Chapter 7

706 118 12
                                    

Beberapa hari berlalu setelah kejadian itu, kejadian di mana Alifian menanyakan tentang Aulia. Sejak saat itu juga, aku harus mengalah. Rasaku untuknya harus aku kubur dalam-dalam.

Bukan tanpa alasan aku melakukannya, tapi sejak kejadian itu Aulia terbawa perasaan dan menyukai Alifian. Iya, Aulia menyukai Alifian dengan terang-terangan tanpa memikirkan perasaanku. Singkatnya, aku mengubur rasa ini untuk Aulia.

Miris ya? Aku harus mengubur rasa ini bahkan sebelum aku berjuang untuk mendapatkannya. Tak apalah, lebih baik aku kehilangan Alifian dari pada kehilangan Aulia. Aulia itu sahabat terbaik ku, dari kecil kami selalu bersama dan Aulia selalu baik padaku. Aku tak mungkin menyakitinya, aku terlalu menyayanginya.

"Guys! Gak ada yang mau ke kantin gitu?" Aulia memecahkan lamunanku membuatku menatapanya.

Aku menggeleng. "Enggak! Gue udah sarapan." Balasku. Tumben sekali Aulia mengajak ke kantin, biasanya dia lebih memilih menitip dari pada pergi sendiri.

"Mi?" Kali ini Aulia bertanya pada Ilmi.

Ilmi pun menggeleng. "Enggak, lagi juga tumben banget lo mau ke kantin?" Balas Ilmi. Tuh kan Ilmi juga heran dengan tingkah aulia.

"Hehe... Ya siapa tau kan kalo di kantin gue bisa ketemu Ali." Tepat. Dugaanku benar-benar tepat. Huh! Kenapa hati ini sakit sekali mendengarnya?

"Sebentar lagi bel. Udah ah gue mau balik ke tempat gue dulu." Kata Ilmi. Jika boleh memilih, aku ingin duduk bersama Ilmi dulu untuk sementara karena jujur aku belum siap jika Aulia terus bercerita tentang Alifian.

"Eh gue mau duduk sama Devia dulu, ada beberapa pelajaran yang harus gue bahas sama dia." Kata Aulia tiba-tiba membuat Ilmi tak jadi melangkahkan kakinya.

"Ya udah, kalo gitu biar gue yang duduk di sini." Balas Ilmi kemudian mengambil tas nya yang berada tepat di belakang ku.

"Seenggaknya untuk sementara hati gue terselamatkan." Kataku.

"Lo yakin bisa lupain Alifian?" Tanya Ilmi membuatku menoleh ke arahnya.

Aku menghela nafas. "Gue belum tau, tapi gue akan berusaha." Balasku. Ilmi mengelus bahuku pelan seolah memberi kekuatan untukku.

"Gak nyangka sih gue ini bisa terjadi." Kata Ilmi.

"Udah ah gak usah dibahas, kita kerjain tugas aja dulu." Ku lihat Ilmi mendengus kemudian mengeluarkan bukunya. Aku hanya tertawa pelan, sudah biasa melihat Ilmi yang mendumel jika disuruh mengerjakan tugas.

"Eh anjir, demi apa si Alifian mau ke kelas ini?" Kata Ilmi heboh yang mau tak mau membuatku menoleh ke arahnya.

"Apa sih Mi?" Kenapa Ilmi selalu membahas Alifian sih?

"Itu, lo lihat deh si Alifian sama anak-anak OSIS mau ke sini." Balasnya. Aku yang memang duduk di pojok tak bisa melihat dengan jelas ke arah pintu masuk membuatku antara yakin tak yakin dengan perkataan Ilmi.

"Mana? Gak keliatan." Kataku yang dibalas toyoran di kepalaku oleh Ilmi. Huh kebiasaannya muncul lagi!

"Makanya punya badan tuh tinggi dikit." Eh malah meledek. Sahabat macam apa sih Ilmi ini?

"Assalamualaikum..." Baru saja aku ingin membalas ledekan Ilmi suara salam dari depan membuatku mengalihkan pandangan.

"Waalaikumsalam..." Di sana, tepat di depan kelas beberapa anak OSIS berdiri menghadap kami, salah satunya adalah Alifian.

"Maaf mengganggu semuanya, seperti biasa di hari Senin akan ada razia. Mohon kerjasamanya." Salah satu di antara mereka meminta izin untuk memeriksa kelengkapan kami lalu mereka menyebar ke setiap barisan.

Loving You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang