Dita segera menutup telepon saat mengetahui ternyata adik Galen yang mengangkat panggilannya. Rasa kecewa tidak bisa untuk tidak terlihat di wajah Dita, padahal dia sangat berharap kalau Galen yang mengangkatnya. Dia sangat yakin kalau cowok itu yang menelepon sebelumnya.
Tapi terlepas dari hal itu, berarti Galen memang pergi ke Swiss. Mungkin kedatangan Zio dulu untuk menjemput Galen pulang. Sayangnya, mengapa Galen tidak memberi tahunya? Membiarkan dia dengan penuh kebingungan dalam dua minggu ini.
"Argh, bodo amat. Gue mau tidur!" Dita melemparkan ponselnya ke atas meja lalu menjatuhkan diri di atas kasur. Menutupi dirinya dengan selimut dan bersiap untuk pergi ke alam mimpi.
Waktu baru berjalan lima menit, tapi Dita sudah tertidur lelap. Namun ada satu hal yang terlupakan oleh Dita, yaitu mengunci pintu balkon. Di tengah sunyinya malam dan angin yang bertiup cukup kencang, sesosok lelaki berpakaian serba hitam masuk tanpa suara ke dalam kamar Dita.
Pergerakan sosok itu sangat halus sehingga tidak membangunkan Dita sama sekali. Langkah kaki tak bersuara menuju ke samping tempat tidur Dita, matanya menatap Dita dengan pandangan tak terbaca. Tangan sosok itu terulur mengambil ponsel Dita dan mengecek nomor panggilan terakhir.
Bibirnya terlihat mengulas senyum saat jemarinya bergerak memblokir nomor itu lalu menghapusnya.
"Selesai."
.
.
.Keesokan harinya, Dita bangun jam tujuh tepat. Tanpa memedulikan omelan dari mama Gischa, Dita beranjak pergi ke sekolah walaupun sudah dipastikan cewek itu akan terlambat. Namun Dita acuh tak acuh, kalau dihukum tinggal menerima saja.
Sialnya, jalanan Jakarta hari ini macet. Ah, tidak hari ini saja, hari-hari biasa juga macet. Dita harus menahan rasa kesal di dalam taksi yang terasa sesak dan cukup panas. Air Conditioner mati, itu kata sang sopir.
"Pak Sabar mulu!"
Dita bergumam saat setelah turun dari taksi, dia melihat guru kesayangannya itu sedang mengabsen murid yang terlambat."Males ah."
Daripada diceramahi, akhirnya Dita berpindah haluan guna masuk ke dalam warung di pinggir sekolahnya.Biasanya warung ini menjadi tempat nongkrong cowok-cowok saat istirahat. Juga sering digunakan sebagai tempat bersembunyi untuk murid nakal yang terlambat. Terbukti saat Dita masuk ke dalam warung, ada beberapa cowok berseragam sekolah sama sepertinya di dalam. Merokok, bermain ponsel, bahkan ada juga yang sarapan.
"Telat? Kasian amat."
Seorang cowok yang tidak Dita kenal, menyapa dengan puntung rokok yang terselip di kedua jari."Kayak lo nggak telat aja." Dita mendengus sambil duduk di dekat jendela. Dia sering pergi kesini waktu telat, jadi dia sudah terbiasa jika hanya dia yang cewek sendiri disini.
"Duduk disini dong, Dit. Empuk!" Seorang cowok menepuk pahanya, mencoba menggoda Dita. Yang ditanggapi dengan sorakan dari teman-temannya.
Dita sendiri acuh tak acuh, Dia sedang tidak mood untuk meladeni. Mata cewek itu mengedar ke sekitar, menatap kendaraan yang lewat di jalanan.
"Cuek amat. Lagi pms ya, Dit?" celetuk seseorang yang entah siapa Dita tidak tahu. Yang pasti celetukan itu kembali mendatangkan sorakan dan juga gelak tawa. Padahal Dita rasa tidak ada yang lucu!
"Diem lo pada!" Dita menjawab jutek. Dia mengalihkan perhatiannya kembali ke jalanan, namun matanya membelalak saat melihat sosok Galen yang baru saja turun dari sebuah taksi.
Galen turun dengan bantuan dari sopir taksi, mereka sempat berbincang sebentar sebelum akhirnya sang sopir taksi pergi. Meninggalkan Galen yang melajukan kursi rodanya guna masuk ke dalam sekolah.
"Galen!"
Dita segera berlari menghampiri cowok itu. Perasaan bahagia bercampur sedih menerjang hati Dita saat ini. Bahagia karena Galen akhirnya kembali, dan juga sedih karena cowok itu kembali tanpa mengabarinya sama sekali."Gue kangen banget sama lo!"
Tanpa peringatan, Dita langsung memeluk Galen erat. Yang mana tidak dibalas oleh yang dipeluk, Galen hanya diam saja."Lo darimana aja coba? Dua minggu ngilang nggak ada kabar!" ujar Dita setelah melepas pelukannya dan menatap Galen dalam.
"Swiss."
Benar bukan tebakannya!
Dita mengerang dalam hati. Ternyata Galen benar-benar pulang ke Swiss, dan itu pasti karena kedatangan Zio!"Tapi kenapa lo nggak ngasih tau gue?" tanya Dita pelan.
"Lupa."
Dita merengut sedih ketika mendengar jawaban klasik yang keluar dari bibir Galen. "Kenapa lupa?"
"Tidak ingat."
Wtf!
Dita kontan memgumpat dalam hati. Galen benar-benar menyebalkan, dia seolah tidak memikirkan perasaannya dalam dua minggu ini. Jujur, hatinya merasa sesak sekarang.
"Dita! Galen! Ngapain kalian disitu!!" teriakan Pak Sabar terdengar membahana. Membuat Dita menoleh dan melihat kalau guru itu sedang membuka gerbang sambil melotot marah.
Dita hanya menatap Pak Sabar dengan mata malas. Ck, berurusan dengan Pak Sabar lagi. Sungguh menyebalkan!
"Bukannya masuk, kalian malah pelukan di pinggir jalan! Bikin rusak nama sekolah aja!" omel Pak sabar sembari mendekati Galen dan mendorong kursi roda cowok itu, membawanya masuk melewati gerbang.
"Galen, bisa masuk kelas sekarang." Pak Sabar berkata tegas kepada Galen. Namun saat kepada Dita, "Dan kamu Dita, sapu halaman depan perpus sekarang!"
Saat ini, Dita merasakan apa itu namanya pilih kasih. Tapi Dita tidak terkejut, Galen memang murid kesayangan para guru di sekolah. Alasannya apalagi kalau bukan karena otak Galen yang benar-benar jenius.
"Anjay lo, pak." gumam Dita pelan namun masih terdengar di telinga Pak Sabar. Guru itupun menjadi murka dan menambah hukuman untuk Dita.
"Berani kamu mengumpat pada gurumu sendiri! Bersihin toilet siswi seluruh kelas 12!"
Dan Dita hanya bisa menghela napas pasrah. Matanya melirik Galen yang sudah pergi tanpa memedulikannya sama sekali. Galen jahat!
.
.
.Setelah selesai mengerjakan hukumannya, Dita dengan tubuh lunglai berjalan kembali ke kelasnya. Sekarang sedang jam istirahat, banyak orang yang memandangnya penuh ingin tahu. Tapi Dita cuek saja, dia hanya memikirkan untuk segera sampai di kelas dan segera tidur.
Ck, ada Galen!
Dita berdecak ketika saat memasuki kelas, dia melihat Galen yang berada di samping kursinya. Hm, tapi cowok itukan memang satu meja dengannya.
Dita melangkah menuju ke tempat duduknya dan langsung melipat kedua tangannya di meja, lalu membenamkan wajahnya di sana. Berniat untuk tidak memedulikan keberadaan Galen, namun sayangnya tidak bisa. Galen terlalu ganteng untuk tidak dipedulikan.
"Galen, gue sebel sama lo." ucap Dita tanpa mengangkat kepalanya. Galen tidak menanggapi.
"Gue bingung banget pas lo ngilang. Lo nggak ngabari gue sama sekali padahal gue itu pacarnya lo, kan?" lanjutnya dengan suara sedikit teredam.
Galen masih tak bersuara.
"Gue tahu kok kalo lo itu nggak cinta sama gue, tapi apa salahnya sih ngasih kabar?"
Dan setelah perkataan Dita itu, hanya sunyi yang menjadi jawaban untuk Dita. Tak bisa disangkal, Dita merasa kecewa sekaligus sedih karena hal itu.
Bermenit-menit kemudian, sunyi masih menemani Dita dan Galen. Dita hampir tertidur di tempat sebelum merasakan sesuatu menimpuk kepalanya pelan. Kepala Dita terangkat, dan dia melihat ada sebatang cokelat di depannya. Reflek matanya melirik ke arah Galen yang sedang menatapnya lekat.
Dita segera mengalihkan pandangan dan mengambil cokelat, dimana di atasnya tertempel sebuah kertas yang bertuliskan dua kata yang membuat Dita tertegun.
'Maaf, sayang'
.
.
.TBC.
Oke fix Galen pacarku
KAMU SEDANG MEMBACA
Frozen's Love
Teen FictionAwalnya Dita cuma penasaran kepada Galen, cowok pindahan dari Manhattan yang sifatnya sedingin es. Yang nyaris sempurna jikalau saja cowok itu tidak bergantung pada kursi roda. Tapi demi ambisinya untuk mempunyai pacar yang keren dan ganteng, Dita...