Masih pukul sepuluh pagi. Setelah menyelesaikan pekerjaan rumahnya, Calista yang merasa bosan di rumah memilih mendatangi rumah mertuanya. Apa setelah tadi dia menelepon Mama mertuanya dan mengetahui kalau Kila ternyata akan berada di rumah seharian ini. Tentu saja itu membuat Calista semakin bersemangat.
Dia bisa bersantai dulu di sana sebelum nanti menjemput Dimas pulang.
Selagi mengendari mobilnya, sesekali Calista membalas pesan dari Resya. Resya menyuruhnya datang ke sekolah karena wanita itu sudha berada di sana menunggu putranya. Resya bahkan mencoba merayu Calista dengan menyinggung soal gosip baru dikalangan orangtua murid. Sayangnya, Calista sama sekali tidak terpengaruh dan segera menyudahi kegiatannya berbalas pesan saat sedang berkendara.
Kalau saja suaminya tahu, Calista akan menerima omelan panas Revan. Apa lagi kalau ada Dimas juga di mobil itu.
Revan Anggara itu teramat menyayangi putranya.
"Anak terus yang disayang, akunya nggak." Cibir Calista pelan dengan wajah bosan. Lalu saat menyadari ucapannya, Calista tertawa pelan dan menggelengkan kepalanya.
Setelah sampai di rumah mertuanya dan berbincang sebentar dengan Mamanya, Calista langsung masuk ke dalam kamar Kila. Dia menggelengkan kepalanya putus asa menemukan kamar itu masih gelap dengan tirai jendela yang masih tertutup.
Melirik ke tempat tidur, dia menemukan Kila yang masih tertidur pulas. Calista tahu benar tabiat kakak iparnya itu kalau sedang libur bekerja. Dia akan tidur sampai setengah hari dan sisanya akan dia gunakan untuk berbelanja sepuasnya.
Calista melangkah cepat menuju jendela lalu menyibak tirainya hingga sinar matahari langsung menerobos masuk ke dalam seisi kamar. Decakan dan erangan mengeluh langsung terdengar hingga membuat Calista menoleh kebelakang dengan senyuman miring. "Bangun kali, mba... udah siang loh ini."
Tapi bukannya bangun, Kila malah semakin bergelung dalam selimutnya. Calista sengaja melompat ke atas tempat tidur, membuat Kila berdecak keras lalu memelototinya.
"Apa sih, Ta."
"Bangun!"
"Belum juga jam dua belas!"
"Bangun itu pagi-pagi, mba, bukan siang. Nanti rejekinya dipatok ayam baru tahu rasa."
"Kalau aja kamu lupa, mba udah cukup kaya. Jadi nggak masalah kalau harus berbagi sama ayam."
Mendengar jawaban penuh kesombongan Kila, Calista tertawa geli hingga membuat kakak iparnya itu merutuk kesal. Kalau sudah ada Calista di hari liburnya seperti sekarang ini, tentu saja Kila tahu dia tidak akan mungkin bisa melanjutkan rencana tidurnya.
Kila menggeliat malas lalu duduk menyandar sambil memainkan ponselnya. Diam-diam Calista memerhatikan penampilan Kila. Bangun tidur saja Kila sudah terlihat sangat cantik dengan rambut acak-acakan dan wajahnya yang sembab.
Beda banget sama aku, batin Calista.
"Kok mba nggak bilang aku sih libur kerja hari ini?"
"Memangnya kamu mau ngapain kalau mba kasih tahu?"
"Mau nemenin mba belanja dong..."
"Perasaan mba nggak ada ngajak kamu deh, Ta."
"Ya kan aku menawarkan diri."
Kila mendengus sedangkan Calista cekikikan. Menemani Kila belanja tentu saja sesuatu yang tidak boleh dilewatkan. Kila itu sangat royal pada siapa pun. Dan Calista selalu mendapatkan traktiran setiap kali ikut belanja bersama Kila.
KAMU SEDANG MEMBACA
CALISTA Book 1
General FictionSebagian cerita sudah di hapus Menjadi istri Revan Anggara itu tidak sulit. Yang sulit adalah ketika aku mulai jatuh hati padanya, tapi ternyata dia sudah menyimpan satu nama di hatinya sejak lama. Hanya satu nama. Dan itu bukan aku.