good

1.2K 267 34
                                    

Sore hari yang sejuk Kirishima dan Jiro meninggalkan asrama. Mereka duduk di kursi sebelah mesin penjual otomatis. Kirishima memberikan satu untuk Jiro.

"Boleh tolong pastikan tidak ada yang mendengar?"

"Oh ... OK."

Tiga tegukan, Kirishima ingin langsung ke inti.

"Ketika jalan berdua bersama Yaomomo, apakah dia pernah bertemu atau bercerita tentang seorang perempuan?"

Jiro melanjutkan minumnya, merasa bahwa lingkup pertanyaan masih bersifat umum.

"Tentang dia memiliki saudara perempuan, mungkin?"

Jiro langsung batuk.

"Hm, kau baik-baik saja?"

Kirishima menarik tangannya ketika Jiro mengangkat tangan tanda ia baik-baik saja. Perempuan itu langsung berdiri.

"Maaf, Kirishima. Aku tidak bisa membicarakan ini."

Poin pada pembicaraan ini adalah bukan Kirishima mengorek informasi. Ia hanya memastikan informasi.

"Baiklah. Aku tidak akan memaksamu untuk bercerita. Tapi … hari Minggu kemarin, aku melihat seorang perempuan bekerja di kafe Atlanta. Namanya Yao—"

"Cukup. Aku sarankan untuk berbicara langsung dengan yang bersangkutan."

Kirishima mengingat dilemanya pagi tadi.

"Apa topik ini tidak masalah untuk dibicarakan dengannya?"

Jiro memberikan senyumnya. "Kamu sudah terlanjur terlibat. Yaomomo tidak akan marah, percayalah."

.

Sepulang sekolah di hari Selasa [Name] langsung menuju kafe Atlanta tempat bekerjanya sejak awal tahun ajaran baru kelas sembilan. Selepas berganti seragam sekolah menjadi seragam kerja, tiba-tiba sang manajer memanggilnya.

"Inso-kun izin masuk karena sakit. Bisakah kamu menggantinya mengantar pesanan?"

"Oh, tentu."

[Name] bersiap mengambil jaket pengantaran ketika manajer memberikan telepon genggam kafe.

"... UA?"

"Iya, sekolah bergengsi itu. Tadi pemesannya seorang siswa."

Permata hijaunya terangkat berkeliling kafe mencari karyawan yang semoga tidak ada pekerjaan.

"[Name]-chan bisa mengendarai motor, 'kan?"

"Haha, tentu saja bisa." tapi bukan itu yang aku khawatirkan. [Name] mengerang dalam hati. Baiklah, demi uang. Demi keberlangsungan hidupku.

.

Sepanjang perjalanan [Name] tidak berhenti memanjatkan doa. Aku tahu dia super kaya, tapi semoga bukan dia yang memesan. Semoga, yang memesan adalah kakak kelas. Semoga, aku tidak bertemu dengannya atau masalah akan menjadi rumit. Semoga tidak ada yang terpesona dengan mata hijauku sehingga menculik—BUKAN BEGITU DIRIKU INI!

Masa depannya untuk beberapa detik ke depan menjadi cerah. Ia ingat video di YouTube tentang pemberitahuan bahwa UA mengubah sistem menjadi sekolah berasrama. Kemudian ia terpikir hal yang berhubungan.

Mungkinkah, segala hal yang masuk ke dalam sekolah itu harus selalu melewati pemeriksaan? Lantas makanan dan minuman ini?

[Name] memarkirkan motor kafe di batas antara aspal dan trotoar. Laki-laki berambut merah itu sepertinya yang memesan.

"Dengan Kirishima Eijiro?"

Laki-laki di depannya seperti tersadar dari lamunan, [Name] mempertimbangkan untuk membeli lensa kotak. Bisa-bisa pembeli di depannya menceritakan ke teman-temannya. Tidak mengapa sih, kafe bisa menjadi ramai … tapi TIDAK! Tidak ada yang boleh mengetahui namanya. Dia tersenyum bangga karena telah mengantisipasi hal ini. Tanda pengenalnya ia simpan di kantong.

Proses transaksi selesai.

"Mbak, boleh minta nomor teleponnya?"

"Buat apa ya, Mas?"

"Jika dibutuhkan untuk memesan."

[Name] memberikan nomor telepon genggam kafe. Agar meyakinkan, [Name] menamainya "[Name] Kafe Atlanta".

Kirishima berterima kasih. Ia mengetik pada layar.

"Seperti ini benar?"

Layar gawai ditunjukkan kepada [Name].

"Baiklah, terima kasih telah mengantar...." Kirishima buru-buru kembali ke dalam. Seruan [Name] terabaikan.

Gerutuan bertutur selama [Name] di atas motor. Bagaimana bisa laki-laki itu mengubah "[Name] Kafe Atlanta" menjadi "Yaoyorozu [Name]"?

Lampu merah membuatnya ngerem mendadak. Ia ingat siapa pemuda berambut merah itu!

tbc.

𝐢𝐧𝐝𝐞𝐩𝐞𝐧𝐝𝐞𝐧𝐭 𝐝𝐚𝐮𝐠𝐡𝐭𝐞𝐫 ↯ kirishima eijiroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang