SpearB

108 21 1
                                    

16.47 waktu setempat.

Changbin sudah mencuci muka dan sikat gigi, jauh lebih segar dan ganteng dari beberapa saat yang lalu saat masih berperang dengan program di komputernya.

Bahkan sampai-sampai dia ngecek di camera ponselnya udah sip apa belum. Bener-bener seperti bukan Changbin.

"Eh-bUSET DAH WANGI BENER!!" Seru Jisung yang baru aja masuk studio. Changbin mendecih.

"Alay Lo,"

Jisung mendelik. Matanya menelunsuri Changbin dari atas kebawah terus ke atas lagi. Heran dia, kok tumben-tumbenan manusia satu ini gegayaan kek mau ke acara musik bergengsi.

"Widiih...mo kemana Lo?" Tanya Jisung dengan wajah tengil yang ngundang Changbin ingin menghujat. Tapi hujat-hujatan bukan gaya Changbin.

"Bukan urusan Lo," jawabnya pedes. Jisung langsung manyun.

"Yaudah sih, gausah ngegas." diapun akhirnya mendudukan diri di kursi depan komputer kebanggan Changbin.

Awalnya Produser muda itu menolak mentah-mentah untuk berbagi komputer. Sudah cukup dengan berbagi studio. Tapi karena sekali lagi ancaman Ceo sialanya itu, Changbin pun dengan berat hati membagi komputernya.

"Awas aja minuman Lo tumpah ke aset gue," ucap Changbin datar mewanti-wanti. Jisung mutar bola matanya.

"Tenang ajaaa, bentar lagi komputernya ditambah kok sama Kak Minho,,"

Changbin mendengus lalu nyeringai. "Ceo sialan itu Bucin banget ya sama Lo,"

"Ah mana ada!" Elak Jisung. "Kan udah kewajiban dia buat memenuhi kebutuhan artis di naungan agensi dia,"

"Sekaligus memenuhi kebutuhan Pacarnya, ya kan?" Jisung langsung memutar tubuh, matanya udah meloto lucu hendak membantah omongan Changbin.

"Lo pikir gue diem selama ini karna gak tau. Gue cuma pura-pura bodoh aja, gak sadar dengan interaksi kalian selama ini."

Jisung menelan ludah. "Ngomong apa sih?! Lo kalo Bodoh ya bodoh aja, gak usah ngomong yang gak guna anjeng. Udah sana pergi!" Ucapnya dengan gak selo sambil balik natap komputer.

Pemuda yang dari tadi berdiri di ambang pintu itupun berdecih lalu menutup kasar pintunya. Sedangkan Jisung menggigit bibirnya, berusaha menetralisirkan Jantungnya yang berdegup gak normal.

___
_____
_________

Sore ini Changbin kembali lagi ke toko buku. Dengan tangan menenteng kotak berisi beberapa roti hangat dari bakery yang dihampirinya tadi.

Ngapain ke toko buku lagi? Ya jelaslah untuk menemui cowok manis kemarin yang senyumnya bagaikan candu.

Ketika dirinya memasuki toko dengan dentingan bel yang berbunyi, lagi-lagi dirinya disambut dengan senyum hangat yang entah kenapa kali ini lebih lebar. Seolah-olah pemuda manis itu menunggu kehadiranya.

Yeu. Gak tau aja si Changbin kalau semalam Felix mikirin dia sampai ketiduran. Lebih tepatnya coba ingat-ingat nama Changbin sih.

"Hai," ucapnya lengkap dengan senyum merekah. Kakinya dibawa mendekat kearah meja penjaga tempat Felix berada.

"Ini, Gue bawa roti, buat Lo ngemil." Ucapnya menaruh kotak yang ditentengnya itu di meja.

"Ah, aduh terimakasih, tapi maaf kalau ngerepotin..." felix mengisyaratkan dengan tanganya.

Tapi Changbin nge-blank."ha?"

Changbin jelas gak paham. Dia mana pernah belajar bahasa isyarat. Felix jadi gigit bibir. Changbin gak salah kalau dia gak paham. Felix langsung menulis di note book kecil yang sama yang dipakainya kemarin.

Silent Love  -ChangLixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang