↪ Masa(lah) kecil

7 1 0
                                    


Sampai kapan pun aku tidak pernah menduga bahwa pertemuan kami harus mengambil latar peristiwa miris seperti saat ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sampai kapan pun aku tidak pernah menduga bahwa pertemuan kami harus mengambil latar peristiwa miris seperti saat ini. Sepintas pernah terpikir olehku untuk menghindarinya tetapi kini logikaku merasa tak terima. Suatu hal yang hampir setiap hari aku angankan sekarang benar-benar terwujud. Orang-orang pasti tidak percaya jika aku benci akan hal itu. Sebaliknya, aku lebih terkesan menantikan momen tersebut benar-benar nyata terwujud.

Daftar penyesalan hidupku yang pertama : tidak melawan orang yang menindasku.

Hidup dengan membiarkan dendam terus menguasai hatiku membuat lukaku kian terpahat dalam. Aku melupakan frasa bahagia yang bisa saja menjadi tema keseharianku hanya dengan sebaris tekad. Bukan permintaan maaf apalagi kehancuran total, bukan itu yang aku harapkan. Mereka akan aku permalukan atas tindakan rendahan yang mereka perbuat di masa lalu.

Seketika aku tersadar kembali ke kenyataan seseorang dibalik kemudi memberitahu bahwa kita sudah sampai di tempat yang aku tuju. Beberapa lembar won aku berikan kepadanya lalu turun dari taxi itu tak lupa sembari memberi salam sopan. Pandanganku tertuju pada banyaknya karangan bunga yang terletak di sepanjang gang yang aku yakin sangat ayal terjadi jika hanya dengan koneksi mendiang saja.

Popularitasmu tidak main-main juga ya, Hyeji.

Suara hentakan dari sepatu hak tinggi berwarna hitam yang sekarang aku gunakan seakan menjelma menjadi musik pengiring penabuh genderang peperangan. Namun, lucunya aku masih bisa merasa bersalah karena merasakan hal yang tak pantas dirasakan di pemakaman seseorang.

Iris mataku tidak bisa untuk tidak menatap sosok mendiang dalam foto yang di pajang. Meski sangat enggan, aku tidak menuruti niat hatiku untuk tidak sudi memberikan hormat terakhirku padanya. Batinku terus berharap tak seorang pun menyadari hal tersebut dan berusaha keras memasang kembali raut wajah datarku.

"Raemi? Apa kau bisa bergabung dengan teman-teman yang lain?"

Sialnya aku langsung bertemu pandang dengan Hyeji tepat setelah aku bangkit dari posisi berlututku.

"Tentu."

Tanpa ada niat untuk menunggunya, aku melangkah menuju ruang perjamuan lebih dulu. Tidak sulit bagiku untuk menemukan teman-teman lain yang dimaksud Hyeji. Beruntung kata teman-teman yang dia maksud bukan tersirat dalam tanda kutip hanya teman-temannya saja.

"Oh . . . Apa itu Seo Raemi?"

"Lama tidak bertemu ya, Seokwoon?"

"Wah, aku tidak akan mengira kau bisa berubah sampai seperti ini . . . ."

"Hentikan, aku bahkan tidak sempat berdandan dengan benar."

"Pantas saja kau semakin terlihat tua."

"Seok—"

"Terimakasih sudah menyempatkan untuk datang kesini. Ibu pasti juga bersyukur atas kedatangan kalian dari atas sana."

HaludayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang