PUAN MALANG

12 3 0
                                    

Ini kisah Puan yang Malang.
Berhari-hari ia masih berusaha berdiri. Hampir tepat tiga ratus enam puluh lima hari.
Puan ini mati-matian berlari, padahal diri sendiri tak tau tujuan ia tertatih.

Tidurnya tak menambah tenaga.
Paginya tak pernah terasa lega.
Bahkan ia kini mulai mempertanyakan, siapa dia?
Puan malang ini benar-benar sudah kehilangan dirinya.

Tangisnya tak lagi menenangkan seperti yang orang-orang kata.
Puan ringkih ini tak punya rumah untuk pulang.
Hidupnya hanya sebatas menghabiskan udara untuk satu hari saja.
Urusan udara esok, tidak benar-benar dinantikan.

Puan lemah ini hanya takut pada dosa besar.
Disiksa semasa matinya di api neraka.
Ia hanya tak ingin abadi menjadi penghuni neraka.
Hidupnya tak punya arah, matinya tersiksa.

Kalau- kalau Puan penakut ini tak percaya neraka, mungkin sudah sejak lama ia ditemukan mati diatas tempat tidur kapuknya, dengan sebuah pisau dapur tajam ditangannya.
Atau terkapar dengan racun tikus dimulutnya.
Bahkan bisa saja ia sudah lama ditemukan didepan pintu kamarnya.
Tegang tak bernapas sebab lehernya tercekat tali tambang.

Puan kesepian ini hanya seonggok mayat hidup tanpa arah.
Ia hidup sekedar menghargai keputusan Tuhannya.
Sebab masih saja memberinya seuntai nyawa.
Hidupnya hanya untuk menambah garis silang pada kalender rumahnya.

Orang-orang sekitar mana tau bahwa Puan ini sudah kehilangan dirinya. Sebab meski bak mayat hidup, ia masih tertawa, ia masih berdiri.
Orang-orang mana peduli ia sudah tertatih, ia sudah meringis pedih.
Meski kantung mata hitam jelas tergambar diwajahnya.

Orang-orang tak mungkin ingin ikut campur.
Atau hanya sekedar menanyakan apa ia baik-baik saja.
Apa yang dimintanya pada Tuhan tak seperti orang-orang.
Lain dari lainnya, ia meminta sudah.

Bukan meminta panjang umur, Puan ini meminta mati.
Lantang memerintah Tuhannya untuk tak usah repot-repot mengembalikan nyawanya dipagi hari didalam tidur malamnya.
Ia meminta untuk tidur sebenar-benarnya.
Ia menuntut istirahatnya, tidur pulasnya.

Miris, Puan malang ini kesepian.
Mungkin sesiapa yang sungguh menanyakan kabar jiwanya.
Bisa saja hujannya meledak sejadi-jadinya.

Miris, Puan malang ini terbelunggu dalam cangkang.
Barangkali kau bisa bantu ia keluar?

————————
Medan, 18 Desember 2018

Mengenai SajakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang