changbin menyuap nasinya perlahan, nafsu makannya agak menurun minggu-minggu ini. seungmin yang melihatnya hanya bisa bungkam. tidak ingin membuat keadaan semakin runyam, terlebih lagi ada alex disini. balita itu masih terlalu polos untuk mengerti masalah yang sebenarnya terjadi.
"uncle, what happened to daddy?" seungmin mengulas senyum, mengusap lembut surai legam si bayi.
"daddy's alright, sunshine." satu kecupan ia bubuhkan di dahi si kecil.
seungmin melanjutkan acara makan paginya meski dengan rasa mengganjal di dalam dirinya. ia tau persis kesulitan yang kini tengah dihadapi kakaknya tersebut, kembali seungmin buang nafasnya berat.
laki-laki mirip anak anjing ini sempat mengode si seo dengan ekor matanya untuk berbicara empat mata diluar jangkauan alex. changbin melihatnya, kemudian bangkit dan menyusul adik sepupunya menuju halaman di belakang rumah keduanya. "kau—tidak mungkin bisa bersembunyi selamanya, kamu tau itu."
changbin menyandarkan tubuhnya ke dinding, "tidak semudah itu, kim. ini bukan masalah kecil."
yang lebih muda menjilat bibirnya yang kering, melontarkan pertanyaan yang bahkan changbin pun tak tau jawabannya. "it's almost three years, if you forgot. mau berapa lama lagi?"
"uncle! alex sudah selesai!" teriakan dari alex membuat seungmin harus menghampirinya. sebelum benar-benar pergi, ia menyempatkan diri untuk memeluk tubuh tegap di depannya.
"berhenti menyakiti dirimu sendiri, seo. aku tidak suka kamu terluka." bisiknya.
"uncle's coming alex!"
***
dilain sisi, felix memijit pelipisnya yang terasa berdenyut. menatap layar monitor selama berjam-jam cukup membuat matanya lelah. jemari lentiknya melepas kontak lensa yang masih menempel di matanya, menggantinya dengan kacamata yang ia simpan di lacinya. melirik ke sebelah, dapat ia lihat jisung tengah menahan kantuk dengan menumpu kepalanya dengan satu tangan sedang tangannya yang lain sibuk mengetik dan wajah yang luar biasa menggelitik perut felix. mata merah setengah terbuka dan kening mengerut, jangan lupakan mulut yang mencibir tanpa henti.
felix menahan tawanya, jisung bercerita padanya bahwa semalam ia menunggu minho hingga pukul satu pagi. namun nyatanya ayah dari tiga ekor kucing itu tertidur di studionya. tak ayal membuat jisung mengamuk sejak tadi.
akhirnya pria blasteran australia ini menghampiri meja sahabatnya saat jam makan siang sudah tiba, mengelus surai cokelat madu itu sebelum menusuk pipinya hingga sang empu protes karena terusik.
"aku mau tidur, fel." felix menangkup wajah gembul itu, mencubit gumpalan lemaknya gemas. "makan dulu, han jisung. kasihani lambungmu yang kosong sejak pagi." bibir itu mencebik tak terima. matanya mengantuk!
"aku suapi, tapi kamu harus makan." deheman malas dari jisung membuat felix memutar matanya jengah.
kaki jenjangnya kembali menghampiri meja si marga han setelah mengambil bekal makan siang di dalam tasnya. senggolan di lengan dan jisung melihat sendok berisi nasi yang ditodongkan ke arahnya. mulutnya terbuka dengan begitu malas, menerima suapan makanan dari felix.
"ji, kunyah yang benar. jangan simpan makanan di pipimu." tegurnya saat melihat pipi tembam jisung semakin menggembung berisi makanan.
pada akhirnya jisung terbangun dari posisi telungkupnya meskipun diawali dengan decakan tidak suka. felix terlihat seperti ibu yang memarahi anaknya yang susah makan, dan jisung memutar matanya malas.
tak butuh waktu lama untuk mereka berdua menghabiskan jatah bekal yang sebenarnya milik felix. sekarang dua lelaki kembar itu hanya menatap kosong ke layar monitor yang mati. efek lelah bekerja, mungkin.
"laporan mingguanmu sudah selesai?" felix mengangguk, melepas kacamata yang bertengger di hidung kecilnya.
"aku ngebut supaya bisa istirahat. memang kenapa? punyamu belum selesai?"
"sudah sih, tinggal kuberikan pada kak woojin nanti sore. tak apa jika kamu pulang sendirian?" felix memasang senyumnya,
"tentu," lelaki dengan freckles ini sedikit bersyukur, karena berarti nanti ia memiliki banyak ruang untuk mencari sang kekasih. dirinya ingin membuktikan bahwa changbin memang masih ada disekitarnya.
tepat saat jam pulang tiba, felix melambai pada jisung sebelum dirinya hilang dibalik pintu. langkahnya tergesa menuju halte dekat kantor, sembari tangannya yang menaikkan masker putih yang menggantung di dagunya.
di menit awal felix belum melihat tanda-tanda apapun. hingga lima belas menit kemudian matanya menangkap sosok yang tidak asing menghampiri halte yang sekarang ia pijak.
senyumnya terpatri begitu sosoknya semakin mendekat, walau tertutup masker, matanya yang melengkung ke atas cukup membuat orang mengetahui dirinya tengah tersenyum. "oh, hai alex!"
si kecil memiringkan kepala, tidak terlalu ingat siapa orang yang barusan menyapanya. lagipula wajahnya tertutup, si kecil kini beralih untuk mengumpat dibalik tubuh lelaki yang menggandengnya.
seungmin membawa balita itu keluar dari persembunyiannya, "tidak baik mengacuhkan panggilan seseorang, sayang." cengiran khas anak-anak itu ia tampilkan begitu seungmin menegurnya.
"halo.." cicitnya pada felix, yang dihadiahi cubitan di pipi empuknya.
"apa kamu ayahnya?" tanya felix, bukan bermaksud apa-apa. ia hanya penasaran karena melihat wajah pria di depannya cukup manis untuk menjadi seorang dominan. jangan hakimi felix, ia hanya penasaran.
"oh, bukan. aku pamannya—" seungmin menghentikan ucapannya. sejak tadi ia memang tidak begitu peduli dengan wajah si lawan bicara, namun setelah memperhatikan mata hazel dan suaranya—seungmin baru sadar akan sesuatu. lee felix..
"k-kami permisi, selamat tinggal." finalnya, meninggalkan felix yang masih termangu di tempatnya berdiri. "ng? dia kenapa?"
tungkainya buru-buru naik ke dalam bus setelah sadar dari lamunannya. pikirannya berkecamuk karena—semakin hari rasanya semakin janggal.
t b c
KAMU SEDANG MEMBACA
bintang yang (sempat) hilang
Fanfiction"berapapun lamanya kamu membuat aku menunggu, aku tak akan pernah ragu. karena rakitan rinduku bukanlah hal yang semu."