Bab 33 - Pergi dan Melangkah maju

1.3K 122 18
                                    

Kini aku melangkah maju. Pergi meninggalkan dirimu di masa lalu. Bukannya tak mau mengingatmu, hanya saja ... aku mau kenangan indah kita dulu, tetap seperti di masa dulu. - Awang

Hangat, harum, dan ... nyaman. Itulah yang Kyara rasakan saat berada di dalam pelukan Awang. Degup jantung yang terdengar pelan membuat Kyara merasa begitu tenang. Erat, dipeluknya Awang dengan erat. Seluruh perasaan rindu ia tumpahkan pada laki-laki itu.
Bagaimana ya menyebutkannya. ... rasanya seperti Kyara tidak ingin ini cepat berlalu. Menginginkan waktu berhenti saat ini juga.

"Lo ... gak papa?" tanya Awang dengan suara lembut. Dalam pelukan Awang, Kyara tersenyum bahagia. Mengangguk pelan, gadis itu mulai merasakan kantuk. Apa dia lelah? Atau karena ini begitu terasa nyaman?

Tidak peduli apapun itu, rasanya saat ini ia hanya ingin tidur. Lelap dalam pelukan sang kakak kelas menyebalkan yang mungkin ... sangat ia rindukan.

Awang tersentak kaget saat tubuh Kyara meluruh ke bawah, nyaris jatuh jika tidak ia tahan. Awang menopang Kyara dengan salah satu lengannya, jemari-jemarinya yang lain menyibak beberapa helai rambut yang menutupi wajah Kyara.

Gadis itu tertidur dengan lelap. Bibir mungilnya terbuka, nyaris membuat pikiran Awang menyerupai Andre. Laki-laki mengembuskan napas pelan, lalu mulai mengangkat tubuh Kyara.
Ia ingin menidurkan Kyara di dalam mobil selagi ia menyelesaikan masalahnya pada Ace. Namun, suara familiar yang terdengar dari atas tangga membuat ia menghentikan langkah kakinya.

Andre, Revon, dan juga Awang menoleh menatap Ace dengan Greg yang berdiri di sebelahnya.

"Taro Kyara di kamar yang udah gue siapin. Greg bakal nuntun lo ke sana," ucap Ace dengan nada tenang sambal berhenti melangkah tepat di hadapan Awang.

Awang mengerutkan keningnya. Tidak suka dengan wajah Ace yang mengundang kepalan tangannya.

"Siapa lo nyuruh-nyuruh gue?" tanya Awang dengan nada dingin.


Ace mendengkus sebal. "Lo nanya siapa gue?" Nada suara Ace sedikit mengejek. "Kenalin, gue Ace. Calon pacar Kyara."

Nyaris saja ... Revon menerjang maju ingin memukul Ace jika tidak dihentikan dengan segera oleh Andre. Laki-laki itu menahan tubuh Revon yang memberontak ingin menghampiri Ace.

Berengsek!
maki Revon dalam hati. Matanya melirik Awang yang hanya diam memandang Ace tajam. Ia melihat salah satu tangan Awang terkepal keras. Rupanya laki-laki itu tengah menahan emosinya. Mengingat Kyara berada di pelukannya.

Andre menarik Revon mundur Revon dengan paksa. "Tenang. Calm. Lo harus sadar siapa orang yang mau lo tonjok. Serahin semua sama Awang," ucapnya menenangkan.

Revon mendengkus keras, ia melangkah mundur. Menuruti perkataan Andre.

Awang menarik napas pelan, mencoba mengontrol emosinya yang meluap. Netra hitam itu berkilat marah. Ace tertawa kecil melihat kecemburuan Awang.

"Kenapa? Mau marah? Tonjok, Wang. Lampiasin kebiasaan buruk elo kayak dulu. Pas kita masih jadi kawan," ucap Ace.

Awang tertawa sinis. "Kawan? Gue gak ngerasa berkawan sama pengkhiatan kayak lo." Rahang Awang terlihat mengeras. "Pengkhianat yang ngebunuh adik kawannya sendiri. Sampah!"

Ace terdiam, Greg yang berada di sebelahnya pun hanya berdehem kecil. Mencoba menelan kata-kata yang hampir keluar dari mulutnya.

"Ya ...," Ace menganggukkan kepalanya pelan, "gak heran sih lo mikirnya begitu." Ia menatap Awang. "Karena emang mereka maunya lo mikir begitu. Berengsek, kan?"

Awang menyerngitkan alisnya, bingung. Namun, matanya beralih pada Kyara yang terlihat seperti akan terbangun. Laki-laki itu menghela napas dan menoleh untuk mencari sofa panjang.
Setelah menemukan sofa panjang berwarna abu-abu yang berada cukup dekat dengannya, Awang memutuskan untu meletakkan Kyara di atas sofa tersebut.

Begitu pelan agar gadis itu tetap lelap dalam tidurnya. Awang tersenyum tipis, disapunya helainya rambut yang menutupi wajah Kyara. Ia mengusap pipi Kyara lembut, sebelum akhirnya beranjak untuk kembali menyelesaikan masalahnya pada Ace.

Laki-laki itu menggemeretakkan jarinya. Kini siap memukul Ace kapan saja.

"Kebetulan gue lagi males rebut meski gue pengen banget ngebunuh elo," ucap Awang. "Jadi sekarang lo jelasin maksud dari ucapan elo tadi. Dan alesan kenapa elo nyulik, Kyara."

Ace menarik napas panjang. Rupanya Awang sudah tak sebrutal dulu. Laki-laki itu berubah karena Kyara atau karena ... waktu? Jika itu masih Awang yang dulu, mungkin saja sekarang mereka berdua saling beradu tinju. Membabi buta tanpa ampun.

"Mau duduk atau berdiri di sini aja?" tanya Ace.

"Di sini aj—"

"Duduk." Andre menyela perkataan Awang. "Apa? Gue cape njer ... gue bawa mobil nih dari tadi. Lelah ini lelah. Kalo gak istirahat nanti gue cape. Terus muka gue kusam. Nanti gue jelek. Terus kalo jelek, cewek-cewek pada ilang. Dan lag—oke oke gue diem." Ia mengatupkan mulut saat Awang menatapnya dengan tajam.

"Kalo gitu kita duduk. Di sofa deket Kyara aja." Ace melangkah mendekati sofa. Ia menahan tawa saat Awang terburu-buru duduk di sofa yang Kyara tiduri.

"Jadi ...," Ace menyandarkan tubuhnya pada sofa, ia menatap Andre, Revon, dan Awang. "Gue bakal cerita kejadian sebenernya. Dan alasan kenapa gue menghilang beberapa tahun."


~

"Apa? Narkoba? Lo gila ya?" Awang memandang Ace tidak percaya. Yang benar saja! Mereka masih Smp dan si Ace gila ini ingin menjual narkoba seludupan? Awang menolak mentah-mentah ide itu.

"Ayolah, Wang. Ini kalo berhasil duitnya banyak. Lo gak perlu lagi ngekorin bokap lo itu. Kita bisa hidup mandiri tanpa jadi ekor orang tua kita." Ace berusaha meyakinkan Awang.

"Kalo berhasil, Njing! Kalo enggak bisa mampus lo!" sentak Awang kesal. Laki-laki itu menatap beberapa anak buah Ace kesal.

Awang (RevisiSetelahTamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang