Semua akan Omong Kosong pada Waktunya

41 3 3
                                    

Semua ini gue tulis sebelum gue benar-benar tidak peduli.
Sebelum semua rasa merenggang karena sepi yang menjelma luka permanen yang membekas dan bernanah.
Yang sesekali terasa perih jika terbuka dan disentuh prasangka angin.
Sebelum gue benar-benar membenci sebuah kata yang tunamakna namun purna-nyata. Omong kosong yang berisi.  Sebuah harapan besar yang rapuh. 

Cinta. Begitulah kita biasa menyebutnya.
"Aku cinta kamu" adalah senjata andalan untuk membunuh rasa yang memenuhi dada dan membuat hambatan disaluran antara hidung dan paru-paru. Cinta adalah mata berpedang tak hingga yang bisa melukai semua orang yang terlibat langsung dan tidak langsung tanpa pandang kompromi. Mungkin kita pernah di posisi seperti itu.  Tertembak dan jatuh di kursi tenang teras depan rumah, yang nyatanya adalah lapangan tembak dari temanmu yang sedang bermain api dengan rasa.

Gue percaya, bahwa semuanya akan omong kosong pada waktunya.  Semua rasa yang membuat kita lupa akan dunia.  Setiap kenangan yang dibuat seperti anak kecil yang bermain-main di tengah hujan tanpa mengetahui bahwa bisa saja dia terkena demam setelahnya.  Terpeleset, jatuh dan terluka karena tidak berhati-hati melangkah.

Gue tidak ingin berbasa-basi lagi,  yang ingin gue sampaikan adalah..

jangan pernah jatuh cinta.

Jika tidak siap menghadapi perpisahan.

Gue minta maaf sebelumnya,  karena pada episode sebelumnya, 'Setelah putus', gue terlalu emosional dan sentimentil kepada kejadian yang baru saja terjadi pada kisah romansa gue yang jauh lebih seperti komedi daripada kisah cinta suci antara Romeo dan Juliet.  Habibie dan Ainun.  Tom dan Jerry.

Kenapa komedi?  Komedi adalah sebuah teori dimana kita melakukan berbagai metode untuk mematahkan ekspetasi agar orang-orang tertawa.

Romansa gue?  Sebuah kisah dimana "kita" mencipta kenang dan membuat janji untuk selalu bersama namun cuma bercanda, katamu.

Semua itu bermula ketika,  Bulan,  seorang adik tingkat di kampus gue,  curhat tentang perasaanya kepada Adit.  Adit,  adalah teman gue semenjak gue kuliah. Mulai dari hari pertama gue masuk kuliah,  dia adalah teman pertama gue makan siang bersama.
Gue masih ingat kata-kata yang pernah gue sampaikan kepada Adit ketika semester dua dan tidak pernah gue lupakan sampai saat ini.

"Bro,  sebelum ini semakin jauh,  dan kita semakin dekat.  Gue perlu jujur sama lo! "

Adit yang saat itu sedang asik makan bakso yang selalu dia pesan di kantin asrama puteri.  Menghentikan sendok berisi baksonya ketika bersiap mendengar apa yang akan gue sampaikan.

"Gue gak tahu nama lu,  Bro.."

Setelah itu Adit menukar bakso di sendoknya dengan mata gue.  Nggak,  nggak sehorror itu.

Ya,  setelah satu semester bersama, gue bahkan lupa untuk menanyakan pertanyaan dasar seperti nama.  Gue juga  bingung bagaimana bisa gue makan siang hampir tiap hari bersama seseorang yang bahkan gue tidak ingat namanya.  Hal ini anehnya seringkali terjadi,  kesulitan untuk mengingat nama seseorang.  Gue tipikal orang yang lebih cepat mengingat mukanya daripada namanya. Begitulah bagaimana caranya gue bertemu dengan Adit dan menjalin pertemanan yang baik sampai setidaknya beberapa minggu sebelum gue balik dari Thailand.

Tapi tidak perlu terburu-buru gue akan coba menceritakannya urut dari awal. Jadi,  setelah 3 hari gue lahir. Maaf,  sepertinya kejauhan. 

Saat itu gue sedang aktif menjadi dokter gadungan yang berbicara soal cinta di instagram.  Bulan, seorang wanita yang sangat aktif berorganisasi itu tiba-tiba mengirim pesan kepada gue lewat instagram. Dia bilang,
"Aku nggak tahu harus ngomong sama siapa lagi,  dan harus minta saran ke siapa lagi. Aku tahu dia lagi deket sama seorang perempuan. Kamu teman deketnya Adit,  dan perlu kamu tahu aku jatuh cinta sama Adit."

Geometri Patah HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang