Bagian 7

741 131 11
                                    

Dia terbangun setelah hampir tiga jam kehilangan kesadaran. Wanita paruh baya itu segera menyeka air matanya. Akhirnya bisa bernapas lega, karena putra bungsunya mendapat kesadarannya kembali. Dia baru menyadari, jika putranya sering sakit setelah menemui gadis yang dia perkenalkan. 

Menyesal? Tentu saja. Ibu mana yang tidak menyesal, setelah mengetahui bahwa tanpa sadar dia membuat putranya nyaris kehilangan nyawa hanya karena keinginan mendapat seorang menantu.

"Mama kok nangis?" tanya sambil mengusap sisa air mata yang ada di pipi wanita yang sudah melahirkannya.

"Maafin Mama Vin, Mama bener-bener nggak tau."

"Mama nggak salah, Arvin yang nggak pernah cerita ke Mama."

"Jadi kenapa kamu bisa seperti ini?"

Arvin terdiam, dia bingung bagaimana cara menceritakan itu pada ibunya. Ibunya pasti akan mengutuknya habis-habisan jika dia tahu bahwa putra kebanggaannya itu pernah menjadi laki-laki brengsek hingga dia mendapatkan kutukan.

"Apa ada gadis yang pernah nyakitin kamu, hingga bikin kamu trauma?"

Dia menghela napas panjang, biar bagaimanapun ibunya harus tahu. Karena sang ibu pasti akan terus bertanya sampai dia menjawab.

"Bukan Arvin yang disakitin, tapi Arvin yang nyakitin dia, hingga dia mengutuk Arvin."

"Kamu dikutuk?" Celetuk kakak perempuannya yang baru datang.

"Iya, gadis itu mengutuk Arvin!"

Sang kakak tertawa lepas, menurutnya adiknya sangat lucu. Baginya kutukan itu hanya ada di negeri dongeng.

"Kakak pikir lucu?" tanya Arvin jengkel.

"Lucu banget! Vin, ini tuh udah mau 2020 masih aja percaya yang begituan!"

"Arvin serius, Arvin mulai elergi perempuan setelah putus dari Rubi. Awalnya juga Arvin nggak percaya, tapi kata paranormal yang Arvin temui Arvin benar-benar di kutuk."

Tawa kakaknya justru semakin pecah. "Vin percuma kamu sekolah sampai S2 kalau masih percaya paranormal!"

"Terus Arvin harus percaya siapa?"

"Allah lah! Iya kali percaya paranormal musyrik itu namanya," ucap sang kakak sambil melanjutkan tawanya.

"Arvin tau itu!" ujar Arvin semakin jengkel.

"Gini deh Vin, kamu lakuin tes alergi. Siapa tau kamu ada alergi."

"Udah tapi Arvin nggak punya alergi, satu-satunya yang bikin Arvin adalah kalau Arvin kontak fisik sama perempuan yang nggak ada hubungan darah!"

Sekarang kakaknya tidak lagi tertawa. Dia tahu jika apa yang adiknya alami bukan sesuatu yang pantas untuk ditertawakan. Dia juga memikirkan apa sebenarnya yang terjadi pada sang adik. Karena dia sama sekali tidak percaya adanya kutukan.

"Vin, besok kalau udah sehat ikut kakak!"

"Kemana?"

"Ketemu Bang Yoga!"

"Mantan kakak psikiater itu?" Kakaknya mengangguk. "Kakak pikir aku gila?"

"Bukan gila tapi nggak ada salahnya kita coba, kalau secara fisik kamu baik-baik aja, kita nggak tahu secara psikis, kan?"

"Iya Vin, mama rasa ide kakak kamu nggak buruk juga," timpal ibunya.

"Okelah!" Akhirnya Arvin mengalah, dia juga berpikir mungkin apa yang kakaknya katakan ada benarnya.

***

Rubi sedikit gugup saat akan melakukan presentasi proposal untuk iklan produk baru sebuah perusahaan. Dia menyiapkan sebaik mungkin hingga mengorbankan waktu tidurnya, dia benar-benar ingin proposal miliknya diterima dan dia yang menangani iklan itu.

Missing Between UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang