↳Resolusi

11 2 6
                                    

Terdengar helaan napas panjang dari profesor Yelno. "Kita harus bicara, Regan."

"Ada apa? Kenapa nggak ngomong aja langsung disini, pah?"

"Regan!"

"Sudah, pah. Regan, kamu juga duduk sana."

Tubuhku terbujur kaku seakan penyihir telah mengutukku menjadi sebuah robot. Aku bahkan tidak mengatupkan mulutku dengan benar dan menyimak adegan yang terjadi itu dengan gerakan canggung.

"Maaf ya, suasananya jadi tegang. Kenalin ini Regan adiknya Jean." Tante Tiffany berusaha mencairkan suasana.

Nyatanya bukan hanya suasananya yang tegang melainkan diriku pula.

"Halo om, tante dan..."

Sejak pria itu masuk tatapanku memang terkunci padanya namun ini kali pertamaku dia membalasnya.

"Shenly, meskipun kalian seumuran dia tetap calon kakak iparmu jadi bersikap baiklah padanya."

Berkat Tante Tiffany, aku berhasil lolos dari masalah konyol yang mungkin bisa terjadi saat itu.

"Iya, mah." jawabnya lantas mengerjap canggung.
"Oh iya, Regan juga mau kenalin pacar Regan. Namanya Kahrin."

Skenario Tuhan apalagi yang aku dustakan hingga takdirku berakhir sebegitu pilunya. Orang yang selama ini mengusik pikiranku kini hadir dihadapanku seakan tak terjadi apa-apa. Bahkan dia dengan gamblangnya menyatakan klaim yang dulu aku angan-angankan.

"Selamat malam, saya Kahrin. Maaf sudah mengganggu acara ini atas kehadiran saya. Saya tidak keberatan untuk pergi-"

"Nggak, elo tetap disini temenin gue. Bolehkan mah?"

"I-iya, boleh kok."

Pramusaji mulai memasuki ruangan kami dan meletakkan berbagai hidangan di atas meja. Om Yelno mempersilahkan kami untuk menikmati hidangan namun aku sama sekali tak meresponnya bak akal sehatku telah lenyap tak bersisa.

Dokter Jean mulai sadar akan keanehan sikapku. "Kamu nggak makan?"

Kehangatan yang dia hantarkan pada tanganku berhasil membuatku tersadar.

"I-iya, makan kok." ujarku dengan senyuman canggung.

Acara makan itu aku lakukan sembari terus tenggelam dalam pikiranku. Jadi adik yang selama ini dibicarakan dokter Jean adalah Regan yang sama dengan yang aku temui delapan tahun silam.

Bagaimana jika dokter Jean dan orang tuanya tahu akan hal ini? Jangan-jangan mereka akan menganggapku tidak pantas dan membatalkan perjodohan ini bergitu saja.

Aku memejamkan kedua mataku rapat guna meyakinkan diri atas perbuatan yang akan aku lakukan.

"Ngomong-ngomong aku tidak menduga kalau Regan adik bang Jean adalah orang yang sama dengan Regan temanku dulu."

"Hm, beneran?"

"Aku pernah satu kelas dengannya sekali saat SMP."

"Wah, kebetulan sekali ya. Aku bertaruh dia telah lupa padamu, Shen."

Regan hanya tertawa canggung dengan melafalkan kata iya sebagai jawaban. Baik orang tuaku maupun orang tua dokter Jean memberikan respon positif pada pembicaraan itu. Aku pun bernapas lega karena kejadian tadi berjalan sesuai prediksiku.

Dengan begini tidak akan ada yang curiga ketika aku dan Regan saling berbincang.

🕧🕧🕧
"Shen?"

"Shenly? Elo mikirin apa sih sampai gue panggil tiga kali elo baru nengok."

Baru saja para aku memasuki waktu istirahatku, aku sudah disambut dengan teriakan Ryfa.

HaludayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang