Nadine bersikeras dari ketegasan matanya yang mampu menatap wajah yang bermain-main itu. Antuasias Flora perlahan memudar, tetapi dia tetap memiringkan senyumnya.
"Yah, sepertinya aku juga bosan mengulurkan waktu. Aku akan tetap menamatkan cerita ini di sini." Dia memungut tas punggung yang terlantar begitu saja di belakangnya.
Nadine menonton semua gerakan itu, dan mengira Flora akan mengambil tas itu. Tiba-tiba perempuan itu menyerangnya dengan sesuatu yang mengkilap. Nadine mengelak benda itu dari wajahnya—mundur, nyaris terpeleset.
Kenapa Flora melakukan itu?
"Apa-apaan kau ini." Ia tidak bisa mengulum kekesalannya saat ini juga. Flora memamerkan benda yang melebihi muatan genggamannya itu.
Gunting rumput.
"Pasti akan sulit dipercaya untukmu, tapi ini nyata." Sikap santai itu masih mencoba bersikap baik ketika mendekati Nadine.
"Aku adalah si pembunuh yang sering merekabicarakan."
Pikirannya nyaris kosong dengan rasa kaget yang seolah meledak dalam jiwanya. Tanda tanya itu bermunculan dalam benaknya, tapi tak ada satupun yang keluar.
"Ini terlalu cepat, ya 'kan? Aku hanya bosan bersandiwara. Kenapa orang-orang sepertimu hanya bisa mendongengkannya tanpa mau peduli pada 'dia yang sebenarnya'?"
"Kenapa hanya aku?"
Nadine hanya menjeda Flora yang menghampirinya dengan tangan kosong yang membentuk jarak di antara mereka.
"Wah, sudah kuduga kau tidak memedulikan siapapun. Bahkan kau tidak peduli dengan seseorang yang tinggal di rumah kosong itu dan melempar batu ke kamarmu."
"Siapa?"
Sekarang raut Flora menunjukkan kemarahan yang kuat.
"Aku!"
Gunting itu melesat dengan moncongnya lagi, Nadine berteriak.
"Aku bertanya; kenapa hanya aku yang disalahkan! Kau malah membahas rumah itu!"
"Kau tidak mengerti? Kalau aku tinggal di dekat rumahmu, itu berarti hanya kau yang aku tahu. Kau tidak mengerti—bagaimana perasaanku saat aku mengurus rambutmu."
Detak jantung yang membuncah ini menguarkan sensasi dingin di kulitnya. Ia merasa ingin berlari, pergi sejauh-jauhnya dari kehidupan orang ini.
Dia mendekat perlahan seperti menangkap mangsa yang tertidur, sementara Nadine harus memerhatikan kedua hal; Flora dan gerakan mundurnya.
"Pasti ada cara lain untuk mengobati penyesalanmu. Tolong, hentikan."
"Menurutmu apa? Aku selalu menanti hari esok yang berbeda, tapi hari esok itu malah menjadi tantangan yang harus kulalui. Aku selalu sial!"
Dia tidak memiliki kendali dari kemarahan aneh itu, sementara Nadine tidak memiliki daya apapun untuk melawannya. Ia tidak pernah bisa mengatasi orang yang memiliki hasrat kuat seperti ini.
"Kau hanya perlu hidup dengan lembaran baru. Pasti ada solusi yang bagus untuk semua masalahmu."
"Pembohong!"
Nadine mundur cukup cepat hingga sebatang pohon tua menghentikannya. Pengakuan perempuan itu benar-benar seperti raut ganjilnya saat ini, yang menyeringai atas kegagalan Nadine di sini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gunting Rumput 2
Mistério / SuspenseBertebaran rumor tentang pembunuh yang diasingkan ke hutan dalam kesendirian Nadine selama mendekam di bangkunya. Seorang murid pindahan mengajaknya untuk mengunjungi bangunan salon yang dipercaya sebagai tempat bekerja pembunuh sebelum diasingkan...