Sudah hampir belasan tahun Galih tinggal di Canberra. Kerinduannya akan tanah air selalu menghantuinya. Sudah hampir tiga tahun ini Galih tidak pulang ke Indonesia. Keadaan Galih yang membuatnya harus menahan rasa rindu pada tanah NKRI yaitu program sarjana yang tengah dia jalani saat ini begitu sibuk. Hampir setiap hari selalu ada tugas yang menanti. Dengan berat hati, Galih mencoba untuk menahan rasa rindu nya terlebih dahulu.
"Lih, kamu udah move on dari si sahabat kamu yang di Jakarta sana?" tanya seorang wanita yang merupakan teman Galih selama di Australia.
"Ehm, gak tau, Han" Galih menggelengkan kepalanya.
"Oh, aku pikir kamu sudah lupa. Lih, asalkan kamu tahu, cewek kayak dia itu gak mau diajak pacaran" jelas perempuan bernama Hanna tersebut.
"Iya, makanya dulu tiap aku bilang suka, dia selalu diam"
"Lih, tahun depan kita lulus, kamu serius mau lanjutin bisnis ayahmu yang di Indonesia aja?"
"Iya, aku juga ingin melamar Farah" ucap Galih sungguh-sungguh.
Hanna terkejut mendengar ucapan Galih yang terdengar begitu meyakinkan. Hanna merupakan sahabat Galih selama di Australia, dia gadis berkebangsaan Indonesia yang sejak lahir tinggal di Australia mengikuti keluarganya yang bekerja disana. Hanna memiliki paras yang cantik, dan wajar saja Galih pernah terpikat padanya. Galih pernah menyatakan perasaannya pada Hanna dulu ketika masih di SMA. Cintanya kali ini berbalas, rupanya Hanna pun memiliki perasaan yang sama. Namun, seiring berjalannya waktu, cinta mereka kandas ketika di akhir masa SMA. Keduanya sibuk dengan ujian-ujian dari sekolah dan juga perguruan tinggi, akhirnya mereka memutuskan hubungan dan memilih untuk bersahabat saja. Jauh di dalam lubuk hati Hanna, dia masih memiliki perasaan pada Galih. Tapi, rupanya Galih begitu cepat menghapus perasaannya terhadap Hanna.
"Kenapa harus dia?" Hanna spontan menanyakan hal itu pada Galih.
"Entahlah, Han. Aku masih penasaran aja sama dia. Beberapa hari yang lalu dia chatt aku. Dan saat itu hati aku tiba-tiba bergetar seolah-olah memang masih ada perasaan untuknya" jelas Galih dengan pandangannya yang menyorot penuh harap.
"Mustahil, itu bukan cinta, Lih. Itu hanya rasa kagum kamu aja yang masih ada" ujar Hanna tak terima.
"Enggak, Han. Kalo hanya kagum, gak mungkin selama ini kan?"
"Galih! Jadi selama aku jadi pacarmu, aku gak pernah ada di hatimu?" tanya Hanna tak mampu lagi menahan amarahnya.
Galih menunduk, terdiam seribu bahasa. Dia tidak tahu harus menjawab apa atas pertanyaan Hanna yang jika di jawab hanya akan membuat Hanna lebih emosi.
"Kenapa kamu diam, Lih? Jadi benar? Jadi selama ini kamu hanya jadikan aku pelampiasan? Lih jawab!" Hanna terus meluapkan emosinya, tanpa ia sadari matanya mulai berkaca-kaca, perlahan air matanya turun membasahi kedua pipinya.
Galih paling tidak tahan jika melihat seorang perempuan menangis di hadapannya. Maka dari itu, ketika Galih pindah pun dia tidak memberitahukan keberangkatannya kepada Farah. Ia tahu Farah pasti akan menangis jika melihat sahabatnya pergi meninggalkannya dalam waktu yang lama. Spontan Galih mengusap kedua pipi Hanna menghapus air mata yang membasahi pipi gadis tersebut dengan pelan. Hanna tidak menepis tangan Galih yang menghapus air matanya, justru dia membiarkan Galih melakukan itu. Entah kenapa Hanna merasa bahwa suatu saat nanti Galih akan menyadari bahwa Hanna akan selalu ada untuknya dan menerimanya jika akhirnya perasaan Galih pada Farah hanya sebatas kekaguman biasa.
"Jangan nangis, Han. Kamu tahu kan kelemahanku? Aku paling tidak suka melihat perempuan menangis"
"Iya, aku tahu. Tapi, Lih. Jikalau Farah menolak mu, aku bersedia untuk menerima mu. Aku akan ada di belakang mu untuk saat ini. Dan aku berharap nanti aku bukan yang di belakang mu, melainkan yang berada di samping mu" jelas Hanna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebuah Pilihan
General FictionKisah ini menceritakan tentang seorang perempuan bernama Farah Andriani yang hatinya selalu menunggu kehadiran Galih Atmadja yang berada di Australia. Selama penantiannya, Farah coba mencari makna apakah berbeda antara cinta, suka, dan kagum. Di si...