Fiza menyentakkan kakinya keras. Suara sepatu high heels 5 centinya bersuara nyaring beradu dengan lantai marmer kantornya.
Ini sudah kali ke 5 dia mondar-mandir masuk keluar lift dari lantai 10 tempat bekerjanya turun ke lantai 1 ke ruangan personalia.
Sebagai staff sekretariat Direktur Utama yang khusus bertugas mengurusi hal-hal yang berbau training karyawan baru khususnya sekretaris dari semua jabatan tinggi di perusahaan ini, mulai dari kepala bagian, manager umum, CEO bahkan Direktur Utama, dia tak pelak sering berurusan dengan divisi personalia.
Dan sialnya pagi ini, sekretaris nomor wahid Direktur Utama mendadak terpaksa harus resign dari kantor dengan alasan yang tidak diketahuinya.
Isssshhh...
Dia duduk sebentar di sofa lobby kantor, merenggangkan kakinya yang tampak merajuk akibat ia bawa berjalan mondar-mandir tadi. Ia pijat dan tepuk kakinya perlahan.Pegel. Teriaknya dalam hati.
Tiba-tiba ada sosok gagah dengan setelan jaz mahalnya berjongkok di depan kaki indahnya lalu menarik kakinya ke atas paha sang sosok gagah tersebut.
Merasakan pijatan yang luar biasa enak, dia terlena. Tetapi seketika dia tersadar dan menarik kakinya cepat.
“Zo.. Office. Berapa kali aku bilang, jangan deket-deket aku di kantor. Tuh mata-mata fans garis keras kamu udah melototin aku kaya mau njambak rambut aku. No...”
Ferzho tidak peduli. Dia bangkit dari posisi jongkoknya lalu menarik asal tangan Fiza yang mau tak mau terseret pelan."Zo...”
Keluar juga teriakan Fiza ketika mereka sampai di ruangan CEO, setelah sedari tadi dia menahan diri untuk tidak meneriaki brondong gila satu ini di depan beberapa karyawan yang tidak sengaja berpapasan dengan mereka baik di jalan maupun di lift.Bahkan Ferzho masih tidak peduli. Ditariknya lagi tangan Fiza yang masih digenggamnya, lalu membimbing tubuh mungil itu untuk duduk di sofa.
Ferzho berjongkok kembali dan menarik kaki Fiza lalu mulai memijatnya perlahan.“Ezo...”
teriak Fiza sekali lagi.Kali ini Ferzho tak tinggal diam. Dia menatap tajam mata Fiza seolah amarah berkumpul di pelupuk matanya.
Akhirnya Fiza menyerah, ia menyenderkan punggungnya ke punggung sofa lalu mulai membiarkan Ezo memijat kakinya perlahan dan menikmatinya. Pijatan yang selalu memabukkannya ini membuat matanya seketika terpejam.
Setelah dirasa Fiza cukup rileks. Ferzho melepas high heels milik Fiza, menaruhnya didekat kaki sofa. Lalu dia berdiri dan duduk di sebelah gadis mungil itu.
Menatap Fiza yang sedang dalam kondisi begini selalu membuat Ferzho nyaman. Sudut bibirnya terangkat naik bersamaan dengan tangan kirinya yang mengelus lembut puncak kepala Fiza. Ini hal favoritnya jika berkaitan dengan gadis mungil itu.
Deg... Lagi-lagi. Selalu. Batin Fiza.
Dia cukup sadar untuk tidak membuka matanya saat ini, takut salah tingkah menghadapi Boss juniornya yang merangkap sebagai sahabat terdekatnya selain Vira.
“Sok-sok an gak buka mata. Keenakan ya, kakak?”
sudut bibir Fiza mendesis kesal. Dia paling tidak suka dipanggil kakak oleh Ezo. Memang sih usia Fiza lebih tua dari Ezo. Tapi cuman 4 tahun jaraknya. Tidak begitu jauh kan.“idih. Tetep bisa ambekan. Coba sehari aja gak manyun. Pasti banyak yang udah ngantri jadi pacar kamu.” tiba-tiba Fiza memukul lengan Ezo keras. Dan yang dipukul hanya pura-pura kesakitan lalu tertawa kencang. Fiza bertambah manyun.
“oke.. Oke.. Piz.”
Teriak Ferzho ketika Fiza tak juga berhenti memukulnya.Seketika Fiza berhenti lalu merapikan rambutnya yang tadi tak sengaja diacak Ezo karena sangking gemesnya.
“Kan aku udah bilang sepatu tinggi terkutukmu itu harus di buang. Tau sendiri mobilitasmu di kantor ini agak tinggi. Jadi buat apa nyiksa tubuh sendiri. Lagipula apa yang bikin kamu mondar mandir gak jelas sampe 5 kali itu. Mbak Rene kepala personalia itu bikin ulah lagi ke kamu.”
Fiza terdiam. Bukan enggan dia menjawab hanya takut sesuatu yang tidak diinginkannya terjadi jika dia menceritakannya pada Ezo.“Fiza... Kamu milih kamu sendiri yang cerita atau pak Juno yang kalau cerita pasti ditambah-tambahi dengan versinya dia.” Tawar Ezo.
Melihat situasi yang mendesaknya, daripada Ezo mendengar dari Pak Juno yang mulutnya pantas disebut mulut wanita padahal dia pria, Fiza memutuskan buka suara.
“aku udah dua kali kasih form permintaan karyawan baru buat ngisi jabatan Bu Binta, tapi mbak Rene malah nyuruh revisi terus sampe 5x. Ya emang aku akuin aku yang salah. Tapi kalau salahnya cuman typo doank, kan harusnya dia bisa telpon ke ruangan aku biar aku gak bolak-balik cuman buat benerin 1 atau 2 huruf. Bayangin. Kesel gak.”
Ferzho hanya tersenyum. Lalu mengacak kembali rambut Fiza yang sudah ditata rapi tadi sebelum berdiri dan keluar dari ruangannya sendiri. Meninggalkan Fiza yang hanya bisa menganga.
Isssssh.. Selalu gitu. Main tinggal aja gak omong apa-apa. Batinnya.
“Nye.. Be.. Lin...”
teriaknya keras (tidak masalah, tidak akan ada yang dengar, ruangan CEO ini kedap suara. Hahahha..)TBC.
********F.T.W*********Update chap 2,guyz
Semoga suka.
Lagi-lagi jangan lupa tinggalkan jejak.
Terima kasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Brondong Nyebelin (End)
Short StoryFiza...lagi enak-enaknya curhat, eh.. malah ditinggalin. Cowok yang dicurhatin hanya mengusap rambutnya lembut, lalu pergi gitu aja. Nggak sopan kan? Lebih nggak sopan lagi, karena cowok itu lebih muda darinya. Ngeselin kan? banget... Alih-alih m...