemana dong? tadi gelang gue jatuh di bioskop, terus ada petugas kebersihan yang nemuin, yaudah gue ambil. Tadi gue buru-buru juga sih, jadi nggak terlalu merhatiin gelang ini ada nama guenya atau nggak." jelas Zeline.
Levan mengangguk mengerti.
"Emang nama lo siapa?"
"Zeline Lovata," jawab Zeline.
Levan mengerutkan keningnya. Nama itu, nama yang tertera di atas gelang yang dia temui di bioskop tadi. Levan mengeluarkan gelang tersebut dari dalam dompetnya.
"Ini gelang yang lo maksud?" tanya Levan memastikan.
Zeline membulatkan matanya, "KOK ADA DI LO? LO NYURI?"
Levan memutar bola matanya malas, "Tadi gue nemu di kursi lo. Nggak usah bacot."
"Siniin gelang gue," Zeline berniat mengambil gelangnya dari tangan Levan, namun Levan menghindar.
"Nggak semudah itu," ucap Levan sinis.
"Ih, nggak lucu. Itu gelangnya bagus banget, tau. Sini," Zeline masih terus berusaha merebutnya.
"Ada syaratnya."
Levan memiringkan kepalanya lalu membisikkan sesuatu ke telinga Zeline.
"Nggak lucu sumpah. Lo pikir gampang?" Zeline melotot.
"Nanti gue yang urus. Lo tinggal duduk manis aja, tunggu info selanjutnya."
"TERSERAH," final Zeline lalu bergegas pergi menjauh dari Levan.
Tapi tiba-tiba Zeline berbalik arah lagi menuju Levan yang sudah mulai menyalakan mobilnya. Zeline mengetuk kaca mobil.
"Woi, buka."
Levan mengerutkan keningnya. "Bukannya tadi lo udah pergi?"
"Ya balik lagi lah. Gue lupa, minggu depan gue mau ke Belanda. Dalam 1 bulan gue bakal menetap disana," Zeline tersenyum puas.
Levan tidak terkejut sama sekali. Dia hanya mengangguk-angguk kan kepalanya. "Oh, bagus."
Zeline membulatkan matanya.
"Kok bagus?"
"Ya bagus, gue juga minggu depan mau ke Belanda. Bokap lagi ada kerjaan disana selama 1 bulan. Dan... omongan lo tadi nggak bisa dijadiin alesan buat kabur dari syarat gue, Lova,"
Levan tersenyum sinis. Dia menutup kaca mobil lalu mulai menjalankan mobilnya menjauhi Zeline.
"IIIIIHHH, ISHH," Zeline mencak-mencak.
"GUE PASTI BISA KABUR DARI SYARAT SIALAN LO ITU LEVANNN!"
♥♥♥
Hari ini adalah hari dimana Zeline harus meninggalkan rumahnya selama 1 bulan. Perlahan-lahan dia menutup pintu kamarnya dengan wajah lesu lalu mulai menuruni tangga. Dia tidak napsu untuk sarapan. Tapi dia harus tetap melakukannya.
Setelah menghabiskan sarapannya, Zeline beralih menatap mamanya.
"Ma, 1 bulan itu nggak sebentar."
Ryn ingin memasukan suapan terakhirnya namun suara Zeline menginterupsinya membuat dia menghentikan aktivitasnya sejenak. Ryn menghela napas pelan.
"Iya, mama tau," Ryn menoleh ke arah Zeline.
Zeline mengerutkan keningnya bingung. Maksud mamanya ini apa?
"Maksud mama?"
"Kamu harus ikut Zeline. Cepat ambil semua barang kamu lalu minta pak Adi menaruhnya di bagasi," suruh Ryn dengan nada final.
Zeline mengepalkan tangannya. Dengan cepat dia pergi dari meja makan lalu membawa seluruh barang bawaannya.
Tidak terlalu banyak karena memang biasanya mereka akan membeli sebagian barang di tempat tujuan. Seperti pakaian dan lain-lain.
Tidak butuh waktu yang lama untuk Zeline menaruh barang-barangnya. Kini dia sudah berada di dalam mobil. Perjalanan menuju airport tidak terlalu jauh. Hanya membutuhkan waktu 1 jam.
Zeline menghabiskan waktunya dengan memainkan ponsel dan membuka instagram. Dia men-scroll beranda. Membosankan. Sejauh ini tidak ada yang menarik.
♥♥♥
Zeline melangkahkan kakinya menuju ruang tunggu airport. Melihat sekitar, dia ingin roti.
"Ma, Lova ke sana dulu ya," ucapnya tanpa melihat ke arah Ryn.
Setelah mendapatkan rotinya. Dia bergegas menghampiri mamanya.
"Ayo, Lova. Kita nggak punya banyak waktu," perintah Ryn.
"Justru Lova berharap kita bakal ketinggalan pesawat supaya penerbangan hari ini ditunda," ucap Zeline lesu.
Bahunya perlahan mulai turun. Seperti tidak ada semangat.
Ryn tidak menjawab omong kosong yang keluar dari mulut Zeline. Dia dengan cepat melangkahkan kakinya seraya menyeret kopernya.
Zeline mengejar Ryn, "Mama kayaknya seneng ya kalo Lova sedih?"
"kamu bicara apa? Mama nggak paham."
"Maksud Lova, mama seneng kalo Lova sedih?" perjelas Zeline.
Ryn tidak bersuara sampai akhirnya mereka berada di dalam pesawat.
Zeline juga hanya diam saja sedari tadi. Muak dengan mamanya yang tidak pernah mengerti perasaan anaknya sendiri.
Zeline memasang headphone-nya lalu mulai memejamkan mata. Pesawat akan lepas landas dalam hitungan beberapa detik lagi.
♥♥♥
Tiba-tiba pengen lanjutin🙃
see u di chapter berikutnyaaaaa
KAMU SEDANG MEMBACA
ZELINE
Teen FictionIni cerita tentang kita. Bukan tentang aku dan kamu. Tapi tentang aku, dia, dan orang-orang di sekitarku. Jangan lupakan satu hal, aku kehilangan sahabatku di hari pertama libur akhir semester. Aku, Zeline Lovata. Aku diperebutkan oleh hampir semua...