Papa Farhan memaksakan diri untuk ke kantor pagi ini. Hanya sebagai kunjungan untuk melihat kinerja karyawannya, terutama Leon. Para staf yang tidak menyangka akan kehadiran pemilik perusahaan tempat mereka bekerja sempat kelimpungan. Mereka takut berbuat salah di depannya, meski hanya kesalahan kecil saja.
Papa Farhan langsung menuju ruangan Leon. Hal pertama yang dia lihat adalah wajah anaknya, yang sedang mengunyah makanan. Papa Farhan menggeleng pelan, lalu mendekatinya. Leon segera berdiri, menyambut dan mencium punggung tangan ayahnya.
“Makan apa kamu?” tanya ayahnya, Leon segera mengangkat kotak makanan biru.
“Sosis mi, dibikinin Jasmine.”
“Sudah bisa masak dia?” Papa Farhan kembali bertanya, sambil beranjak duduk di kursi Leon.
“Sudah, dia sudah ambil kursus.”
Laki-laki paruh baya itu mengangguk, lantas menggerakkan kursor untuk mengecek program apa saja yang sedang dibuka putranya. Terlihat web perusahaannya di browser, Leon sedang memantau pergerakan saham mereka. Beberapa program lain juga terpampang, semuanya mengenai pekerjaan. Papa Farhan tampak lega, karena putranya tidak bermain-main dengan laptop kantor.
“Gimana hubungan sama para pemegang saham, Leon?”
Leon mengangguk sebelum berkata, “Baik, Pa. Nanti siang aku ada janji ketemu sama investor baru, semoga berjalan lancar.”
“Papa baca laporan kamu tentang pergantian direksi kemarin, apa itu sudah keputusan yang paling tepat?”
“Iya, Pa. Direksi yang lama sakit keras, jadi aku suruh istirahat dulu. Kasihan kalau dipaksa kerja, nanti kondisinya tambah buruk, terus bisa berpengaruh ke kinerja bawahannya juga," jelas Leon pada ayahnya.
“Sudah kamu kasih uang tanda jasanya? Pertimbangkan juga kondisi kesehatan yang butuh biaya banyak itu, Leon.”
Leon mengangguk lagi. “Sudah, Pa. Pak Dirga sudah bekerja lama sama kita, selama ini juga nggak pernah mengecewakan.”
Papa Farhan tersenyum pada putranya. Dirinya memang selalu mengajarkan pada Leon, untuk menghargai seluruh karyawan, hingga level terendah sekalipun. Menurutnya, tidak akan ada karyawan yang hebat di suatu instansi, bila tidak diperlakukan baik oleh pemiliknya. Farhan Wiraya adalah orang yang selalu percaya, bila pengkhianatan kebanyakan dipicu oleh rasa sakit hati kepada atasan.
Setelah berbincang dengan Leon seputar pekerjaannya, Papa Farhan beranjak untuk melihat keadaan karyawan lain, termasuk Hendri, menantu pertamanya.
Hendri yang baru saja selesai memberikan arahan kepada bawahannya langsung menyambut Papa Farhan. Sama seperti Leon, Hendri juga diajak berbincang tentang keadaan perusahaan. Papa Farhan tidak pernah meragukan menantunya itu, karena dia sudah cukup mengenalnya. Selama ini, Hendri tidak pernah mengecewakan dirinya.
Setelah kunjungan singkat itu, Papa Farhan memutuskan untuk pulang. Kondisi kesehatan melarang dirinya untuk beraktivitas berat, malah sekarang harus lebih barang berbaring. Jadi, Mama Siska sudah mengingatkan untuk cepat pulang. Dia juga mengirim pesan pada Leon, agar menyuruh ayahnya segera pulang.
Leon dan Hendri mengantar ayah mereka sampai ke pintu utama perusahaan. Mereka berhenti tepat di tengah pintu, ketika melihat keributan di pos satpam. Dua orang laki-laki terlihat berseteru dengan satpam kantor mereka, di belakang mereka ada seorang wanita yang dikenali oleh Papa Farhan.
“Itu Riska, kan, Leon?” tanya Papa Farhan.
Leon menghela napas sebelum mengangguk. “Papa pulang aja, biar aku yang urus dia.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Suamiku Gay
Lãng mạnBagi Jasmine, wasiat terakhir ayahnya sebelum wafat adalah harta yang paling berharga untuk dijaga. Oleh karena itu, dia selalu menjaga hati untuk suami masa depan yang selalu diceritakan ayahnya. Namun, pada saat takdir mempertemukan mereka, ternya...